Foto: Mirror

Ryan Giggs muncul sebagai salah satu alumni Class of 92 di Manchester United, dan ia memberi wawasan tentang betapa sulitnya bermain di klub saat masih muda. Giggs juga memberikan wawasan yang mengungkap tentang keinginan untuk terus menang. Ada ambisi brutal yang mendorongnya untuk meningkatkan standar, yang memang sudah menjadi ciri khas dari Class of 92.

Di satu sisi, mantan pemain sayap asal Wales itu datang ke klub bersama Gary dan Phil Neville, Nicky Butt, Paul Scholes dan David Beckham. Namun meskipun berkumpul dengan mereka, ia mengungkapkan bahwa betapa kompetitifnya perjuangan ketika mereka mencoba untuk membuat jalan agar dapat bermain.

Sampai pada akhirnya Ryan Giggs menjadi pemegang rekor penampilan dengan bermain 963 pertandingan untuk United. Karena di sepanjang itu, ia memang menaruh keinginan kuat untuk selalu menang sebagai salah satu atribut kunci dalam kemajuannya. Ia selalu merinci untuk menelaah apa yang kurang dari dirinya saat latihan. Ditambah lagi terdapat ambisi brutal yang juga turut menyertainya.

“Ketika saya tumbuh dewasa di tim akademi secara harfiah, saya akan melakukan apa saja untuk memenangkan pertandingan lima lawan satu. Saya melawan teman-teman terbaik saya seperti Nicky Butt dan Paul Scholes. Kami akan saling menendang dan jika Anda kalah Anda harus menebusnya. Pertandingan itu diadakan delapan menit atau sembilan menit,” tutur Ryan Giggs kepada beIN SPORTS.

“Sedangkan dalam pengalaman saya sekarang, Anda melihat pemain keluar dan mereka baru saja kehilangan permainan kecil. Tapi mereka tertawa dan bercanda. Ya jika saya melihatnya seperti; ‘Anda baru saja banyak main-main dengan hal serius’. Bahkan jika itu (pertandingan lima lawan lima) tidak berarti apa-apa, setidaknya akan ada mentalitas kemenangan. Anda akan melakukan apa pun yang Anda bisa untuk menang.”

“Pelatih tim muda saya adalah Eric Harrison. Saya tidak ingat dia pernah memberikan tendangan bebas. Dia hanya akan membiarkan Anda memutuskan sesuatu. Dia hanya ingin Anda dituntut untuk menang, dan dia ingin perasaan itu membuat Anda bisa memperhitungkannya walau cedera. Mungkin para pemain sekarang tidak akan mengalami itu. Tetapi Anda harus menemukan mentalitas untuk menang dari dalam diri Anda entah bagaimana caranya. Sir Alex juga adalah penguasa permainan pikiran dan psikologi.”

Selain itu, Ryan Giggs mengingat latihan-latihan di bawah Harrison yang sangat serius dan ambisius. Salah satunya adalah latihan di mana para pemain United yang berbakat benar-benar harus menghadapi tim senior dari Merseyside. Dan Giggs, adalah salah satu pemain yang paling menjanjikan di laga itu. Ternyata ia memang sedang diuji oleh manajernya. Tentunya hal ini bertujuan menumbuhkan ambisi brutal –untuk terus menang– dari setiap pemain lulusan akademi.

“Saya bermain di pertandingan tim akademi, dan saya pikir waktu itu saya masih berusia 15 tahun. Kami bermain melawan Marine yang merupakan tim dari Liverpool, dan mereka semua adalah laki-laki berbadan kekar. Kiper kami terus menendang bola dengan mengarah ke atas kepala saya. Saya terus naik untuk menemukan posisi yang pas dan bermain mengikuti rimanya,” pungkas Giggs dikutip dari MEN Sports.

“Saya berkata kepada penjaga gawang waktu itu, ‘lakukan sesuatu yang berbeda’, tetapi Eric kemudian mengatakan kepada penjaga gawang kami untuk terus menendang bola agar sampai di atas kepala saya. Manajer saya ternyata sedang menguji saya untuk melihat bagaimana saya menangani pola skema itu.”

“Anda terus-menerus diuji di pertandingan yang bahkan sulit bagi Anda. Tapi pada akhirnya, Anda harus melalui itu, dan memang harus dipaksa bermain melawan seseorang dengan ukuran tubuh yang jauh lebih besar. Karena apa yang harus Anda lakukan adalah menjadi pesepakbola. Anda harus berjuang untuk itu.”

“Jelas sekali semua yang akan diterima bukan dari zona nyaman Anda. Karena itulah budaya. Kadang-kadang jika untuk kebaikan, fasilitasnya akan jauh lebih baik. Anda harus memiliki ambisi brutal. Anda bermain bola di lingkungan yang hebat, tetapi sebenarnya Anda juga belajar memecahkan setiap masalah sebanyak yang sudah dilakukan.”