Foto: The United Stand

Performa Manchester United dalam beberapa pekan terakhir begitu impresif. Ini adalah hasil yang sudah dinantikan para suporter Setan Merah dari kinerja Erik ten Hag. Ya meskipun tak bisa cukup sampai di sini, namun setidaknya gambaran positif sudah sedikit lebih tergambar.

Hal ini juga diamini oleh mantan gelandang legendaris Manchester United Paul Scholes. Ia bahkan percaya bahwa Ten Hag harus dipuji atas kemampuannya dalam beradaptasi dan ia telah menunjukkannya setelah dua hasil buruk di awal musim.

Ten Hag tiba di Old Trafford setelah menjalani tugas yang sarat trofi di Eredivisie bersama Ajax Amsterdam. Di mana manajer asal Belanda itu berhasil membawa Ajax meraih tiga gelar liga Belanda dalam empat tahun. Tak Cuma itu, ia juga membuat Ajax tampil dengan gaya permainan yang atraktif dan ekspansif –mirip seperti tim Manchester United di era kejayaannya dulu.

Namun, Ten Hag menemui beberapa masalah besar di awal kepemimpinannya di United. Tim yang harusnya bermain apik dan mengalir bebas justru kalah telak di tangan Brighton dan Brentford. Hal ini telah membuat Ten Hag membuang filosofi total football dalam beberapa pekan terakhir. Dan ternyata keputusannya menghasilkan sebuah pendekatan yang langsung bisa meningkatkan performa.

United sendiri kini telah mencatatkan empat kemenangan beruntun setelah mengadopsi gaya serangan balik yang lebih pragmatis. Melihat hal ini, Paul Scholes bersikeras bahwa Ten Hag layak mendapat pujian karena ia lebih memilih untuk menelan harga dirinya demi menemukan cara lain untuk menang.

Sebuah ciri yang Scholes anggap langka dan khas. Tidak sama seperti Pep Guardiola dan Jurgen Klopp yang cenderung tidak akan mau melakukannya. Karena filosofi inilah, sekali lagi, Scholes sangat mengapresiasi Ten Hag.

“Para pemain United sekarang mungkin tidak cocok dengan cara bermain Ten Hag di awal-awal kedatangannya. Tetapi dia (Ten Hag) menemukan cara untuk memenangkan pertandingan dengan pemain yang sama, namun dengan cara yang berbeda. Mereka (United) ingin berbicara tentang filosofi sepanjang waktu, bukan? Inilah jawabannya,” ungkap Paul Scholes dikutip dari Mirror.

“Dia (Ten Hag) tidak keras kepala. Berbeda dengan manajer lain. Arteta akan keras kepala, Guardiola akan keras kepala, dan Jurgen Klopp akan keras kepala. Tapi orang ini (Ten Hag), Anda harus memberinya pujian karena dia ingin membuang segala egonya demi bisa menang.”

“Sekarang, mengapa Anda mengubah prinsip Anda dan kembali ke sesuatu yang tidak benar-benar berhasil di awal musim? Dia (Ten Hag) menemukan cara bermain sepakbola dengan serangan balik dengan sekelompok pemain ini. Jadi, mengapa dia harus kembali mengubah itu?”

Tapi meskipun begitu, tidak semuanya setuju dengan Paul Scholes. Termasuk salah satunya adalah Graeme Souness. Ia justru percaya bahwa suporter Manchester United akan kurang terkesan karena Ten Hag telah membuang prinsip-prinsip apik sepakbolanya.

Para suporter itu akan dipaksa melihat United dengan gaya yang bukan khas Ten Hag demi mengimbangi awal yang buruk di musim ini. Selain itu, Souness juga bersikeras bahwa pendekatan pragmatis yang baru bukanlah “cara Manchester United” yang saat ini sedang ditunggu-tunggu oleh suporter.

“Saya pikir setelah dua pertandingan pertama, terutama ketika kalah saat melawan Brentford, Ten Hag mungkin sadar dengan apa yang terjadi. Dia (Ten Hag) melihat para pemainnya dan berpikir, ‘kami cukup baik untuk bermain bagus karena kami memiliki pemain yang lebih baik’,” tutur Graeme Souness dilansir dari talkSPORT.

“Tetapi setelah dua pertandingan, dia (Ten Hag) mungkin memiliki pemikiran lain, dan saya pikir dia melakukan restart cara bermainnya. Para pemain United teguh dan bertekad, mereka berhasil menunjukkan semangat nyata. Tapi sayang, mereka bermain dengan cara yang pragmatis, mereka tidak bermain dengan cara Manchester United.”