Foto: Daily Record

Manusia memang kerap berubah pikiran. Apa yang kita ucapkan pada masa lalu, belum tentu sama ketika diminta menilai objek serupa pada masa depan. Hal ini kemudian membuat kita kewalahan ketika dihadapkan pada kondisi yang cukup membingungkan.

Jika ada satu sosok yang begitu girang saat Ole Gunnar Solskjaer menangani Manchester United, maka orang itu adalah Rio Ferdinand. Optimisme membuncah dalam dirinya ketika melihat Setan Merah bermain seperti ketika ia masih aktif di atas lapangan. Saat Ole membuat sebuah gebrakan, maka dia tidak segan-segan untuk bersikap berlebihan.

Kita tentu masih ingat gebrakan besar Ole pada awal karier setelah menggantikan Jose Mourinho. United yang tidak diunggulkan setelah tertinggal 0-2 atas PSG pada leg pertama 16 besar Liga Champions, mendadak tampil mengejutkan ketika balik berkunjung ke Paris. United yang peluang lolosnya hanya 3% berhasil memanfaatkan probabilitas kecil itu dengan menang 3-1.

“Yeeesssss.. character, that’s what it’s about,” tutur Rio Ferdinand setelah penalti Rashford masuk ke gawang Buffon. Dibanding rekannya di studio BT Sports kala itu, Rio memang yang paling enerjik. Saat dua Owen yaitu Michael dan Hargreaves, memilih stay cool, maka tidak dengan Rio yang selalu ekspresif.

Euforia kemenangan itu memang membekas di hati semua suporter United termasuk Rio. Inilah yang kemudian membuatnya begitu optimis kalau Ole adalah the real choosen one untuk Manchester United. Bukan Van Gaal, bukan pula Mourinho.

“United tidak akan berterima kasih kepada saya, tapi saya meminta untuk keluarkan surat kontraknya segera, taruh di atas meja, biarkan dia menandatanganinya, biarkan dia menulis berapa yang dia mau, biarkan dia ambil kontraknya, lalu kita pergi. Ole’s at the wheel, man. Man United are back!”

Apakah Rio berlebihan? Tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Saat itu tidak sedikit yang menilai kalau United harus cepat-cepat mempermanenkan Ole. Alasannya jelas, United sudah kembali katanya. Tapi ada juga yang menyebut kalau Ole harus jadi caretaker dulu. Intinya, jangan terburu-buru mempermanenkannya karena ia belum enam bulan memegang tim. Namun klub memilih untuk cepat mempermanenkan statusnya.

Ketika Pikiran Mulai Berubah

Lebih dari dua tahun setelah ucapan tersebut dilontarkan Rio, nyatanya United belum beranjak ke mana-mana. Terlepas dari posisi tiga dan dua yang didapat Ole di liga, prestasi tim ini ternyata masih jalan di tempat. Masalah demi masalah justru berdatangan yang membuat pertanyaan kemudian naik ke permukaan, “Benarkah Ole adalah sosok yang tepat?”

Ironisnya, Rio adalah salah satu orang yang memiliki pertanyaan itu. Dia yang pada Maret 2019 lalu jingkrak-jingkrak di studio BT Sports justru bingung ketika melihat tim United yang sekarang bersama Ole.

“Saya dibuat bertanya-tanya apa taktik yang akan mereka mainkan hari ini karena saya tidak melihat filosofi atau identitas cara bermain United. Saya bingung. Saya berpikir kalau Ole akan membuat fondasi dan ya memang benar,” tuturnya.

“Namun saya juga skeptis. Bisakah dia membawa tim ini juara? Saya tidak yakin dan sepenuhnya yakin meski saya berharap dia bisa melakukannya. Tetapi, melihat penampilan yang mereka lakukan musim ini, saya hanya merasa kalau inilah saat yang tepat untuk menyerahkan tongkat estafet kepada orang lain yang bisa membawa kami,” ujarnya menambahkan.

Kesannya seperti menjilat ludah sendiri. Saat Ole diminta untuk cepat-cepat dipermanenkan, sekarang ia diminta untuk cepat-cepat pergi meski ia masih sedikit diplomatis dengan menyebut kalaupun Ole pergi lebih cepat, ia sudah layak pergi dengan kepala tegak.

Sayangnya, pendapat Rio ini belum didengar oleh pihak manajemen klub. Beda seperti ketika ia kegirangan melihat comeback United yang katanya adalah karakter tim ini. Manajemen masih setia. Objek dari obrolan ini malah sedang bersantai di kampung halamannya. Setidaknya masih ada satu pekan lagi sebelum kembali melihat tim ini yang masih belum jelas arah mainnya mau ke mana.

Rio yang sebelumnya menjadi pemuja Ole kini berubah ke pasukan Ole out. Kesetiaannya goyah ketika melihat timnya terus-terusan dipermalukan. Beda dengan dua rekan setimnya yaitu Gary Neville dan Roy Keane yang masih setia mendukung Ole meski tidak kalah muaknya ketika melihat tim kesayangannya berantakan di setiap pertandingan.