Foto: Hitc

“Kiper ketiga seharusnya diisi pemain muda. Biar mereka belajar menimba pengalaman sebelum naik pangkat.” Narasi itu keluar ketika Manchester United merekrut Lee Grant pada 2018 lalu. Ketika itu, mereka merasa Grant sudah terlalu tua sehingga tempat tersebut seharusnya diisi pemain muda.”

Namun, pengalaman apa yang didapat sang kiper muda tersebut ketika setiap pekannya hanya dibuat menunggu. Bukankah si pemain juga butuh panggung buat mengaplikasikan apa yang sudah didapat di tempat latihan. Lantas, kalau si pemain hanya duduk saja di bangku cadangan atau hanya bermain di tim U-23, bagaimana si pemain bisa bermain di level kompetitif di tengah usia yang semakin bertambah dan status kiper pertama dan kiper kedua yang tidak bisa dilengserkan.

Alasan ini yang membuat Sam Johnstone memilih hengkang pada musim panas 2018 lalu. Dalam benaknya, untuk apa ia menunggu David de Gea dan Sergio Romero hengkang karena hal itu tampak sulit terealisasi. Di sisi lain, usianya sudah memasuki usia matang sebagai pesepakbola sehingga ia butuh tempat reguler.

Beruntung ia mendapatkan apa yang diinginkan sejak ia memutuskan pindah ke West Bromwich Albion musim 2018/2019 lalu. Sam langsung menyegel tempat sebagai kiper utama dan bermain nyaris di seluruh pertandingan yang dimainkan The Baggies. Tidak ada penyesalan karena ia memang tidak berjodoh dengan Setan Merah.

“Saya ingin membuat debut kompetitif bersama United karena saya sudah lama di sana, tetapi itu tidak pernah terjadi. Tapi saya tidak memikirkannya karena sekarang saya sudah keluar dari sana dan bermain sepakbola di klub yang juga hebat dan semoga kami bisa kembali ke Premier League.”

“Bersama United, saya menjalani pendidikan yang baik. Semua orang di klub mengajari Anda, bukan hanya tentang sepakbola tapi juga nilai-nilai kehidupan, dan rasa hormat. Sekarang aku sudah menikmati waktuku bersama WBA dan saya tidak menyesal pernah meninggalkan Manchester United,” kata Sam kepada Manchester Evening News.

Pemain utama Tanpa Berseragam United

Nama Sam sudah ada di tim utama sejak 2011, namun sejak saat itu ia tidak pernah sekalipun berdiri dengan seragam United. Tujuh kali ia menjalani pinjaman yang berbeda-beda. Ia memang sering ketiban sial. Ketika masuk tim utama pertama kali, ia harus bersaing dengan De Gea, Lindegaard, dan Ben Amos. Hilang Amos masuklah Victor Valdes. Valdes pergi, giliran Romero yang masuk. Kalau sudah begini, tidak ada pilihan lain untuk hengkang karena pintu selalu tertutup dan kedua kiper utama United bermain konsisten.

“Saya hanya ingin main sepakbola. Tetapi kami saat itu punya kiper terbaik di dunia. Saya mengetuk pintu Jose Mourinho dan mengatakan kalau saya ingin dipinjamkan lagi dan dia mengizinkannya. Selama 18 bulan saya bermain untuk Aston Villa dan kemudian pergi ke West Brom (2018).”

Selama dipinjamkan ke beberapa kesebelasan, Sam sebenarnya tidak pernah tampil mengecewakan. Ia meraih sembilan clean sheets ketika bermain di Doncaster. Catatan nirbobolnya kemudian bertambah menjadi 13 saat bermain untuk Preston. Pada musim 2017/2018, ia membuat gawangnya 20 kali tidak kebobolan dari 45 pertandingan di Championship sekaligus menjadi kiper terbaik. Meski catatan tidak kebobolannya menurun menjadi sembilan (2018/2019) dan lima (musim ini), namun Sam tetap dianggap salah satu penjaga gawang yang bermain baik di kompetisi level dua ini.

“Pinjaman itu membuat Anda bertambah dewasa. Saya dipinjamkan pertama kali pada usia 18 ke Scunthorpe dan itu membuka mata saya tentang sepakbola laki-laki yang sebenarnya. Sepakbola yang membuat Anda untuk selalu siap pada akhir pekan. Pengalaman yang membantu Anda untuk ke depannya.”

“Semua orang punya pilihan berbeda, tetapi kiper juga akan menjadi dewasa dan saya pikir jauh lebih baik untuk saya keluar dari United dan mendapatkan tempat di tim lain. Selama bertahun-tahun saya hanya ingin dipinjamkan. Namun terkadang, ada hal kecil yang menghentikan saya ketika saya tidak dipinjamkan,” tuturnya.

Mimpi Premier League

Sama seperti pemain yang berkiprah di Championship lainnya, Sam punya harapan yang tidak muluk-muluk untuk saat ini yaitu bermain di Premier League musim depan. Ini memang menjadi impian pemain yang sekarang berusia 26 tahun tersebut karena dia selalu apes dalam dua musim berturut-turut.

Saat menjalani musim terbaiknya bersama Aston Villa pada 2017/2018, ia gagal membawa The Villans mendapatkan tiket promosi terakhir karena kalah dari Fulham pada final play-off divisi Championship. Musim lalu, Villa sukses meraih tiket promosi namun tanpa Sam yang sudah pindah ke WBA. Apes bagi dia karena WBA kalah pada semifinal dari Villa pada babak adu penalti.

Musim ini, ia tidak mau gagal lagi secara menyakitkan pada babak play-off. Lolos otomatis menjadi target. Saat ini, WBA punya peluang untuk kembali promosi karena berada di peringkat pertama klasemen sementara, berselisih satu angka saja dari Leeds United. Finis dua teratas menjadi misi yang harus dipertahankan mengingat masih ada 19 laga lagi dan perubahan posisi di klasemen Championship bisa berubah secara signifikan.

“Semua orang tahu saya kalau saya ingin sekali bermain dan sekarang saya mendapatkannya di Championship dan semoga musim depan bermain di Premier League. Saya menikmati sepakbola saya.

Ia bisa menjadikan Dean Henderson sebagai inspirasinya untuk terus bermain apik dan membawa WBA kembali ke Premier League. Dean sukses melakukan itu bersama Sheffield United musim lalu dan sekarang ia berada pada musim terbaiknya sebagai seorang penjaga gawang. Saat ini, penjaga gawang muda tersebut menjadi kiper terbaik Premier League sementara bersama Kasper Schmeichel.