Foto: Eurosport

Jika Romelu Lukaku sering diminta untuk mencetak gol ke gawang tim besar saat masih berseragam Manchester United, maka lain halnya dengan Marcus Rashford. Pemain muda Setan Merah ini justru sedang diminta untuk aktif membobol gawang tim-tim kecil.

***

Hal ini bukan dikarenakan Rashford tidak cukup aktif mencetak gol pada musim ini. Sebaliknya, musim 2019/20 merupakan musim terbaiknya sejak mentas bersama tim utama Februari 2016 silam. Dari 21 pertandingan yang sudah dimainkan. Rashford sudah mencetak 13 gol. Catatan ini sudah menyamai prestasi terbaiknya pada musim 2017/18 dan 2018/19.

Dari 13 gol tersebut, 10 diantaranya dibuat di Premier League. Catatan ini juga sudah menyamai torehan terbaiknya pada musim lalu. Mengingat Premier League baru berjalan 16 pekan, maka terbuka kemungkinan Rashford membuat lebih dari 10 gol. Syukur-syukur bisa menjadi pemain United pertama yang bisa membuat 20 gol di Premier League dalam semusim sejak Robin van Persie.

Yang lebih hebatnya lagi, sembilan dari 13 gol Rashford musim ini dibuat ke gawang tim-tim elite. Empat gol ke gawang Chelsea, dua gol ke gawang Spurs, dan masing-masing satu gol dibuat ke gawang Leicester City, Liverpool, dan Manchester City. Total sudah ada 16 gol dibuat ke gawang kesebelasan langganan top six sejak 2016 atau seperempat lebih sedikit dari total golnya di United.

Catatan tersebut menggambarkan betapa luar biasa mentalitas seorang Rashford dalam menghadapi laga-laga penting. Laga-laga yang mempertemukan kesebelasan dengan kepentingan yang sama atau kepentingan yang lebih tinggi dari United. Tak ayal, julukan Big game player disematkan kepada pemain berusia 22 tahun tersebut.

“Rashford sangat matang ketika melawan para pemain dari tim-tim top Premier League. Kami tentu berharap kepadanya karena Rashford mampu konsisten untuk menunjukkan performa hebatnya,” tutur Solskjaer.

Memiliki pemain dengan mentalitas seperti Rashford, mentalitas yang tidak kerdil di depan lawan besar jelas sangat berguna. Ia bisa menjadi tumpuan sekaligus pembeda bagi tim ketika berada dalam situasi terkunci. Permainannya bisa memancing lawan untuk melakukan hal konyol. Dua penalti terakhir yang dia eksekusi dengan bagus didapat setelah lawan begitu ceroboh dan ketakutan melihat pergerakannya di sisi kiri. Sisi yang memang menjadi tempat ideal Rashford di atas lapangan seperti penuturan Jose Mourinho.

Akan tetapi, ada anomali yang turut menyertai Rashford pada musim ini. Sama seperti dengan timnya, Rashford sejauh ini baru sebatas jago ketika melawan tim-tim besar. Ketika menghadapi kesebelasan kecil tak ayal ia tidak bisa mencetak gol bahkan tidak memiliki kontribusi sama sekali. Inilah yang membuat ia bermasalah dalam hal konsistensi.

Ia memang masih mencetak gol ketika melawan Brighton, Norwich, dan Sheffield United. Akan tetapi, sosoknya menghilang ketika United melawan Crystal Palace, Southampton, West Ham United, Bournemouth, dan Aston Villa. Kesebelasan yang seharusnya mudah dibobol oleh pemain yang kerap tampil luar biasa ketika melawan tim besar seperti Rashford.

Perbedaan gaya main menjadi alasan utama mengapa Rashford bisa menggila melawan tim besar namun lenyap ketika berhadapan dengan tim-tim papan tengah ke bawah. Kesebelasan papan atas akan menghadirkan permainan yang saling menyerang satu sama lain. Ketika menyerang, maka banyak ruang kosong yang tercipta. Ruang-ruang kosong ini yang dimanfaatkan betul oleh United termasuk Rashford. Ia akan memanfaatkan kosongnya ruang yang ditinggal lawan dengan kecepatan dan akselerasinya. Hal ini yang membuat taktik Solskjaer bisa berjalan dengan baik.

Akan tetapi, ruang kosong ini menjadi barang langka ketika mereka melawan tim-tim papan tengah ke bawah. Kebiasaan mereka bermain menunggu sukses membuat United kekurangan ide. Mereka yang hanya bisa bermain dengan taktik serangan balik dibuat menjadi kurang kreatif sehingga aliran bola mereka hanya bisa berpindah dari kiri ke kanan tanpa adanya variasi serangan yang bisa membongkar pertahanan rapat tersebut. Inilah yang membuat United musim ini belum bisa dibilang bagus dan Solskjaer menjadi bulan-bulanan akun Troll karena gemar sedekah poin.

Laga melawan Aston Villa menjadi contoh betapa Rashford (dan para pemain lain) tidak berdaya sama sekali ketika melawan kesebelasan-kesebelasan yang bermain rapat. Saat James sudah berhasil melakukan sprint di sisi sayap, movement dari Rashford kerap tidak terlihat karena ada pemain belakang yang sudah menunggu. Ditambah dengan chemistry yang belum terjalin baik antara Rashford, James, dan Martial membuat serangan-serangan United menjadi mentah.

***

Perbandingan tim besar dengan tim kecil di Premier League jelas tidak setara. Klub-klub besar hanya menghadirkan 10 pertandingan saja, sedangkan United bermain 28 kali ketika melawan tim-tim papan tengah ke bawah. Rashford jelas harus memperbaiki mentalitasnya, terutama ketika melawan tim-tim kecil jika ingin membawa United kembali menjadi juara liga atau paling tidak menjadi top skor Premier League. Setidaknya, ia memiliki modal yang cukup bagus yaitu penampilannya yang apik ketika melawan tim-tim besar.