Foto: Manchester Evening News

Ketika tempat yang selama ini dipijak tidak lagi memberi kebahagiaan, maka pindah merupakan solusi yang tepat untuk memperbaiki keadaan.

Beberapa bulan yang lalu, media sosial ramai dengan kasus seorang selebgram yang melarikan diri saat menjalani karantina sepulangnya dia dari perjalanan ke luar negeri. Si selebgram hanya menjalani tiga dari delapan hari karantina yang harus dilakukan.

Di tengah kontroversi kasus tersebut, muncul kalimat “Buna Berhak Bahagia.” Kalimat ini beberapa kali nangkring di media sosial. Buna sendiri adalah panggilan akrab sang selebgram yang memiliki 6,5 juta pengikut di Instagram. Jumlah yang membuktikan kalau dia lebih terkenal ketimbang Fred yang hanya memilik 2,1 juta pengikut.

Pada awalnya, cuitan “Buna Berhak Bahagia” ini ditujukan sebagai dukungan kepada si selebgram ketika bercerai dengan suaminya. Akan tetapi, dalam kasus kaburnya dia dari karantina, cuitan tersebut dipakai sebagai bentuk sindiran.

Ya, dengan embel-embel “Berhak Bahagia”, si selebgram seperti bebas untuk melakukan apa saja meski masuk dalam koridor melanggar sekalipun.

***

Bagi Martial, salah satu pemain favorit dia adalah Ronaldinho. Alasannya sederhana karena Ronaldinho sering tersenyum di atas lapangan. Dengan senyumnya, pemain Brasil ini bisa enjoy di atas lapangan.

Kontras memang jika dibandingkan dengan Martial. Pribadinya kerap dikritik karena raut mukanya yang datar. Kita masih ingat meme nya yang menunjukkan ekspresi datar Martial yang justru sudah terjadi sejak bocah.

Foto: Pinterest

“Mungkin aku terlihat jarang tersenyum karena aku berkonsentrasi. Saya bisa meyakinkan kamu semua kalau saya adalah orang yang gampang tertawa karena saya selalu berusaha untuk bahagia ketika di luar lapangan,” tuturnya.

Akan tetapi, kebahagiaan ini sepertinya sedang hilang dalam diri Martial. Dalam kurun setahun terakhir, Manchester United seperti bukan menjadi tempat yang bisa membuatnya ceria lagi sebagai manusia. Opsi pindah kini sudah ada di dalam pikirannya yang kemudian diungkapkan langsung oleh sang agen.

“Keinginan dia adalah pergi dari Manchester United pada Januari nanti. Saya akan berbicara dengan mereka,” kata sang agen, Philippe Lamboley.

Sebenarnya bukan kali ini saja Lamboley membeberkan nasib kliennya. Tiga tahun yang lalu, ia sudah pesimis dengan nasib Martial yang tidak lagi mendapat banyak kesempatan bermain. Belum lagi dengan kontraknya yang hampir berakhir. Namun, Martial saat itu bisa kembali bahagia karena kedatangan Ole Gunnar Solskjaer yang disusul kontrak baru hingga 2024.

Martial memang menjadi kasus yang unik dalam tubuh Manchester United. Sulit untuk menilai apakah dia pemain yang bagus atau pemain yang buruk. Catatan 79 gol dan 50 assists selama di United tentu bukan pencapaian remeh. Namun, beberapa dari suporter juga tidak suka dengan kehadirannya di atas lapangan yang kerap dianggap tidak memberi pengaruh signifikan. Ini yang kemudian membuat kita menghabiskan banyak waktu untuk menilai sang nomor 9.

Kita tentu masih ingat saat Martial bisa menjadi game changer klub pada awal kedatangannya. Gerakannya yang licin dalam debutnya melawan Liverpool membuat kita sadar kalau julukan The Next Thierry Henry layak disematkan kepadanya. Belum lagi gol telatnya pada semifinal Piala FA melawan Everton yang membuat ekspektasi kepada dirinya semakin besar.

