Semua pecinta sepakbola Britania mungkin akan sepakat dengan pernyataan bahwa ada lima klub raksasa di Premier League Inggris; yakni Manchester United, Chelsea, Arsenal, Manchester City, dan Liverpool. Faktanya, empat klub pertama selalu bergantian memenangkan kompetisi ini sejak musim 1992/1993; kecuali musim 1994/1995 dimenangkan Blackburn Rovers dan 2015/2016 oleh Leicester City. Sementara itu, Liverpool merupakan pemegang trofi juara liga domestik terbanyak sebelum era Premier League. Makanya, tidak salah jika menyebut merekalah penguasa kompetisi elit di Inggris.

Namun, belakangan ini muncul pula nama Tottenham Hotspur. Klub yang dijuluki The Lilywhites itu memang belum pernah meraih trofi Premier League. Koleksi trofi juara liga mereka pun hanya dua, yang diraih pada 1950/1951 dan 1960/1961.

Jumlah itu masih kalah dengan milik klub-klub kecil lain, seperti Everton yang sudah sembilan kali menjuarai Liga Inggris, atau Aston Villa dengan tujuh trofi dan Sunderland yang enam kali memenangkannya. Namun, beberapa musim terakhir Tottenham mampu mengusik keberadaan lima klub raksasa tadi pada daftar lima besar klasemen setiap musim.

Bahkan, dalam tiga musik terakhir, klub yang bermarkas di White Hart Lane ini selalu berada dalam lima besar Premier League, termasuk ketika menjadi runner-up pada musim lalu. Mau tak mau, klub-klub besar memang mulai mewaspadai kekuatan Tottenham dalam persaingan perebutan gelar juara liga setiap musimnya.

Sayang, klub yang juga punya julukan Spurs ini tak punya modal besar untuk membangun tim tangguh seperti para pesaingnya di papas atas Premier League. Baru-baru ini, sang manajer Mauricio Pochettino pun mengaku frustrasi untuk bersaing dengan klub-klub raksasa Inggris.

Persaingan yang dimaksudnya tentu saja dalam perburuan pemain di bursa transfer. Pochettino pun menyorot duo Manchester, United dan City. Pelatih muda yang masih berusia 45 tahun itu menilai kekuatan finansial kedua klub ini telah menghadirkan ketidakadilan dalam bursa transfer.

Baginya, Tottenhan sendiri tidak punya peluang untuk bersaing dengan tim Setan Merah dan klub sekotanya yang berjuluk The Citizen di bursa transfer pemain, karena dua tim Manchester ini punya dana yang nyaris tak terbatas. Kondisi ini pun memberikan gambaran perbedaan paling nyata di antara mereka.

“Saat ini, perbedaan mencolok di antara tim-tim Premier League adalah terdapat segelintir klub kaya seperti City dan United, yang bisa membeli siapa pun yang mereka inginkan sewaktu-waktu. Lalu ada tim-tim besar, seperti kami, yang hanya bisa membeli pemain dengan kemampuan terbatas. Itulah perbedaan yang saat ini paling kentara di Premier League,” ungkap Pochettino berpendapat seperti dilansir oleh beIN Sports.

Demikianlah perbandingan kontras pada kondisi klub-klub di Inggris saat ini menurut pelatih berkebangsaan Argentina itu, yang akhirnya telah membuat dirinya sedikit frustrasi.

Seperti diketahui, setiap dibukanya jendela transfer, United dan City memang selalu jor-joran dalam berburu pemain bintang tanpa khawatir akan kekurangan modal. Seperti pada musim panas 2017 lalu, The Red Devils bisa menghabiskan dana mencapai 150 juta paun hanya untuk memboyong tiga pemain baru; Romelu Lukaku, Nemanja Matic dan Victor Lindelof.

Sedangkan City bahkan jauh lebih boros, dengan menggelontorkan total 220 juta paun untuk mendatangkan lima pemain anyar, di antaranya tiga bintang; Bernardo Silva, Kyle Walker dan Benjamin Mendy, serta Danilo dan Ederson.

Bandingkan dengan dana yang keluarkan Tottenham pada bursa transfer musim panas itu; hanya sedikit lebih banyak dari separuh total belanjaan United, yakni sekitar 90 juta paun saja. Pochettino memang juga merekrut lima penggawa baru untuk memperkuat timnya musim ini, sama seperti City.

Namun, dari lima pemain itu tak satu pun bintang besar yang mampu mereka datangkan. Mungkin, hanya penyerang Fernando Llorente yang pernah menyandang status pemain papan atas, namun kini sudah berada di masa redup pada usia 32 tahun. Maka tak salah jika Pochettino merasa frustrasi.

Pelatih yang sudah membesut Tottenham sejak awal musim 2014/2015 itu menilai bursa transfer malah jadi ajang unjuk kekuatan finansial bagi United maupun City; tentu termasuk juga Chelsea, Liverpool, dan Arsenal. Klub-klub itu bisa menggunakan kekuatan uang untuk mencapai target yang mereka inginkan, dan hal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi tim-tim lain.

Hasilnya, duo Manchester ini pun memang mampu menguasai puncak klasemen sementara Premier League. Untung, meski tak mampu menyaingi mereka di bursa transfer, namun Tottenham masih sanggup bersaing dalam perebutan trofi juara. Buktinya, kini Harry Kane dkk. bisa bertengger di posisi ketiga.