Perjalanan Manchester United pada musim 2021/2022 resmi berakhir. Sayangnya, akhir dari kampanye musim ini bisa dibilang sangat buruk. United finis dengan poin terendah sepanjang sejarah Premier League dan memiliki selisih gol 0.
Musim ini memang tidak lepas dari banyaknya hal buruk yang mengitari. Salah satunya adalah gesekan di ruang ganti yang menjadi akar dari pencapaian saat ini. Salah satu wartawan Samuel Luckhurst, menulis dalam Manchester Evening News tentang apa saja yang terjadi sepanjang musim ini. Dari tulisannya inilah diketahui bahwa United memang tidak sedang baik-baik saja dengan satu tim diisi dengan banyaknya fitnah, dengki, kecemburuan, hingga ketidakpercayaan.
***
Musim ini, Manchester United begitu buruk dalam pertahanan. Mereka kebobolan 57 gol atau yang terburuk sejak 1978/1979. Tidak hanya itu, selisih gol mereka nol yang menjadi catatan terburuk sejak 1989/1990. Parahnya lagi, United sudah merasakan 12 kali dibobol empat kali di Premier League sejak Sir Alex Ferguson hengkang. Sesuatu yang menunjukkan betapa bermasalahnya sektor pertahanan.
Alih-alih pemain lain macam Harry Maguire, Victor Lindelof, atau yang lainnya, pemain yang mendapat sorotan soal jeleknya pertahanan ini justru David de Gea. Beberapa sumber telah mengonfirmasi kalau United sebenarnya sudah membiarkan De Gea pergi musim panas lalu. Akan tetapi, ia bertahan dan justru menjadi pemain terbaik klub musim ini.
Tidak ada klub yang perencanaannya seburuk Manchester United khususnya dalam hal rekrutmen. Menurut sebuah sumber, Cristiano Ronaldo adalah orang yang menghalangi langkah United untuk mendapatkan Antonio Conte. Selain itu, departemen pencari bakat kesulitan mencari pengganti Mason Greenwood yang terkena hukuman. Nama Dejan Kulusevski menjadi incaran tapi Rangnick tidak mau merekrutnya.
Rangnick juga mengasingkan sebagian besar pemain yang kemudian menambah panas situasi ruang ganti. Skuad United saat ini berisi banyak pribadi toxic yang diselimuti fitnah dan rasa dengki. Beberapa pemain yang menjalin hubungan erat menyebut Rangnick adalah pengganggu yang harus dibasmi dan tidak perlu mendapat kontrak sebagai konsultan.
Seorang pemain juga dengan blak-blakan menyebut Rangnick adalah manajer buruk yang tidak bisa mengganti pemain. Hal itu terjadi saat United justru kalah 4-1 saat melawan City ketika Rangnick memainkan Rashford dan Lingard. Dua pemain ini dikabarkan berbicara dengan salah satu sumber dalam klub kalau mereka tidak menerima instruksi apa pun, tidak ada rencana permainan dan penempatan posisi yang jelas sehingga mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.
Seorang pemain menyebut Rangnick menganggap mereka sebagai anak kecil dan pemain lain mendapat julukan sebagai ‘peliharaan sang guru’. Pemain senior klub meremehkan pesaing yang ada di posisinya dan beberapa pemain lain merasa Anthony Elanga tidak layak mendapat menit main sebanyak yang ia dapat musim ini.
Saat Aaron Wan-Bissaka didatangkan pada 2019 lalu, Solskjaer sebenarnya sudah punya rencana untuk menggantinya dengan Kieran Trippier setelah dua tahun. Sayangnya, hal itu tidak kesampaian.
Sebelum Rangnick, Ole sebenarnya sudah merasakan hal yang sama. Seorang pemain yang tersinggung dengan kritik yang diberikan Solskjaer dua bulan setelah kompetisi 2021/2022 dimulai menyebut kalau kariernya sebagai manajer United ‘selesai’. Sebulan kemudian, karier Ole benar-benar selesai.
Keadaan semakin rumit setelah seorang pemain memilih untuk tidak merayakan gol yang ia cetak. Salah satu rekan setim memaksanya untuk setidaknya tersenyum di depan kamera yang justru membuat si pemain semakin marah. Tidak hanya itu, saat mereka kalah dari Everton, beberapa pemain disebut mengalami serangan mental.
***
Kehadiran Cristiano Ronaldo benar-benar dihargai secara positif di United, terutama oleh pemain muda, dan dia adalah pemegang ruang kendali dalam minggu-minggu terakhir karier Solskjaer. Namun di sisi lain, kehadiran Ronaldo membuat Maguire takut dan kehilangan wewenangnya sebagai seorang kapten.
Dalam pertemuan yang dihadiri pemain senior dan Rangnick, mereka justru tidak mengundang Maguire yang mengakibatkan keributan. Sumber dalam ruang ganti menggambarkan perilaku pemain senior United dalam pertemuan tersebut sebagai ‘pembajakan’ karena tidak menghargai Maguire sebagai kapten.
Saat United menang 3-0 atas Brentford, Maguire memilih duduk ketika Ronaldo merayakan penaltinya. Salah satu pemain meminta Maguire untuk setidaknya menunjukkan rasa hormat. Apa pun yang terjadi musim depan, Maguire mulai kehilangan kepercayaan dari beberapa pemain dan para suporter.
Maguire menjadi sasaran empuk terutama dari Eric Bailly. Ia membenci hak istimewa yang didapat Maguire dan mempertanyakan kenapa dia bisa terus menjadi starter meski bermain buruk. Beberapa pemain lain juga menganggap Maguire tidak cukup baik dan yang lain merasa kalau masalah di United adalah Bruno Fernandes.
Sebelum Rangnick, situasi toxic seperti ini lebih dulu menimpa Ole Gunnar Solskjaer. Di atas kertas prestasi Ole memang sangat baik. Dua kali finis tiga besar, empat kali masuk semifinal, dan satu kali masuk final dalam tiga musim. Akan tetapi, semua prestasi itu palsu.
Jelang akhir masa jabatan Ole, para pemain United ramai-ramai tidak lagi percaya kepadanya. Dalam sebuah pertemuan tim, Ole bertanya apakah para pemain ini masih percaya kepadanya? Sayangnya, pertanyaan itu tidak dijawab dan para pemain memilih menghindari kontak mata dan memilih melihat ke bawah.
Tulisan ini adalah terjemahan tulisan dari Samuel Luckhurst di Manchester Evening News