Beberapa waktu lalu, saya pernah membuat sebuah tulisan yang menyebut kalau Daniel James merupakan salah satu hal positif yang hadir dalam perjalanan Manchester United sejauh ini. Saat itu, saya menyebut kalau kehadirannya mampu menjadi pembeda sekaligus warna baru bagi Setan Merah yang sedang memulai era baru bersama Ole Gunnar Solskjaer.
James kini menjadi top skor sementara United dengan tiga gol. Namanya kini bersanding dengan Marcus Rashford yang juga mencetak tiga gol. Tanpa bermaksud mengecil an peran Rashford, namun tiga gol James semuanya dibuat dari situasi open play dengan jumlah tembakan yang jauh lebih sedikit dari seniornya tersebut.
United beruntung bisa mendapatkan James. Ia kini sudah nyetel dengan situasi klub. Didatangkan dari Swansea City hanya dengan nilai 15 juta paun, James disebut-sebut sebagai salah satu transfer cerdas yang pernah dilakukan mereka setelah era Sir Alex Ferguson pensiun. Namun semua ini tidak akan terjadi seandainya James mengikuti egonya untuk berhenti bermain sepakbola.
Pada edisi terbaru majalah Inside United, pemain kelahiran Hull ini sempat berpikir untuk berhenti bermain sepakbola. Ia merasa kalau sepakbola sudah merenggut kesenangannya yaitu bermain serta berkumpul dengan kawan-kawannya. Bahkan ketika ia masih menjadi siswa di akademi Hull City, James sudah meminta izin untuk berhenti.
“Saya hampir menyerah dengan sepakbola pada usia 12 tahun. Saya memberi tahu ibu dan ayah saya kalau saya kehilangan teman-teman saya. Saya berlatih hampir setiap malam dan kehilangan kesempatan bersama mereka. Setelah pulang sekolah, saya ingin bermain dengan teman-teman namun saya harus latihan sepakbola,” tuturnya.
“Saya bertemu dengan serius bersama para pelatih Hull untuk mengatakan hal itu. Saat itu mereka berkata, ‘Tidak, kami pikir Anda sudah memiliki kemampuan untuk menjadi pemain sepakbola dan kami ingin Anda tetap di sini.’
Penolakan ini yang kemudian membuat James sadar. Namun sebenarnya ada sisi kekesalan dari diri James. Ia mengaku sempat tidak menikmati bermain sepakbola karena terpaksa untuk menikmatinya. Beruntung baginya karena ia memilih untuk meredam emosinya tersebut dan berpikir untuk menjadi pemain sepakbola yang baik berkat saran dari para pelatihnya di Hull tersebut.
“Kejadian itu membuat saya akhirnya tetap tinggall di Hull. Tetapi ada saat ketika saya tidak menikmati sepakbola. Namun saya kemudian berpikir kalau saya banyak berkembang ketika bermain sepakbola. Salah satunya ketika saya bermain untuk Wales pada usia 14 tahun. Pertandingan melawan Belgia dan Swiss mengubah saya karena ada perubahan posisi dari striker (Hull) menjadi pemain sayap (Wales),” tuturnya menambahkan.
James akhirnya memilih untuk menjadi pemain sepakbola. Beruntung, kariernya berjalan sangat baik. Ia mendapat kesempatan bermain bersama Swansea City, bersinar di kompetisi Championship, hingga akhirnya mendapat kesempatan bermain bersama United dan tim nasional Wales.
Soal kehilangan kesempatan bermain bersama teman-temannya, James kini memandang hal tersebut sebagai bentuk dari sebuah pengorbanan. Itulah pilihan yang harus dibuat ketika seseorang ingin menggapai cita-citanya, dan James akhirnya mendapatkan apa yang ia inginkan yaitu menjadi pemain sepakbola bersama salah satu klub besar di dunia.
“Saya sekarang menikmati sepakbola. Saya juga kehilangan teman-teman saya. Tapi itu adalah sebuah pengorbanan yang terkadang Anda harus lakukan jika ingin menjadi pemain sepakbola. Sekarang, saya masih harus membuat beberapa pengorbanan lainnya.”
“Saya berlatih tiga kali seminggu, di mana sebagian besar pemain lainnya berlatih setiap hari. Itulah pengorbanan yang harus Anda lakukan (latihan setiap hari). Sangat sulit untuk melakukannya, terutam bagi orang tua saya,” ujarnya.