Foto: Standard.co.uk

Sejak Ole Gunnar Solskjaer menjadi manajer permanen Manchester United, dia memiliki rekor buruk melebihi Unai Emery dan memenangi sedikit poin dibanding manajer MUFC lain yang pernah menangani klub ini setelah Sir Alex Ferguson. Sulit untuk mencerna mengapa klub senang dengannya.

Kepada Bapak Ole Gunnar Solskjaer

Semoga Bapak selalu diberi kesehatan dan sedang dalam suasana hati yang positif. Saya mendengar kalau gembok gerbang pintu masuk Carrington membeku sehingga pihak klub harus memanggil tukang untuk memotong gembok tersebut. Saya berharap kalau masalah itu tidak membuat Anda semakin pusing ya pak karena saya tahu Anda sedang berada dalam tekanan.

Oh ya, sebelum saya melanjutkan surat ini, saya mau memberi tahu kalau paragraf yang saya tulis miring pada bagian pembuka tersebut bukan berasal dari pemikiran saya tetapi dari Daniel Taylor, seorang penulis sepakbola di The Athletic yang pernah bekerja untuk The Guardian. Akan tetapi, saya juga tertarik dengan ucapan Daniel khususnya pada kalimat terakhir.

Karena sebenarnya saya juga bingung Pak, kenapa klub masih sayang sama Bapak meski di atas lapangan penampilan tim sebenarnya belum ada bagus-bagusnya untuk membuat Bapak disayang oleh klub dan juga penggemarnya.

Hasil lawan Aston Villa bisa menjadi contoh lho, Pak. Meski bermain imbang 2-2 tapi kenapa rasanya United seperti mengalami kekalahan. Ya masalahnya gimana ya, Pak. Lawan yang Bapak hadapi kemarin itu rekor tandangnya jelek banget, Pak. Cuma menang sekali dan lawannya juga sesama tim papan bawah. Selain itu, United mainnya di kandang sendiri lho. Tapi kenapa serangan berbahaya justru lebih banyak milik tim tamu ya?

Karena hasil itu, Bapak kini malah jadi manajer terburuk sepanjang sejarah klub. Rasio kemenangan Bapak hanya 27,3% setelah dipermanenkan. Jika ditotal dengan saat sebelum dipermanenkan rasio kemenangan yang dimiliki hanya 48%. Angka ini bahkan untuk sementara lebih buruk dibanding David Moyes, manajer yang kehadirannya tidak disambut ramah oleh penggemar United saat itu.

Yang menarik, Bapak justru masih dipertahankan oleh klub. Kalau di klub lain mungkin nasib Bapak sudah dipecat. Betapa sayangnya klub ini sama Bapak. Unai Emery saja yang memiliki rasio kemenangan 49% tetap dipecat oleh klubnya.

Bapak juga mendapat banyak dukungan dari orang-orang di sekitar Bapak. Bahkan pihak klub berani menyebut kalau tidak ada orang lain yang jauh lebih baik dibanding Bapak. Entah karena Bapak memang bisa melatih atau karena mereka kasihan dengan status Bapak yang merupakan legenda klub, namun perkataan ini menjelaskan betapa cintanya klub ini sama Bapak. Massimiliano Allegri, Mauricio Pochettino, Unai Emery, dan Laurent Blanc masih kalah kompeten dibanding Bapak.

Masalahnya, Bapak seperti tidak atau belum bisa memanfaatkan dukungan banyak pihak dan rasa sayang tersebut dengan baik. Contoh nyatanya ya bisa dilihat di atas lapangan. Permainan tim masih tidak terlalu istimewa padahal liga sudah berjalan 15 pekan. Tidak terlihat identitas apa yang mau dipakai setiap pertandingannya.

Setiap pekannya, Bapak seperti hanya bisa mengandalkan satu metode permainan saja yaitu serangan balik. Permainan United baru berjalan lancar hanya ketika menghadapi tim-tim yang berani meladeni permainan dengan terbuka. Seperti melawan Spurs pada pertandingan terakhir. Saya mengakui kalau itu adalah pertandingan terbaik United bersama Bapak. Tapi ya itu sama saja menandakan kalau tim ini belum bisa konsisten.

Ketika tim lawan bermain rapat, United seketika bingung harus melakukan cara apa. Laga melawan Aston Villa terlihat jelas Pak. Para pemain Bapak banyak sekali yang pasif. Hanya Juan Mata yang punya inisiatif untuk mencari ruang dengan bergerak tanpa bola. Namun pemain seperti Martial, Rashford, dan James hanya bisa berdiri saja. Kalau sudah begini ya serangan jadi buntu Pak. Namun ketika buntu, Bapak seperti tidak punya pilihan lain selain mengganti pemain tapi tidak dengan mengubah gaya permainan.

Apakah itu instruksi dari Bapak untuk bermain pasif? Saya sih tidak yakin karena Bapak kan pernah bilang kalau tiga pemain depan Bapak itu adalah pemain yang rajin mengelabui lawannya dengan pertukaran posisi mengandalkan kecepatan mereka.

