Selepas menjadi asisten Louis van Gaal pada 2014 hingga 2016, Ryan Giggs begitu berambisi untuk bisa menangani sebuah kesebelasan dan menjadi manajer utama. Tercatat saat itu banyak klub-klub dari kompetisi Championship dan League One tertarik untuk menggunakan jasanya. Hanya saja semua klub tersebut mendapat penolakan dari Pria Wales tersebut.

Baru-baru ini, pemain yang akrab dengan nomor 11 tersebut mengungkapkan kepada The Times alasan mengapa dirinya begitu pemilih dalam mengambill tawaran sebuah kesebelasan. Menurut pria berusia 44 tahun tersebut, ia merasa bahwa dirinya sudah siap untuk menangani sebuah tim papan atas. Pengalamannya di Premier League dan menjadi Tangan Kanan Van Gaal dianggap sudah cukup untuk membawanya ke level tertinggi.

“Saya merasa lebih cocok untuk melatih tim top daripada melatih dari bawah. Saya tidak memiliki pengalaman, tapi saya telah menghabiskan seluruh karir saya di Liga Primer. Tidak hanya sebagai pemain tapi sebagai pelatih merangkap pemain dan asisten manajer. Saya tahu saya hanya memimpin United sebanyak empat pertandingan, tapi setelah dua tahun bersama Louis (Van Gaal) saya merasa jauh lebih siap untuk menjadi manajer,” ujarnya.

Ucapan Giggs tersebut sontak mendapat kritikan dari beberapa pihak. The Times sendiri kebanjiran banyak komentar. Beberapa di antaranya merasa heran mengapa pemain sehebat Giggs tidak ingin berproses terlebih dahulu dengan menangani tim-tim di level bawah melainkan ingin langsung secara instan menangani tim papan atas.

Akun atas nama David Barrow berkomentar, “Dia adalah pemain hebat tapi bukan berarti dia langsung bisa mendapat pekerjaan tertinggi. Dia tidak menunjukkan apapun sebagai asisten dan hanya menangani United dalam 4 laga saja.”

Komentar senada juga keluar dari akun bernama Nigel Toye. Ia menyebut Giggs harus belajar bagaimana cara menangani sebuah kesebelasan. Menurut Nigel kebanyakan orang-orang tidak mengawali usahanya dari posisi puncak.

Apa yang diucapkan David dan Nigel sebenarnya layak untuk dicermati oleh Giggs. Tidak ada kesebelasan besar yang mau ditangani oleh seorang pria yang pengalamannya hanya menangani empat pertandingan saja. Pemain yang pensiun pada 2014 ini sebenarnya sempat dikait-kaitkan dengan beberapa klub Premier League seperti Everton dan Crystal Palace. Hanya saja kedua kesebelasan tersebut lebih memilih sosok berpengalaman seperti Sam Allardyce dan Roy Hodgson.

Beberapa hari terakhir, Giggs bahkan diisukan akan merapat sebagai manajer Swansea City. Si Angsa sedang berada dalam kekosongan jabatan setelah memecat Paul Clement. Hanya saja Giggs kembali menolak tawaran tersebut. Ia masih sakit hati ketika musim lalu Swans lebih memilih Bob Bradley meski saat itu ia sudah dihubungi untuk menjadi manajer Swansea.

“Pekerjaan itu (menjadi manajer Swansea) bukan untukku. Saya berbicara dengan mereka beberapa kali musim lalu dan kemudian mendengar di Sky Sports kalau mereka sudah menunjuk Bob Bradley. Saya tidak percaya bisnis dilakukan seperti itu. Jika mereka (setelah menunjuk Bradley) menelepon saya maka tidak masalah, tapi hal itu tidak terjadi.”

Bukan kali ini saja ambisi instan Giggs untuk menjadi manajer mengundang kritikan. Awal bulan lalu, ia dengan percaya diri menyebut siap untuk menjadi manajer timnas Wales. Saat ini, Si Naga memang sedang mengalami kekosongan jabatan setelah ditinggal mundur Chris Coleman.

Hanya saja keinginan Giggs tersebut mendapat penolakan dari para penggemar timnas Wales. Banyak diantara mereka yang masih merasa kecewa terkait sikapnya yang pensiun dari timnas pada 2007 meski ia masih sanggup bermain untuk United hingga tahun 2013. Kekesalan mereka semakin menjadi ketika pada 2012, dia menerima tawaran memperkuat kesebelasan Britania Raya pada Olimpiade London.

“Dia hanya bermain 64 kali untuk Wales. Jika dia bertahan lebih lama dia bisa memberikan banyak perubahan khususnya untuk pemain muda. Tapi selepas dia pensiun, dia tidak ada kontribusi untuk Wales. Tiba-tiba dia memperkuat Britania Raya dan itu tidak masuk akal. Caranya memperlakukan Wales di masa lalu menunjukkan kalau dia bukan orang yang tepat,” ujar Tommie Collins, penggemar Wales kepada BBC.

Ucapan dari Collins tersebut bahkan mendapat dukungan dari beberapa penggemar lain. Banyak yang tidak setuju apabila Giggs menjadi manajer timnas Wales berikutnya. Bahkan, beberapa saat setelah mundurnya Chris Coleman, muncul tagar #AnyoneButGiggs dan sempat menjadi trending topic di Wales selama tiga hari.

Menarik untuk melihat Giggs terkait ambisinya menjadi seorang manajer. Apakah dia mau berusaha dari level bawah sembari berproses, ataukah dia hanya sekadar menunggu tawaran dari klub top Eropa yang tidak jelas kapan akan datang.

Sumber: The Times, Sky Sports, Mirror