Foto: The Sun

Dengan performa yang sudah ditampilkan sejauh ini, tampaknya United tidak rugi mengeluarkan banyak uang untuk merekrut Bruno Fernandes.

Beban besar akan dirasakan oleh pemain yang dibeli dengan harga tinggi oleh sebuah kesebelasan. Nilai puluhan hingga ratusan juta euro yang dikeluarkan, diharapkan bisa mendapat timbal balik berupa penampilan yang apik di atas lapangan. Itu menjadi sebuah bukti kalau pemain tersebut dipercaya bisa memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap performa klub barunya nanti.

Tidak sedikit pemain yang tidak sanggup mengemban beban ini. Sudah dibeli mahal, tapi performanya tidak sesuai dengan harga yang dikeluarkan. Alasannya bermacam-macam, ada yang dikarenakan cedera, sulit beradaptasi, hingga konflik pribadi antara pemain, manajemen, dan penggemarnya. Ousmane Dembele, Paul Pogba, hingga Benjamin Mendy adalah beberapa nama yang belum bisa membuktikan diri meski sudah dibeli mahal oleh klubnya masing-masing.

Namun, harga mahal itu akan cepat terlupakan jika si pemain tampil cukup baik. Nama Bruno Fernandes kini sedang berada dalam jalur tersebut. Membuktikan diri kalau dia pantas dibeli dengan harga yang sudah ditebus oleh kubu Manchester United pada Januari lalu.

Bruno dibeli dengan nilai 47 juta Pounds secara tunai. Ditambah dengan add-ons, pemain Portugal ini total dibeli United dengan harga 67 juta Pounds. Pembelian ini sempat menimbulkan polemik karena harga yang dirasa masih terlalu tinggi untuk pemain yang baru bersinar di klub sekelas Sporting dan itupun baru dua musim terakhir. Selain itu, kubu Setan Merah kembali takluk dengan klub pemilik pemain incaran dengan menuruti kemauan Sporting meski akhirnya tidak dibeli tunai 67 juta.

Namun, perlahan-lahan anggapan kalau ‘Bruno dibeli terlalu mahal’ itu mulai hilang. Anggapan ini berganti menjadi ‘Bruno memang pantas dibeli dengan harga segitu’ jika melihat performanya sejak ia debut melawan Wolverhampton Wanderers awal Februari lalu.

Ia selalu bermain bagus pada empat laga yang sudah dijalani. Melawan Wolves adalah proses adaptasi, liburan dua pekan menjadi sarana pembentuk chemistry, dan laga seterusnya ia mulai beraksi. Inilah yang kemudian menjadi titik balik dari perjalanan United yang kembali membuka peluang untuk finis di empat atau bahkan tiga besar sekalipun.

“Dalam bursa transfer lalu, saya merasa kami mendapat tawaran bagus. Dia telah masuk, melakukannya dengan sangat baik dan memberi dorongan kepada semua orang. Ini berarti lebih dari sekadar membeli pemain. Anda bisa lihat kalau pendukung United terbiasa dengan pemain yang punya kepribadian, mental, dan kualitas. Dia menjadi nilai tambah yang begitu besar,” kata Ole Gunnar Solskjaer.

Penyihir yang Tidak Akan Seperti Veron

Kalimat terakhir bisa dikatakan cukup menarik. Kepribadian, mental, dan kualitas, menjadi faktor kalau pemain itu akan didukung oleh para penggemarnya sendiri. Disinilah Bruno mulai mengambil peran. Soal kualitas tidak usah ditanya lagi. Ia sudah menunjukkan itu dan telah terlibat dalam tiga dari enam gol United yang sudah dibuat sejak ia datang.

Begitu juga mentalitas dan kepribadiannya. Ia tidak butuh waktu lama untuk beradaptasi di aura kompetisi yang baru. Serangan United yang sebelumnya gampang macet di sepertiga akhir, perlahan-lahan mulai menemui jalan ketika ia berada di atas lapangan. Bahkan kehadirannya begitu dibutuhkan. Melawan Club Brugge misalnya. Saat ia masuk, serangan United berubah drastis meski pada akhirnya mereka tidak menang.

