Foto: Sport Lens

Ole Gunnar Solskjaer bersikukuh bahwa skuat Manchester United musim 1998/1999 masih tetap menjadi tim Inggris terbaik sepanjang masa. Meski tim sekelas Liverpool, misalnya, yang tampil sempurna di musim ini, namun mereka masih dinilai tidak akan bisa menyamai prestasi treble United.

Liverpool sendiri memang hanya kehilangan lima poin dari 28 pertandingan mereka. Namun itu belum seberapa jika mereka tidak bisa meraih gelar selain gelar domestik di musim ini. Pasukan Jurgen Klopp itu juga sekarang sudah tidak bisa lagi menyamai prestasi treble United setelah mereka kalah dari Chelsea di Piala FA.

Tim berjuluk The Reds itu masih dapat mengumpulkan 109 poin jika mereka mampu memenangkan 10 pertandingan terakhir mereka. Atau setidaknya, mereka perlu 101 poin untuk bisa melampaui rekor City yang meraih 100 poin di musim 2017/2018. Tapi tetap saja sekali lagi, mereka masih belum mampu menyamai rekor yang pernah diraih United di musim 1998/1999.

Jika kembali membicarakan prestasi treble, akan selalu ada halangan bagi tim yang sedang mengejarnya. City misalnya, mereka sempat nyaris meraih treble di musim lalu, namun akhirnya digagalkan oleh Tottenham Hotspur di perempat final Liga Champions. Atau tim “The Invincibles” Arsenal pada 2003/2004, mereka juga gagal meraih treble setelah dikalahkan United di semi-final Piala FA dan Chelsea di babak delapan besar Liga Champions.

Yang disebut “The Invicibles“ sekelas Arsenal pun masih belum mampu menyamai rekor treble United. Bahkan mereka (Arsenal) sendiri tidak memenangkan gelar liga ama sekali sejak 2004. Sedangkan United, masih tetap abadi sebagai perebut gelar pertama treble di Inggris.

Oleh sebab itu, hal inilah yang menjadi alasan kenapa Ole Gunnar Solskjaer menganggap bahwa Manchester United masih menjadi tim terbaik di Inggris. Selain itu, Solskjaer juga sedikit menceritakan kronologi perjalanan mengapa United bisa mendapatkan tiga gelar tersebut.

“Tentu saja tim United tahun 1999 masih menjadi yang terbaik. Jika Anda melihat semi final saat melawan Arsenal, misalnya, penalti terakhir (dari Dennis Bergkamp) yang diselamatkan Peter Schmeichel adalah pertanda pertama. Bayangkan, jika dia (Bergkamp) mencetak gol, saya 99 persen yakin bahwa Arsenal akan meraih dua piala,” tutur Ole Gunnar Solskjaer dikutip dari MEN Sports.

“Karena keuntungan mental, kamilah yang akhirnya meraih tiga gelar di musim itu. Kami memiliki skuat yang sangat kuat, kami memiliki manajer yang tahu kapan harus memilih siapa dan bagaiman skemanya. Saya merasa dipercaya di kompetisi Piala FA. (Dwight) York dan (Andy) Cole bermain lebih banyak di liga dan Liga Champions. Anda sudah harus mengambil risiko, Anda harus bertaruh dan Anda juga harus beruntung. Kami memiliki semua itu.”

Bagi Solskjaer, Manchester United di musim itu merupakan tim yang penuh dengan kekuatan serta rasa optimisme. Menurutnya, semua pemain di tim ingin menjadi lebih baik setiap harinya, dan mereka semua ingin memenangkan setiap pertandingan di musim tersebut. Maka tidak heran kenapa status “treble” itu pada akhirnya berhasil disandang oleh pasukan Setan Merah.

“Saya bermain bersama Roy Keane, Gary Neville, Ryan Giggs, dan Paul Scholes. Kami semua ingin memenangkan sesuatu dan kami semua selalu ingin maju menjadi lebih baik. Bayangkan, kami bahkan ingin memenangkan sesi latihan pada hari berikutnya. Tim United 1999 adalah soal kepribadian dan dorongan pribadi, serta rasa lapar ingin memenangkan sesuatu,” ungkap Solskjaer.

“Saya tidak memiliki itu ketika saya datang ke United. Tapi setelahnya, saya bahagia, tersenyum, dan saya selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik yang saya bisa. Ketika saya datang ke sini, saya menyadari bahwa United bukan hanya tentang sepakbola, tapi lebih dari itu. Setiap pemain bukan hanya berusaha memperbaiki diri sendiri, tapi juga selalu berusaha merubah setiap keadaan menjadi lebih baik.”

“Itulah sebabnya saya mencoba upaya terakhir saya dan melakukan yang terbaik, karena saya harus 100 persen bermain untuk Manchester United. Anda harus 100 persen setiap hari jika Anda ingin memenangkan trofi. Kami hanya kalah empat pertandingan di tahun itu. Ini semua tentang trofi. Jika Anda bisa memilih pertandingan yang kalah, Anda lebih baik kehilangan tiga pertandingan di liga dan di pertandingan Piala Liga.”

 

Catatan redaksi: kutipan dilansir dari Manchester Evening News