Hal ini sangat aneh sebenarnya. Saat Bapak masih menjadi pekerja magang, Manchester United bermain sangat menghibur dan bisa mengatasi lawan dengan gaya permainan apa pun. Namun kenapa saat ini sepertinya tim baru bisa bermain bagus kalau lawannya juga berani bermain terbuka ya Pak? Bahkan menghadapi Crystal Palace dan Aston Villa saja kesusahan. Bahkan saat melawan Southampton, tim yang dihancurkan 9-0 oleh Leicester, United juga tidak bisa menang.

Kadang suka bingung nih Pak Ole, di latihan para pemain ini berlatih apa sih? Soalnya kesalahannya itu-itu saja Pak. Kreativitas, serangan tidak bisa sampai depan, pemain pasif, sudah pasif sulit diumpan juga.

Tapi ada yang lebih lucu lagi Pak, hasil-hasil tersebut seperti tidak terlalu menjadi masalah bagi Bapak. Setiap tim gagal menang dan bermain buruk, Bapak selalu menyebut “tim ini seharusnya bisa menang”, “kami tidak beruntung”, hingga menyebut kalau tim ini kekurangan daya magis.

Yang terbaru, Bapak berkata bahwa para pemain bapak lebih banyak bermain mendekati kemenangan ketimbang mendekati kekalahan. Masalahnya, kata “mendekati” bukanlah hasil yang ada dalam permainan sepakbola. Permainan ini hanya mengenal tiga hasil yaitu menang, seri, dan kalah. Tidak ada mendekati menang, mendekati seri, atau mendekati kalah. Sejarah hanya mencatat siapa yang menang dan siapa yang kalah, bukan siapa yang mendekati menang atau yang mendekati kalah.

Bapak juga menyebut kalau saat ini posisi klasemen tidak begitu penting hanya karena jarak poin yang dekat satu sama lain. Akan tetapi, klasemen itu berguna untuk melihat mutu dari kesebelasan tersebut. Jarak poin yang dekat pun sebenarnya tidak sebatas dengan posisi di atas melainkan juga di bawah. Sewaktu-waktu, tim ini bisa kembali terperosok jika Bapak memilih untuk abai terhadap posisi tim di klasemen sementara.

Saya mengerti kalau hasil-hasil buruk ini dipengaruhi dengan cederanya beberapa pemain. Hilangnya Pogba dan McTominay memang berdampak besar. Tapi, apakah kegagalan United dalam meraih kemenangan selalu disebabkan karena hilangnya dua pemain ini? Saya rasa tidak mengingat Bapak juga pernah membuat tim ini bermain baik dan menang tanpa dua pemain ini di atas lapangan.

Oh ya, Pak. Banyak yang bilang kalau tim ini butuh pemain kreatif. Saya setuju dengan anggapan mereka. Namun pemain kreatif juga tetap tidak akan memberi dampak Pak kalau pada aplikasinya pemain juga malas bergerak untuk mencari ruang yang bisa dimanfaatkan pemain kreatif tersebut.

Pak Ole, saya juga tahu kalau tugas Bapak sangat sulit dan Bapak baru menjalani satu kali bursa transfer. Namun perlu diingat, Bapak sudah mendapat lampu hijau untuk membuang pemain yang menurut Bapak tidak lagi dibutuhkan. Tidak tanggung-tanggung lho Pak jumlahnya. Ada tujuh pemain yang jadi korban perubahan Bapak.

Di luar pemain yang direkrut pada bursa transfer, secara tidak langsung Bapak punya tanggung jawab untuk memaksimalkan pemain yang ada untuk bermain bagus di atas lapangan. Mereka-mereka ini yang menurut Bapak masih layak untuk dipertahankan. Apakah skuad yang Bapak pegang sekarang memang tidak mampu untuk mengalahkan tim-tim seperti Southampton, Aston Villa, bahkan Bournemouth? Saya rasa sih tidak, Pak.

Kami sebagai penggemar mengerti kalau proses itu sangat penting. Namun perlu diingat Pak kalau proses juga butuh progres sehingga ada keyakinan di sana kalau tim ini suatu saat bisa layak disandingkan dengan kesebelasan yang saat ini berada pada papan atas. Paul Scholes, orang yang membela Bapak lho yang bilang seperti itu.

Yang membuat prihatin lagi, sebenarnya bukan Bapak saja yang patut disalahkan. Orang-orang di atas Bapak yang memberi tanggung jawab kepada Bapak juga menjadi biang kerok dari permasalahan ini. Namun sekali lagi, orang-orang di atas Bapak tidak bekerja di area teknik lapangan. Mereka hanya bekerja di balik layar. Menjadi tanggung jawab Bapak untuk hal-hal yang berkaitan dengan permainan tim di atas lapangan. Perlu diingat Pak, kalau sejak April 2019 United baru menang enam kali di Premier League. Semoga Bapak tidak lupa dengan catatan tersebut.

Demikian surat yang tidak mungkin sampai kepada Bapak ini saya sampaikan. Tapi setidaknya, surat ini sudah mewakili keluh kesah para penggemar klub yang sebenarnya mengharapkan Bapak untuk bisa sukses di klub ini. Semoga saja Bapak sudah bisa memperbaiki penampilan tim ini hingga bulan Mei nanti. Bapak sudah pasti tidak mau kan dipecat lagi untuk kedua kalinya setelah menangani klub Inggris?

Salam

SetanMerah.net