Foto: GOal.com

Setelah menuai banyak pujian berkat kemenangan 4-1 menghadapi Republik Irlandia pada September lalu, kini manajer Wales sekaligus legenda Manchester United, Ryan Giggs, mulai akrab dengan kritikan. Hal ini disebabkan dengan hasil minor yang diraih The Dragons dalam lima pertandingan terakhir mereka.

Setelah kemenangan telak yang membuat banyak pihak melihat Wales tampil seperti United era Sir Alex Ferguson tersebut, Giggs hanya menorehkan satu kemenangan saja dari lima laga setelahnya. Satu-satunya kemenangan pun diraih ketika kembali menghadapi Republik Irlandia. Sementara pada empat pertandingan lainnya, mereka selalu kalah melawan Denmark (0-2), Spanyol (1-4), Denmark (1-2), dan Albania (0-1).

Kekalahan terakhir melawan Albania tidak bisa diterima para pendukung Wales mengingat Albania berada di urutan ke-60 dunia atau 33 tingkat di bawah rangking Wales. Hal ini yang membuat banyak pihak mulai mengkritisi kinerja sekaligus kelayakan Giggs dalam melatih.

Sejauh ini, Giggs sudah memimpin Gareth Bale dan rekan bertanding dalam sembilan pertandingan. Dari catatan tersebut, Wales meraih tiga kemenangan, satu kali seri, dan lima kali kalah. Mereka juga tidak bisa mencetak gol dalam empat pertandingan dan hanya tiga kali saja lini belakang mereka bersih dari ancaman.

Ada beberapa faktor yang membuat Wales di era Giggs tampil tidak terlalu konsisten menurut para pundit. Keputusan Giggs yang lebih suka memakai pemain-pemain muda menimbulkan kritikan. Di era kepemimpinan Giggs, rata-rata skuad Wales berada di usia 25,7 tahun atau lebih muda setahun dari usia tim saat menjalani laga terakhir kualifikasi Piala Dunia. Selain itu, ada 16 pemain yang diberikan debut oleh pemilik caps terbanyak Manchester United tersebut. Hal ini cukup menggembirakan dari sisi regenerasi tetapi dari segi kelayakan, banyak pemain muda yang dirasa belum layak memperkuat tim nasional senior.

“Niat Giggs sebenarnya sudah bagus yaitu untuk memberi kesempatan bakat-bakat muda untuk bermain. Terkadang keputusan itu menggembirakan namun di sisi lain tidak konsistennya permainan mereka membuat frustrasi. Sekarang dia harus belajar karena dia datang dengan miskin pengalaman,” tutur koresponden BBC, Rob Philips.

Giggs sendiri nampaknya masih kesulitan untuk menemukan siapa pemain yang cocok untuk mengisi skuadnya. Hal ini terlihat dari seringnya ia melakukan rotasi di setiap permainan. Sejak ditunjuk pada Maret 2018 lalu, Giggs sudah menggunakan 36 pemain yang berbeda. Dari jumlah tersebut, tidak ada yang bermain di seluruh pertandingan. Hal itu berarti, para pemain sekaliber Gareth Bale dan Aaron Ramsey pun terkena kebijakan rotasi di era Giggs.

Kritikan terakhir mengarah kepada gaya permainan Giggs yang terlalu asyik menyerang namun tidak memiliki keseimbangan di lini tengah maupun belakang. Hal ini yang membuat gawang mereka cukup rentan untuk dibobol oleh lawan.

Di era Giggs, Wales membuat rataan 4,7 tendangan ke gawang lawan. Angka ini cukup bagus untuk sebuah kesebelasan yang hanya memiliki satu pemain bintang saja di lini depan. Rerata gol mereka pun meningkat dari 1,06 gol per laga di bawah Coleman, menjadi 1,44 gol di era Giggs.

Akan tetapi, lini belakang mereka nampak sangat bermasalah. Ashley Williams cs, rata-rata mendapatkan 4,5 tembakan dari lawannya yang membuat angka kebobolan mereka justru semakin meningkat. Di era Coleman, lini belakang mereka hanya kebobolan rata-rata 1,1 gol sementara bersama Giggs angka kebobolan Wales menjadi 1,22. Tidak terlalu signifikan namun sangat berbahaya karena menandakan kalau lini belakang mereka masih mudah tertembus.

Giggs masih punya kesempatan untuk memperbaiki torehan minornya dalam tahun pertama menangani Wales. Pada Maret 2019 nanti, mereka akan melakoni kualifikasi Euro 2020. Kesempatan ini tentu tidak boleh disia-siakan mengingat empat tahun sebelumnya, Wales adalah semifinalis turnamen tersebut.

Selain membawa negaranya melangkah ke turnamen besar, Giggs juga dituntut untuk memperbaiki anggapan buruk orang-orang yang menyebut kalau legenda United tidak punya kemampuan dan kelayakan untuk menjadi seorang pelatih.