Foto: Twitter Sheffield United

Apakah para penggemar United masih ingat sosok Ravel Morrison? Salah satu pemain yang kerap disebut sebagai lulusan terbaik akademi United ini akan kembali berkiprah di Premier League pada musim 2019/20. Pada Selasa (16/7) kemarin, ia resmi memperkuat kesebelasan promosi yaitu Sheffield United dengan kontrak berdurasi satu tahun.

Keputusan ini diambil dua pekan setelah si pemain mengikuti sesi trial di Portugal bersama kesebelasan yang dijuluki The Blades tersebut. Manajer mereka, Chris Wilder, mengaku terkesan dengan apa yang ditampilkan Ravel selama masa uji coba. Sekarang, Ravel tinggal menyesuaikan diri dengan para rekan setimnya yang sudah melakukan pertandingan pra-musim.

“Ravel adalah bakat yang tidak diragukan dan kami senang bahwa kami telah membuat kesepakatan yang cocok untuk semua pihak. Dia punya kemampuan serius. Kami mendapatkan pesepakbola yang fantastis dengan silsilah luar biasa dan ini adalah peluang bagus bagi Rav, kami yakin dapat membantunya kembali ke level yang diinginkan,” tutur Wilder.

Bagi Ravel, Sheffield diharapkan menjadi tempat yang tepat bagi dirinya untuk memulihkan karier sepakbolanya yang terbilang berantakan. Ia pun mengaku senang bisa kembali mencicipi Premier League, kompetisi yang seharusnya menjadi panggung bagi dirinya apabila ia tidak mendapatkan banyak masalah.

“Sangat menyenangkan bisa kembali ke Inggris lagi dan memulai karier saya lagi. Sebelum saya pergi (ke Portugal), mereka membuat saya merasa takjub dengan sambutannya. Keputusan menerima pinangan Sheffield begitu mudah diterima karena Premier League adalah kompetisi hebat yang diisi oleh manajer hebat,” ujarnya.

Kompetisi Premier League sebenarnya bukan kompetisi yang asing bagi Ravel. Pada musim 2013/14, ia pernah mencicipi liga yang katanya paling kompetitif ini bersama West Ham United. Kesebelasan yang menampung talentanya meski sudah membuat banyak sekali masalah di Manchester United. Saat itu, ia bermain dalam 21 pertandingan dan mencetak lima gol. Salah satu golnya dibuat dengan proses yang apik ke gawang Tottenham Hotspur melalui solo run. Gol yang membuat Sam Allardyce berkata kalau Ravel adalah salah satu pemain jenius yang pernah ia bina.

Namun setelah gol tersebut, performa Ravel begitu inkonsisten dan beberapa kali terkena cedera. Ia pun akhirnya berkali-kali dipinjamkan ke beberapa klub seperti Birmingham City, QPR, dan Cardiff City, sebelum hijrah secara permanen ke Lazio. Bersama klub dari kota Roma tersebut, kariernya tidak kunjung menanjak. Ia bahkan harus terdampar ke Liga Meksiko untuk membela Atlas. Pada musim kompetisi 2019, ia kembali ke Eropa untuk bermain bersama kesebelasan Swedia, Ostersund.

Banyak Talenta, Namun Banyak Ulah

Ravel sebenarnya punya masa depan yang bagus untuk menjadi pesepakbola hebat. Tanyakan saja kepada Sir Alex Ferguson. Manajer paling sukses sepanjang sejarah United ini menyebut kalau Ravel adalah pemain muda terbaik yang pernah ia lihat. Bahkan legenda United, Paddy Crerand, menyebut Ravel sebagai pemain muda terbaik setelah George Best.

Ia punya visi permainan yang luar biasa sebagai seorang gelandang. Kedua kakinya juga sama-sama bagus. Selain itu, ia mempunyai kecepatan dan akurasi umpan yang mumpuni. Ia bahkan lebih dulu dinilai sebagai calon pemain hebat di dunia ketimbang rekan setimnya di tim akademi United, Paul Pogba.

Akan tetapi, segala aksi hebatnya di atas lapangan tersebut tidak diimbangi dengan perilakunya di luar lapangan. Ia dikenal sebagai pemuda yang gemar bolak-balik ruang pengadilan. Ia sempat mengintimidasi pemuda berusia 15 tahun di jalanan. Selain itu, ia diduga kerap melakukan beberapa pencurian di ruang ganti.

Attitude yang dimiliki Ravel sempat membuat Ferguson kebingungan. Ia bahkan pernah meminta gaji senilai 15 ribu paun. Tentu saja hal itu ditolak oleh sang manajer mengingat statusnya masih sebagai pemain muda dan belum memberikan prestasi mentereng bersama Setan Merah. Hal ini pula yang membuatnya dilepas ke West Ham pada tahun 2012.

Karakter bengalnya tidak pernah berhenti meski sudah berpindah klub dan mendapatkan gaji layak (20 ribu paun di West Ham). Ketika bermain untuk The Hammers, ia pernah ketahuan merokok, mabuk-mabukan, dan berpesta bersama teman-temannya. Ia juga pernah mengunggah foto dirinya sedang memegang minuman keras saat dipinjamkan ke QPR. Begitu juga ketika ia bermain untuk Lazio saat ia mengeluh dan membuat caption “January” pada akun Twitternya.

“Ravel Morrison adalah kasus pemain yang paling menyedihkan. Dia punya bakat tapi dia berkali—kali terkena masalah. Menyakitkan rasanya menjualnya ke West Ham karena dia bisa menjadi pemain fantastis. Selang beberapa tahun, dia tidak kunjung berubah menjadi orang dewasa,” tutur Fergie dalam bukunya.

***

Beberapa waktu lalu, Ravel pernah berkata kepada Manchester Evening News kalau citra jelek yang digembar-gemborkan media ternyata tidak sepenuhnya benar. Ia bahkan sempat heran kenapa orang-orang mempermasalahkan perilakunya yang suka minum-minuman keras disaat ada pemain lain yang pernah melakukan hal serupa. Seolah-olah hanya dirinya saja yang tidak diperbolehkan untuk minum-minuman keras.

Para penggemar United juga sudah tidak sabar untuk melihat aksinya yang sebelumnya lebih banyak tampil bersama tim akademi. Apakah benar ia sebagus penilaian Ferguson dan Crerand, atau jangan-jangan kariernya memang sudah habis dan kini menjelma sebagai pemain medioker.

Apa pun yang akan terjadi kedepannya, Premier League musim 2019/20 sudah pasti akan menjadi kompetisi yang menarik bagi Ravel. Tidak hanya sebatas kembali ke liga terbaik dunia, ia juga akan bertemu teman-temannya yang bahu-membahu bersamanya untuk memberikan trofi FA Youth Cup delapan tahun lalu seperti Michael Keane, Paul Pogba, dan Jesse Lingard.