Foto: Internewcast

Nemanja Matic belakangan ini melakukan Q&A bersama Football Beyond Borders untuk amal sembari memetakan perjalanannya dari desa Serbia ke Manchester United. Ia juga kemudian bercerita mengenai petualangan kebangkitannya melalui Benfica dan José Mourinho. Ya, Matic betul-betul mengalami perjalanan karier yang tidak biasa.

Wawancaranya dimulai dari perasaan terbarunya bersama United. Seperti yang diketahui, pasukan Setan Merah sedang tak terkalahkan dalam dua bulan terakhir. Namun sayangnya, itu semua langsung terhenti di 11 pertandingan akibat pandemi Virus Corona.

Kendati begitu, pencapaian terbaru timnya ini tetap membuat Matic merasa senang. Ia sangat menikmati momennya. Dan bagi pemain asal Serbia itu, pertandingan liga terakhir United –kemenangan 2-0 atas City dalam pertandingan derby– merupakan perolehan terbaik di puncak kariernya Old Trafford.

“Saya tidak bisa mengatakan saya tidak menikmati bulan ini di rumah. Saya tetap menikmatinya. Ya biasanya ketika kami (United) bermain, kami sering bepergian. Kemenangan terakhir tim ini sangat mengesankan bagi karier saya. Dan tim ini seringnya pergi setiap dua atau tiga hari untuk merayakan itu. Menyenangkan menghabiskan waktu bersama mereka,” ujar Matic dalam sebuah tautan video.

Di luar lapangan, Nemanja Matic memang sering berbicara seperti layaknya ia bermain. Bicaranya sangat terukur, pragmatis dan to the point. Oleh sebabnya ia mengambil bagian dalam sesi Q&A lewat Instagram Live dengan Football Beyond Borders. Para penonton Q&A kemudian mengajukan pertanyaan tentang jenjang kariernya yang bertingkat.

“Di desa saya di Serbia, saya dan lingkup di sekitar saya adalah orang miskin. Akan tetapi di sana kami memiliki rasa senang yang tinggi. Setiap hari kami berada di luar rumah untuk bermain sepakbola. Kami memiliki lebih banyak kebebasan daripada anak-anak hari ini,” tutur Matic dikutip dari The Guardian.

Matic sendiri tumbuh di Vrelo, 40 mil barat daya Belgrade. Sebagai gelandang serang yang menjanjikan di awal kariernya, ia sangat mengidolakan Zinedine Zidane. Namun lantaran ia tidak memiliki TV di rumah untuk menonton pertandingan, ia selalu mengumpulkan koran dan mencari berita tentangnya.

Keutamaan kerja keras dan ketekunannya inilah yang membentuk karakter dan bentuk permainannya di atas lapangan. Perjuangan tiada henti dan menggapai apa yang seharusnya digapai adalah pesan yang ingin disampaikan Matic kepada penonton Q&A dan generasi muda penerusnya.

“Saya selalu mengumpulkan kliping koran hanya untuk membaca tentang dia (Zidane). Saya sangat kagum dengannya, dan saya juga memasang foto-foto hasil temuan saya di koran itu untuk dinding kamar saya. Sejak dulu, saya selalu berjuang untuk melakukan hal-hal seperti ini, termasuk soal karier saya di sepakbola,” pungkas Matic.

“Jadi ikutilah terus mimpi Anda. Jangan pernah menyerah. Saya juga pernah memiliki banyak keraguan dalam karier saya. Saya banyak mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan selama ini, dan bahkan orang-orang banyak yang tidak percaya pada saya.”

“Tapi itu bukan masalah, selama diri Anda tetap memiliki kepercayaan diri. Saya tahu saya cukup baik, dan suatu hari saya akan membuktikan bahwa mereka salah.Saya pun akan menunjukkan kepada mereka bahwa mereka melakukan kesalahan besar dalam berpikir tentang saya. Dan itulah yang saya lakukan.”

Nemanja Matic pun mulai bercerita tentang awal kariernya di klub Slovakia bernama Kosice. Di sanalah ia lalu mendapatkan kepindahan pertama dalam kariernya, yaitu ke Chelsea pada 2009. Namun, ia dengan cepat dipinjamkan ke Vitesse. Dan tak lama setelahnya, ia digunakan sebagai bahan pertukaran transfer untuk bek Benfica –kala itu– David Luiz.

Di Portugal, Matic merasakan sebuah perubahan besar. Ia benar-benar seperti dibentuk kembali –dari yang sebelumnya gelandang serang kemudian menjadi gelandang bertahan– oleh pelatih Bencfica Jorge Jesus. Transformasi posisi inilah yang mengawalinya memiliki karakter permainan yang sangat kuat dan tangguh.

“Jorge Jesus sempat berkata jika saya mendengarkannya dan berlatih setiap hari, saya bisa menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Dan benar saja, perkataannya sangat mempengaruhi saya. Saya betul-betul mengalami perubahan besar. Benfica memang adalah klub yang mengubah hidup saya,” tutur eks pemain Chelsea itu.

“Saya merasakan transformasi yang mengesankan. Ketika saya muda, saya ingat saya pernah menerima banyak tekanan. Saya gugup saat melihat 70.000 orang di stadion. Sekarang, jika para suporter menyanyikan nama saya, saya hanya merasakan lebih banyak motivasi untuk berlari, untuk menendang orang! Haha… hanya bercanda.”

Setelah berkarier selama empat tahun di Benfica, Nemanja Matic lalu direkrut kembali ke Chelsea pada 2014 oleh Joe Mourinho. Di sisi lain Matic sendiri sangat kagum dengan Mourinho. Baginya, Mou adalah seorang manajer yang memiliki kepribadian yang agresif, dan hal itu sangat mirip dengan karakter permainannya.

“Saya sangat kagum dengan Mourinho. Namun hal itu bisa tergantung kondisi apa yang sedang terjadi. Jika Anda menang, dia adalah pria terbaik yang pernah ada. Tetapi jika Anda kalah, Anda harus bersembunyi darinya di tempat latihan. Tapi intinya, dia tetap pelatih yang luar biasa,” ungkap Matic.

Namun Matic sedikit menahan dirinya ketika ia membahas kepergian keduanya yang mengejutkan dari Stamford Bridge. Padahal di musim sebelum kepergiannya itu, ia berhasil memenangkan gelar Premier League bersama Antonio Conte. Sejauh ini, kepergian “tanpa alasan” dari Chelsea merupakan pertanyaan besar yang masih belum terjawab.

“Saya sangat senang di Chelsea. Akan tetapi saya pikir waktu itu adalah saat yang tepat untuk berganti klub. Ada alasan yang sulit bagi saya untuk mengatakannya sekarang. Saya tidak akan pernah melupakan waktu saya di sana, tetapi sekarang saya adalah pemain Manchester United,” ujar pemain berusia 31 tahun itu.

Intinya, di akhir Q&A Nemanja Matic ingin menekankan bahwa karier sepakbola adalah soal perjuangan. Jadi sekali lagi, jika ada seseorang ingin memiliki karier yang menanjak dan berjenjang seperti yang dialami Matic, maka ia harus memiliki etika kerja keras yang sama atau bahkan lebih dari pemain timnas Serbia itu.

“Saya bangun lebih awal untuk setiap latihan yan saya lakukan. Saya tidak pernah begadang. Bangun, berlatih, makan, dan tidur. Bahkan pada hari libur, pada akhir minggu saya perlu berlatih. Sepakbola adalah hidup saya. Saya menganggapnya sangat serius. Saya merasa seperti pemain profesional sejak saya berusia lima tahun,” tandas Nemanja Matic.