Kemenangan melawan Manchester City harus menjadi titik balik United untuk tidak mengulangi kesalahan mereka layaknya musim lalu.

“Berkaca dari kejadian masa lalu adalah hal yang sangat penting, karena di balik kejadian masa lalu, ada pengalaman yang bisa kita pelajari.” Ucapan itu keluar dari mulut Mauricio Pochettino pada pertengahan Februari 2016 lalu. Saat itu, ia meminta para pemainnya untuk belajar dari kegagalan musim sebelumnya untuk tidak lagi terpeleset dan bisa menutup musim dengan baik.

Sayangnya, Spurs justru kembali mengulang kesalahan. Pada musim 2015/2016, mereka nyaris mendapat trofi Premier League jika tidak hilang poin dalam beberapa laga. Selain itu, mereka juga tergusur oleh Arsenal pada pekan terakhir kompetisi yang membuat mereka gagal memutus tabu St Totteringham Day. Beruntung, mereka bisa memperbaiki diri pada musim berikutnya dan bisa mengakhiri perayaan rival sekotanya tersebut.

Mengakui kesalahan memang bukan perkara mudah. Namun yang perlu disadari adalah, karena kesalahan kita semua bisa belajar untuk menjadi tumbuh dan memperbaiki diri. Hal ini semata-mata bertujuan agar kesalahan tersebut tidak terulang lagi di kemudian hari. Tottenham berhasil melakukan itu tiga tahun lalu.

Belajar dari kesalahan di masa lalu juga harus dilakukan Manchester United. Mulai pekan ini, mereka akan memasuki masa-masa genting menuju akhir musim kompetisi musim 2019/2020. Disini mereka tidak boleh lagi dengan mudahnya terpeleset dan kehilangan poin. Selip sedikit saja, mereka bisa mengakhiri musim di luar keinginan dan harapan para penggemarnya.

Belum lupa dari ingatan betapa hebohnya lini masa media sosial ketika United secara heroik melakukan comeback dengan menang 3-1 di markas PSG pada leg kedua babak 16 besar Liga Champions. Sepakan penalti Marcus Rashford pada menit terakhir membuat United menyamakan agregat menjadi 3-3 dan lolos dengan agregat gol tandang. Setan Merah yang hanya punya peluang 3% untuk lolos saat itu benar-benar membalikkan prediksi.

Semua heboh. Itulah puncak dari kehebatan United bersama Solskjaer saat itu. United sudah disebut memiliki mentalitas ala Sir Alex Ferguson yang penuh determinasi hingga menit akhir pertandingan. Rio Ferdinand bahkan dengan percaya diri menyebut kalau United yang sesungguhnya sudah kembali.

“United mungkin tidak perlu berterima kasih kepada saya, tapi kasih dia kontrak, tanda tangan, kasih berapa pun yang dia mau. Ole’s at the wheel, man. Man United sudah kembali,” tuturnya saat menjadi saksi kebangkitan United di Paris.

Namun, United justru merosot setelah malam bersejarah tersebut. Empat hari setelah pulang dari Paris, mereka kalah 2-0 dari Arsenal. Hasil yang seolah menjadi sinyal kalau United belum sesempurna yang dipikirkan oleh Rio. Permainan mereka pun perlahan-lahan mulai tidak semenarik ketika Ole datang.

Dari sembilan pertandingan Premier League sejak mengalahkan PSG, United hanya menang dua kali. Mereka kalah lima kali dan sisanya berakhir imbang. Beberapa kekalahan memalukan muncul. Mereka kalah telak 4-0 dari Everton, tumbang dari Cardiff pada laga terakhir musim lalu di Old Trafford, dan ditahan imbang Huddersfield, kesebelasan yang sepanjang musim lebih sering kalah dibanding mendapat poin. Hasil-hasil yang membuat saya menyebut kalau pemain United justru bermain layaknya pelawak di sisa kompetisi.

Mereka juga kehilangan gelar pada dua ajang piala. Wolverhampton Wanderers menjadi sandungan ketika di Piala FA. Pada ajang Eropa, giliran Barcelona yang membuat United harus cepat melupakan malam indah di Paris tersebut. Keseluruhan United hanya menang dua kali dalam 12 pertandingan terakhir. Tiket ke Liga Champions melalui jalur empat besar juga mulai tertutup karena rangkaian hasil minor yang didapat.

