Foto: Goal.com

Jesse Lingard sempat menjadi pahlawan bagi Manchester United pada rentang 2016 hingga 2017. Piala FA, Community Shield, dan Piala Liga merupakan tiga trofi yang didapat berkat andil pemain berusia 26 tahun tersebut.

Namun setelah itu, status pahlawan Lingard lambat laun bergeser. Segala pujian yang pernah diberikan kini berganti menjadi hujatan, makian, cacian, serta hinaan. Hingga sekarang, segala perkataan buruk kepadanya nampak belum mau berhenti bahkan berpeluang semakin membesar seiring performa tim yang belum konsisten di atas lapangan.

Lingard memang tidak setiap pekan bermain buruk. Pekan lalu misalnya, masuknya ia pada menit ke-45 justru membuat lini depan United semakin membaik dan bisa mencetak tiga gol ke gawang Sheffield United. Ia menjadi satu-satunya pemain yang bisa mengkreasikan empat peluang hanya dalam tempo 45 menit. Bisa dibayangkan jika Lingard tidak ada di sana, maka United mungkin tidak akan mendapat satu poin.

Sayangnya, hal tersebut tetap membuat namanya dihujat. Fakta kalau Lingard memperbaiki lini depan Setan Merah tetap tidak bisa menghapus rasa kebencian yang nampaknya sudah mengakar di dalam otak mereka. Terkadang Lingard memang bermain buruk, namun hal itu tidak selalu terjadi dalam setiap pertandingan.

Alasan Lingard begitu dibenci sebenarnya terbilang sederhana. Ia dibenci karena belum membuat gol dan asis selama 11 bulan terakhir. Namun ketika sederet jurnalis (lokal maupun internasional) menceritakan peran Lingard bersama Solskjaer yang tidak dibebankan mencetak gol, mereka tetap tidak puas. Bahkan betapa pentingnya peran Lingard bisa hadir dari munculnya nama dia sebagai pengawal bagi para pemain muda yang akan terbang ke Astana. Bukan De Gea, bukan Harry Maguire, tetapi Jesse Lingard.

Lingard bukannya tidak tahu kalau dirinya menjadi objek serangan verbal dari orang-orang yang mayoritas tidak ia kenal. Beruntung dia punya jiwa santai dan tidak mau ambil pusing dengan segala kritikan tersebut. Justru ia menyayangkan kalau hal yang ia alami saat ini juga dirasakan oleh pemain yang berusia jauh lebih muda dibanding dirinya.

“Banyak orang-orang yang berkata buruk di media sosial. Anda tidak bisa tertarik dengan semua hal tersebut. Saya tidak membaca segala komen mereka, saya juga tidak membaca koran. Itulah mengapa pemain muda sekarang sulit berkembang karena mereka tertarik dengan ucapan orang di media sosial dan apa yang orang lain katakan tentang mereka. Mereka tidak tahu seberapa baiknya diri mereka sendiri,” tutur Lingard dalam podcast Manchester United.

Ada proses panjang yang harus dijalani oleh pemain yang sebelumnya dipinjamkan ke beberapa klub tersebut. Sebelumnya, Lingard gemar membaca komentar dari orang-orang yang muncul pada media sosial pribadinya. Namun hal itu berpengaruh kepada performanya. Sekarang, ia memilih untuk tidak menggubris nada-nada sumbang yang mengomentari soal kehidupannya baik sebagai pemain sepakbola maupun sebagai seorang pria.

“Ketika awal-awal masuk tim utama saya masih membaca segala komentar tersebut, tetapi sekarang saya tidak lagi. Satu orang membencimu maka ada satu orang yang mencintaimu, itulah hidup. Anda harus terus maju karena kita harus bermain setiap minggu di depan 75 ribu orang. Di United, akan selalu ada kritik karena ini klub besar. Bagi kami sebagai pemain, kulit tebal itu sangat diperlukan untuk melanjutkan hidup.”

Selain media sosial dan permainannya, Lingard juga kerap dikritik karena dianggap lebih fokus mengurus merek pakaiannya JLINGZ. Terkait hal itu, ia juga membantahnya degan menyebut kalau dia tidak sesibuk yang orang pikirkan.

“Orang-orang berpikir kalau saya benar-benar terlibat dalam segalanya tetapi saya tidak mengirim pakaian-pakaian tersebut. Jika kamu pulang bersama saya, kamu hanya akan melihat Lingard yang membosankan. Saya hanya menonton Netflix setiap hari, setiap minggu. Saya tidak melakukan banyak hal,” ujarnya.

Apa yang ia ungkapkan di dalam podcast sebenarnya sudah pernah ia tuturkan dalam sebuah wawancara bersama ESPN delapan bulan lalu. Saat itu, balasan kepada pengkritiknya bisa dibilang sangat keras. Ia hanya menyebut kalau ia melakukan apa yang ia suka demi menjadi dirinya sendiri.

“Saya tidak berusaha membuat orang terkesan. Saya hanya menjadi diri saya sendiri. Saya suka menjadi orang yang unik. Saya merasa kalau setelah bermain sepakbola, saya adalah orang yang memberikan pengaruh. Saya merasa kalau apa yang saya lakukan sudah baik untuk para penggemar yang ingin mengetahui segala aktivitas saya.

***

Secara tidak langsung, Lingard nampaknya ingin meminta orang-orang untuk menghentikan segala hujatan yang ia terima dalam akun media sosialnya tersebut. Ia memang menyebut tidak akan pernah membacanya, namun siapa yang tidak risih ketika telepon genggamnya selalu memberikan notifikasi yang isinya pesan-pesanda dari para penghujatnya.

Namun entah kenapa, setelah tulisan ini tayang saya merasa kalau hujatan kepada Lingard justru semakin keras mengingat ia dinobatkan sebagai kapten tim pada laga melawan Astana.