“Dia sudah masuk sejak hari pertama dan menit pertama kehadirannya langsung terasa. Sesi latihan pertama, ia selalu meminta bola. Beberapa pemain butuh waktu untuk melakukan pemanaasan, tetapi dia langsung merasa percaya diri. Ada campuran antara Scholes dan Veron.”

“Dia adalah gelandang box to box. Mirip dengan Veron dan Scholes yang bisa bermain di mana saja di setiap posisi di lini tengah. Sekarang kami telah mendapat pemain nomor 10 dan mudah-mudahan ia bisa terus bugar dan bermain baik,” kata Ole.

Sang manajer mengidentikkan Bruno dengan dua pemain yang pernah bermain untuk United tersebut. Mereka punya tipikal gaya main yang sama. Pandai menguasai lini tengah dan punya kualitas untuk bermain di lini depan. Mereka sama-sama punya sentuhan magis ketika sedang menguasai bola. Bahkan Veron dijuluki The Little Witch karena penampilan apiknya tersebut.

Namun, penggemar United tentu ingin melihat Bruno menjadi Scholes alih-alih menjadi Veron. Bertahan lebih lama di United, menjadi legenda, dan memberikan banyak trofi merupakan impian setiap penggemar Setan Merah setelah melihat penampilan pemain kelahiran Maia ini pada empat laga yang sudah dimainkan.

Veron bukannya pemain yang jelek. Ia hanya tidak beruntung ketika menjalani karier di kota Manchester. Saat Veron siap tampil pada saat itu, Sir Alex Ferguson akan menjadi orang yang bingung harus memainkan dia di posisi mana. Hal ini tertulis dalam buku autobiografinya ketika ia bercerita bagaimana Veron bisa bermain di posisi yang berbeda meski ia sudah dibebankan untuk menguasai satu posisi oleh Fergie.

Bruno tampaknya tidak akan bernasib demikian. Berbeda dengan Fergie, Ole tidak akan bingung karena ia adalah poros utama serangan United musim ini. Berbeda dengan Veron yang berada dalam skuat yang diisi banyak pemain kreatif, Bruno tampaknya sudah sah menjalani peran sebagai playmaker di Manchester United. Ia juga tidak dituntut untuk bermain bertahan layaknya Veron yang diminta juga untuk mengisi peran melakukan tugas defensif.  Inilah yang membuat Veron saat itu sulit menyatu dengan United selain gaya permainan Premier League yang menuntut fisik.

Selain itu, pria yang kini menjadi chairman di Estudiantes La Plata tersebut mengalami kendala dari sisi bahasa. Hal ini menjadi faktor lainnya kenapa ia gagal di United. Sulit berkomunikasi membuatnya menjadi pribadi yang pendiam di dalam ruang ganti dan sempat disebut anti sosial oleh banyak orang.

Berbanding dengan Veron, Bruno adalah sosok yang vokal. Pengalamannya sebagai kapten di Sporting langsung ia bawa ketika pindah ke United. Ia tidak segan untuk bicara secara langsung dengan para pemainnya kalau mereka melakukan kesalahan dan tidak segan untuk memberikan instruksi. Sikap seperti ini yang diinginkan oleh United yang sekarang sedang krisis leader di atas lapangan. Bahasa Inggrisnya juga sangat baik yang memudahkan ia untuk berkomunikasi dengan yang lainnya.

Dengan segala keuntungan yang sudah ia miliki, Bruno kini hanya butuh konsistensi untuk membuatnya semakin dicintai oleh para penggemar United. Caranya adalah dengan terus menampilkan performa yang terbaik di setiap pertandingan. Ingat, usianya saat ini baru 25 tahun dan semoga saja ketika ia berada di puncak karier, Manchester United juga sudah kembali ke khitah-nya sebagai kesebelasan papan atas.

Meski begitu, Ole juga jangan lupa untuk tidak terus bergantung kepada sosok Bruno setiap pertandingannya. Ia juga harus bisa untuk mengangkat kemampuan anak asuhnya yang lain. Melawan Club Brugge bisa dilihat betapa jeleknya United sebelum Bruno datang. Akan sangat berbahaya jika hal ini tidak dilihat oleh Ole karena kedepannya lawan-lawan United hanya akan tinggal mematikan pergerakan Bruno untuk meredam permainan Setan Merah.