“Anda tidak bisa melupakan musim lalu. Anda harus belajar dari kesalahan Anda. Kami ingin belajar lebih banyak dari apa yang kami lakukan. Kami akan berbicara dengan semua staf pelatih terkait persiapan musim depan (2019/2020). Tidak akan ada alasan lagi,” tuturnya setelah musim 2018/2019 berakhir.

Apa yang terjadi pada sisa kompetisi musim lalu jelas tidak boleh diulangi lagi oleh Ole pada musim ini. Mengulangi kesalahan yang sama justru bisa mengurangi kadar kepercayaan penggemar yang kini mulai kembali meninggi seiring adanya progres di atas lapangan. Memang bukan hal yang mudah, namun Ole dan para pemainnya jelas punya tanggung jawab untuk membuat penggemarnya terus merasa gembira.

Situasi saat ini nyaris serupa dengan musim lalu. Jika sebelumnya PSG yang menjadi korban, maka kali ini United memasuki dua bulan terakhir musim kompetisi dengan mengalahkan tim kuat lainnya yaitu Manchester City. Posisi United di klasemen sementara Premier League juga cukup bagus ketimbang musim lalu karena jarak mereka dengan Leicester dan Chelsea cenderung tidak terlalu jauh.

Selain itu, Ole juga membawa bekal berupa 10 laga tidak terkalahkan. Mereka juga masih bermain pada dua ajang lainnya yaitu Piala FA dan Europa League. Total ada 19 laga yang masih bisa dimainkan United hingga akhir musim. 19 laga yang akan sangat krusial untuk menentukan bagaimana nasib klub ini dan Ole Gunnar Solskjaer kedepannya.

Sah-sah saja untuk berucap kalau United masih dalam tahap adaptasi bersama Ole atau pemain yang kelelahan karena bermain dengan taktik cepat setelah dua setengah musim lebih banyak bermain bertahan. Namun, alasan itu lebih pantas untuk diucapkan pada musim lalu saat dia belum mengenal karakter para pemainnya.

Ole sudah berujar sejak akhir musim lalu kalau musim depan (musim ini) tidak boleh ada alasan lagi. Hal ini menegaskan kalau ia tidak mau melihat timnya inkonsisten lagi seperti sisa kompetisi musim lalu. Ia sadar kalau tim yang sekarang adalah tanggung jawabnya. Ia sudah membuang pemain yang tidak lagi dibutuhkan dan sudah menggantinya dengan pemain yang sesuai dengan keinginan dirinya.

Tidak ada lagi Alexis Sanchez dan Paul Pogba yang mulai terasingkan. Ia pun juga sudah mulai tegas dengan para pemainnya. Jesse Lingard dan Andreas Pereira mulai sering berada di bangku cadangan. Ia tidak segan-segan untuk menunjukkan kekesalannya ketika Daniel James beberapa kali menyia-nyiakan peluang.

“Sebuah keistimewaan melatih skuat dengan pemain yang memiliki sikap seperti ini. Mereka memberikan segalanya di setiap pertandingan sehingga Anda tidak bisa meminta lebih dari ini,” tuturnya.

Sekarang, pemain United disebut sudah bahagia bersama Ole. Kebahagiaan tersebut kini tinggal diaplikasikan di atas lapangan dengan cara mempertahankan apa yang sudah mereka raih dalam 10 pertandingan terakhir. Jangan sampai ada hasil-hasil mengejutkan seperti laga melawan Huddersfield atau Cardiff pada musim lalu yang membuat kecewa para penggemarnya sehingga serangkaian target yang seharusnya bisa dicapai justru tidak bisa terpenuhi.

Utang itu mau tidak mau harus dibayar pada musim ini entah itu berupa tiket Liga Champions atau trofi Piala FA dan Europa League. Yang pasti, musim ini harus ditutup dengan baik agar semua penggemar United tetap yakin kalau United memang benar-benar ada peningkata bersama Ole. Jangan sampai United era The baby faced assassin dikenal sebagai tim yang tidak stabil di awal, menanjak di pertengahan, dan merosot di akhir kompetisi.