Musim 1998/1999 menjadi musim yang tak terlupakan bagi seorang Peter Schmeichel selama berkarier bersama Manchester United. Pasalnya ia berhasil membawa Setan Merah meraih tiga gelar dalam satu musim yaitu Premier League, Piala FA, dan Liga Champions. Pada final Liga Champions melawan Bayern Munich, ia juga didaulat menjadi kapten karena absennya Roy Keane akibat akumulasi kartu. Pencapaian tersebut kemudian membawa namanya menjadi pemain terbaik Denmark tahun 1999.
Namun dibalik pencapaian tersebut, ada rasa penyesalan yang terasa menyakitkan bagi ayah dari Kasper Schmeichel tersebut. Sebuah keputusan pada masa lalu yang kemudian baru ia sesali bertahun-tahun kemudian. Trofi Liga Champions saat itu menjadi raihan terakhir Peter bersama Setan Merah. Ia kemudian memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya bersama United dan memutuskan untuk hijrah ke Sporting CP.
Sebuah keputusan yang sangat disayangkan oleh banyak pihak. Peter memang sudah berusia 35 tahun saat itu. Namun dengan penampilan apiknya sepanjang musim, ia dianggap bisa bermain lima sampai tujuh tahun lagi. Kelelahan mengikuti jadwal sepakbola Inggris menjadi alasan. Sebuah keputusan yang pada akhirnya ia sesali di kemudian hari.
“Saya lelah. Sangat lelah secara mental. Denmark beberapa kali tampil di turnamen musim panas sehingga Anda harus pergi lalu kembali. Bahkan pada tahun 1998, kami bermain di Piala Dunia dan melawan Brasil pada bulan Juli.”
“Dan saya juga harus mempersiapkan diri untuk membawa United lolos ke Liga Champions karena kami harus bermain play-off pada bulan Juli. Setelah musim sebelumnya (1997/1998), Piala Dunia 1998, saya langsung bermain ke musim berikutnya sehingga saya tidak punya waktu istirahat. Secara mental, saya tidak siap menghadapi musim itu,” ujarnya dalam Podcast Manchester United.
Lelahnya Peter bukannya tanpa alasan. Pria yang ukuran pakaiannya XXXL ini nyaris tidak pernah absen dalam satu musim baik itu bersama United maupun tim nasional. Ketika United meraih tiga gelar pada 1999, Peter bermain 56 kali dan hanya kehilangan tujuh laga di semua kompetisi. Bahkan pada musim 1993/1994, ia bermain 60 kali. Ini belum ditambah pertandingan yang melibatkan tim nasional.
Peter sebenarnya tidak ingin tempatnya sebagai kiper utama tergusur, namun ia menginginkan tempatnya sering di rotasi. Pasalnya tenaga Peter juga digunakan pada ajang-ajang piala. Saat itu, ia berharap posisinya bisa dirotasi dengan Raimond van der Gouw, yang justru kesulitan mendapatkan menit main, dalam beberapa kesempatan. Namun alih-alih meminta untuk dirotasi, Peter justru memilih untuk hengkang ke Sporting. Keputusan ini yang ia anggap terburu-buru dilakukan karena seharusnya ia bisa kompromi dulu dengan Ferguson terkait masalah mental yang ia derita saat itu.
“Kami beberapa kali berbincang setelah final 1999 namun saya seperti, ‘Tidak, tidak, saya sudah membuat keputusan,’ namun setelah melihat lagi ke belakang, saya merasa kalau keputusan yang saya ambil terburu-buru. Manajer bisa bertanya kepada saya, ‘Apakah Anda yakin?’ tapi dia tidak melakukannya dan menerima kalau kepindahan ini harus terjadi.”
“Jika saya sedikit menahan diri, dan berkata kalau manajer bisa mengelola saya dengan baik, melihat usia saya, dan tidak bermain dalam pertandingan tertentu, mungkin segalanya akan menjadi jauh lebih baik bagi saya. Ketika kamu melihat ke belakang dan mengenang kembali keputusan yang telah kamu buat, maka saya tidak akan membuat keputusan seperti itu,” kata Peter.
Pada 2010 lalu, Andy Cole bercerita kepada The Nacional kalau Peter memilih Sporting dikarenakan iklim negara Portugal yang jauh lebih hangat karena kompetisinya cenderung memainkan pertandingan yang jauh lebih sedikit dibanding Inggris. Namun dua tahun setelah bermain untuk Sporting, Peter justru kembali ke Inggris dan memperkuat Aston Villa. Pada musim 2002/2003, ia justru memperkuat Manchester City. Keputusan memperkuat tetangga United yang pada akhirnya menimbulkan murka dari Gary Neville. Ketika keduanya bertemu di Maine Road, Gary menolak jabatan tangan mantan rekan setimnya pada musim 2002/2003.
“Begini, ketika itu ia bilang ingin pensiun. Tapi ternyata dia malah pindah ke klub lain. Kemudian dia kembali ke Inggris dengan seragam Manchester City dan itu tidak bisa ditolerir. Saya penggemar United, dan saya tidak akan pernah berani bermain untuk Leeds United, Liverpool, atau bahkan Manchester City,” tuturnya.
Peter mungkin semakin menyesali keputusan pindah dengan cepat setelah melihat United yang kesulitan mencari pengganti dirinya setelah ia pergi ke Portugal. Butuh enam tahun bagi United untuk bisa mendapatkan pengganti Peter. Dalam rentang waktu tersebut, beberapa nama penjaga gawang sudah dicoba mulai dari Mark Bosnich, Massimo Taibi, Andy Goram, Fabien Barthez, Tim Howard, hingga Roy Carroll. Akan tetapi, dari semua nama tersebut tidak ada yang sebagus Peter. Kesulitan mendapatkan kiper kelas dunia akhirnya baru bisa diakhiri setelah United mendatangkan Edwin van der Sar dari Fulham.