Belum lama ini, FIFA menggelar rapat yang di dalamnya terdapat topik pembahasan format gelaran Piala Dunia 2026. Rapat yang digelar pada 9 dan 10 januari 2016 ini merupakan rapat ketiga dalam menentukan format baru kejuaraan yang berlangsung empat tahunan tersebut.

Salah satu hasil rapat ketiga tersebut, selain penentuan tanggal penting untuk melancarkan Piala Dunia 2018, adalah format kejuaraan Piala Dunia 2026 berubah menjadi 48 peserta yang terbagi ke dalam 16 grup. Keenam belas grup akan diisi masing-masing tiga negara peserta. Dua negara yang menduduki peringkat teratas di fase grup akan lolos ke babak 32 besar dengan sistem knockout.

Ke-48 peserta akan bertanding sebanyak maksimal tujuh pertandingan, jika sampai final,  dengan waktu istirahat yang sama dengan format sebelumnya. FIFA mengatur sedemikian rupa pertandingan yang ada hingga mencapai total waktu yang sama dengan format sebelumnya, yaitu tak lebih dari 32 hari. Jadi, tak akan memberatkan pihak klub yang melepas para pemainnya untuk berlaga di Piala Dunia.

Keputusan FIFA atas format terbarunya ini berdasarkan analisis jangka panjang. FIFA melakukan analisisnya dengan melihat berbagai faktor, seperti kualitas kompetisi, keseimbangan olahraga, implikasi pengembangan sepakbola, proyeksi posisi finansial, infrastruktur dan juga konsekuensi penyampaian pesan kejuaraan.

Rapat mengenai format kejuaraan yang baru ini belum berakhir karena rincian format kejuaraan belum dibuat. Rencananya, rincian mengenai format kejuaraan akan dibahas pada rapat keempat. Contoh rincian yang akan dibahas seperti slot peserta per konfederasi. Rapat keempat akan diselenggarakan di Manama, Bahrain, pada 9 Mei 2017.

The Economist memberitakan bahwa keputusan perubahan format ini membuat FIFA dan juga petinggi organisasi sepakbola negara yang berada di bawahnya menjadi senang. Perubahan format ini merupakan tanda yang ingin diperlihatkan oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino, bahwa Piala Dunia bukan hanya milik Eropa serta Amerika Latin saja. Maksudnya, dengan diberikannya slot tambahan akan menjadikan peluang juara dari benua lain menjadi bertambah. Alasan lain terkait keputusan ini adalah tindakan balas budi atas dukungan yang diberikan negara-negara yang memilih Infantino menjadi presiden FIFA.

FIFA dan negara anggotanya boleh senang. Namun menurut The Economist, kesenangan FIFA dan anggotanya malah membuat persoalan gelaran Piala Dunia makin rumit dan memusingkan.  Kesimpulan pernyataan ini diperoleh dari sikap para fans negara masing-masing yang tidak sama seperti FIFA.

Fans menilai jumlah peserta yang semakin banyak akan mengakibatkan pertandingan menjadi lebih tidak berkualitas. Format peserta sebelumnya telah pas. Selain sikap fans, pernyataan tersebut diperoleh dari penelitian Andrew Zimbalist yang merupakan seorang profesor bidang ekonomi dari Smith College yang berada di Massachusetts.

Andrew Zimbalist dalam penelitiannya yang berjudul Circus Maximus: The Economic Gamble Behind Hosting the Olympics and the World Cup, meneliti besaran biaya struktur dari sebuah turnamen yang diselenggarakan. Pada tahun 2014, FIFA memperlihatkan bahwa biaya yang keluar atas penyelenggaraan turnamen adalah sebesar 5,4 miliar dollar dengan pemasukan sebesar 5,7 miliar dollar. Profesor Zimbalist mendapatkan temuan bahwa angka pada total biaya yang diperlihatkan FIFA tersebut tidaklah tepat karena tidak termasuk biaya pembangunan stadion, dan juga biaya operasional akomodasi dan transportasi pada saat berlangsungnya turnamen.

Temuan ini memperlihatkan bahwa penyelenggaraan Piala Dunia 2014 sebenarnya dapat dikatakan merugi, meski efek pariwisata setelah penyelenggaraan turnamennya meningkat. Brasil diperkirakan, oleh Zimbalist, mengeluarkan total biaya antara 15 sampai 20 miliar dollar Amerika pada tahun itu. Kerugian ini sebenarnya tak akan terjadi bila Brasil tidak memaksa untuk sanggup membuat infrastruktur sesuai dengan standar FIFA.

Hasil Ini memperlihatkan bahwa negara dalam kategori berkembang tidak sanggup dalam penyelenggaraan turnamen jika berdiri sendiri. Beda dengan negara maju yang infrastruktur bidang sepakbolanya sudah memenuhi standar FIFA, seperti negara-negara Eropa yang dalam penyelenggaraan turnamennya hanya akan memakan biaya sebanyak 1 miliar dollar Amerika saja. Berkaca dari temuan Zimbalist dan juga reaksi para fans, The Economist, pesimis bahwa turnamen Piala Dunia Tahun 2026 dan setelahnya akan baik-baik saja secara finansial dan juga kualitas.