Foto: Joe.co.uk

Tidak semua pemain yang besar bersama Manchester United mau untuk melatih kesebelasan tersebut. Tidak percaya? Tanyakan saja hal itu pada Gary Neville. Alih-alih merasa terhormat atau girang, mantan bek kanan sekaligus kapten Setan Merah ini justru memilih kabur jika mendapat tawaran tersebut.

Hal itu diungkapkan langsung oleh si pemain dalam sesi tanya jawab singkat pada akun Twitter pribadinya. Seseorang dengan akun @Jack_D139 bertanya, apakah Gary akan mengambil kesempatan jika diberikan tawaran memegang peranan sebagai manajer United? Dengan santai Gary menjawab kalau dia tidak akan menerima tawaran tersebut.

“Panggilan itu (menjadi manajer Manchester United) tidak akan pernah datang. Jika itu terjadi, maka saya akan lari sejauh satu mil,” tuturnya.

Jangankan menjadi manajer Setan Merah, ketika ada yang bertanya apakah dia akan kembali menjadi manajer dalam waktu dekat, Gary menjawab ‘tidak’. Selain itu, ketika ada yang bertanya tentang hal paling aneh yang pernah ia tanda tangani, dia menjawab ‘ketika menandatangani kontrak bersama Valencia.’

Hal ini sangat bertolak belakang jika kita flashback dua tahun lalu. Saat diwawancarai oleh Sky Sports, Gary mengaku tidak pernah menyesal telah menerima tawaran Valencia. Ia bahkan bersyukur mau mengambil keputusan menerima pinangan dua kali runner-up Liga Champions tersebut meski latar belakangnya berbeda dengan Inggris.

“Menjadi yang mengambil keputusan di tengah situasi bahasa yang berbeda, adalah sebuah pengalaman luar biasa. Jika kembali mengingatnya, maka saya bersyukur pernah melewati hal itu. Anda bisa mengatakan kalau saya tidak siap karena bahasa atau tidak punya pengalaman. Semuanya benar, tapi saya bersyukur bisa bekerja di sana,” tuturnya.

Kedatangan Gary ke Valencia saat itu memang menarik perhatian. Hal ini tidak lepas dari pengalamannya yang sebelumnya hanya sebatas asisten Roy Hodgson di tim nasional dan tidak pernah menangani sebuah kesebelasan. Hal ini belum ditambah dengan perbedaan bahasa yang menjadi kendala. Jadilah pekerjaan Gary di sana berantakan dan hanya bertahan selama 119 hari sebelum akhirnya dipecat dengan hanya mengantungi 10 kemenangan di seluruh kompetisi.

Menjadi manajer nampaknya memberikan rasa trauma tersendiri bagi kakak kandung Phil Neville ini. Hal ini tidak lepas dari pengalamannya yang begitu buruk semasa menangani Valencia ketika musim 2015/16. Saat itu, ia hanya meraih tiga kemenangan saja dari 16 pertandinga La Liga bersama El Che.

Sederet hasil memalukan juga didapat Gary. Valencia ia bawa tersingkir dari fase grup Liga Champions. Pada ajang Copa Del Rey, ia harus melihat timnya dikalahkan telak dengan skor 7-0 dari Barcelona. Pada saat dirinya dipecat, Valencia berada pada posisi ke-14 klasemen liga, tidak meraih satu kali pun clean sheet, dan yang lebih parah adalah jarak mereka hanya terpaut enam poin saja dari penghuni zona degradasi.

Kejadian itu yang akhirnya membuat dirinya enggan untuk menjadi pelatih lagi. Ia sadar kalau menjadi pelatih ternyata bukan keahliannya. Jauh lebih baik bagi Gary untuk berada di belakang layar meski tetap bekerja pada bidang yang ia sukai yaitu sepakbola.

“Saya nampaknya bukan orang yang tepat untuk melatih di pinggir lapagan. Valencia menjadi pembelajaran terbaik bagi saya. Kini, saya lebih senang berada di balik layar dan menjalankan bisnis. Saya senang menonton sepakbola tapi saya tidak mau menjadi pelatih. Saya rasa cukup bagi saya untuk menjadi pelatih,” tuturnya.

Jika melihat kiprahnya di luar lapangan, maka Gary sebaiknya tetap mempertahankan prinsipnya untuk tidak mau melatih lagi. Hal ini tidak lepas dari kesuksesannya menjalankan profesi lain setelah selesai bermain sepakbola.

Selain laku sebagai pundit, Ia juga dikenal sebagai pebisnis properti yang sukses. Ia sudah membangun hotel di dekat Old Trafford pada 2011 lalu. Dua tahun berselang, ia berkolaborasi dengan Ryan Giggs untuk membangun rumah sakit yang diberi nama GG Hospitality. Dua aset ini belum ditambah dengan beberapa restoran dan kafe yang ia miliki.

Tidak hanya itu, kini Gary juga terdaftar sebagai salah satu pemilik klub League Two, Salford City. Ia berkolaborasi dengan lima rekannya sesama anggota Class of 92 yang menguasai 60 persen saham mereka (masing-masing 10 persen).

Melihat rekam jejak Gary yang jauh lebih mentereng sebagai pebisnis dan pundit, maka ada baiknya dia tidak lagi menjadi pelatih ke depannya. Lagipula, tidak semua pemain sepakbola harus menjadi pelatih setelah pensiun, bukan?