Catatan 17 gol pada musim debutnya saat itu membuat uang 58 juta pounds yang dikeluarkan klub dianggap sebagai jumlah yang layak. 50 million down the drain, cause Tony Martial scores again, begitu balasan suporter United kepada media yang mengolok-ngoloknya.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, media sepertinya telah memprediksi dengan benar nasib Martial di United. Akun gol Martial memang masih bertambah tapi jumlahnya tidak signifikan. Ia tidak pernah konsisten mencetak lebih dari 15 gol per musim. Satu-satunya musim dimana Martial moncer adalah pada musim 2019/20 ketika ia sukses membuat 23 gol.

Musim lalu, ia hanya membuat 7 gol yang tentu saja jauh dari catatan musim sebelumnya. Musim ini, ia bahkan baru membuat satu gol saat United ditahan Everton. Setelah gol itu, sosoknya mulai menghilang dengan 2 menit melawan Arsenal sebagai penampilan terakhir.

Penurunan performa yang ia alami bukanlah salah Martial semata. Banyak faktor yang memberi pengaruh. Banyaknya pelatih berbeda yang menanganinya merupakan salah satunya.

Martial lebih sering menjadi winger ketika Mourinho datang. Ia kemudian kembali sebagai penyerang tengah saat klub dilatih oleh Ole Gunnar Solskjaer. Awalnya, keputusan ini berjalan dengan baik jika melihat catatannya pada musim 2019/2020. Akan tetapi, tidak jarang juga kalau keberadaannya membuat serangan United macet karena penampilannya yang juga tidak pernah konsisten.

Belum lagi kehadiran Edinson Cavani yang saat itu memberi dampak yang tidak kalah signifinkan. Ditambah dengan CR7 pada musim ini yang langsung membuat banyak gol. Praktis, hal ini membuat peran Martial di dalam klub semakin mengecil.

Menurut The Athletic, posisi asli Martial adalah seorang penyerang tengah nomor 9. Meski Martial punya kemampuan dribel yang mumpuni, namun kelebihannya dalam penempatan posisi dan kecepatan membuat dia lebih pantas bermain sebagai penyerang tengah.

Ia hanya tinggal menjauh dari jebakan offside atau bergerak mencari ruang kosong yang ditinggalkan pemain belakang. Golnya ke gawang Manchester City dan Chelsea pada musim 2019/2020 adalah fakta betapa cakapnya Martial sebagai penyerang tengah.

“United ingin orang yang bisa mencetak gol, pemain yang berlari cepat di belakang garis pertahanan lawan dan menusuk pertahanan lawan. Jika saya mempunyai pemain seperti Martial, maka dia adalah pemain nomor sembilan saya,” kata Thierry Henry.

Masalahnya, kasus Martial tidak langsung selesai hanya dengan memainkannya sebagai penyerang tengah. Ia butuh suplai dari pemain di sekitarnya dan ruang untuk memenuhi atribut permainannya.

Sayangnya, kita masih ingat betapa Ole lebih mementingkan serangan balik dan permainan satu lawan satu dengan memaksimalkan skill individu pemainnya. Inilah yang membuat United sering kesulitan menghadapi lawan dengan blok rendah karena mereka memilih bermain dengan cara tersebut.

Di era Rangnick, United dituntut untuk bermain dengan cara yang baru. Mereka harus bermain dengan operan-operan pendek cepat yang memaksimalkan pemosisian pemain dan pergerakan tanpa bola. Lantas, apakah dengan masuknya Rangnick maka hal itu membuat peruntungan Martial berubah?

Mengingat CR7 kini sudah membuat 13 gol dan kehadiran Cavani yang memberi dampak instan ketika melawan Newcastle, maka pindah memang sudah menjadi jalan yang tepat bagi Martial untuk memperoleh kebahagiaannya kembali di dunia sepakbola.