Dalam sepakbola, gol dapat dikatakan sebagai hal terpenting. Gol merupakan tujuan utama kesebelasan dalam sebuah pertandingan. Gol dapat tercipta saat sebuah kesebelasan menyerang, entah itu lewat skema build up yang panjang, umpan satu dua, serangan balik, sepakan spekulasi, umpan silang, hingga situasi bola mati. Untuk menjadi pemenang, kesebelasan mesti mencetak gol lebih banyak dari lawannya.

Hal tersebut sepertinya dipahami betul oleh pelatih AS Monaco, Leonardo Jardim. Pelatih asal Portugal itu berhasil membuat Moncao bermain gemilang dalam sektor serangan, buktinya adalah catatan golnya yang mencapai angka 56 hingga pekan ke-19 Ligue 1. Atau jika dirata-rata mereka mencetak hampir tiga gol dalam tiap pertandingannya.

Catatan 2,95 gol per pertandingan milik Moncaco adalah yang terbaik di tujuh liga top Eropa. Mereka mengungguli tim-tim yang memiliki rataan gol per pertandingan terbaik di masing-masing liga. Klub yang bertengger di posisi dua klasemen Ligue 1 ini mengungguli Liverpool dengan 2,5; Napoli dengan 2,22; Barcelona dengan 2,56; Bayern Munchen dengan 2,375; Benfica dengan 2,13; dan Feyenoord dengan catatan 2,76. Dari 56 gol yang tercipta, 13 di antaranya lahir dari situasi bola mati, delapan dari titik putih, dan sisanya dari open play.

Terdapat 14 nama penggawa Monaco yang sukses merobek jala gawang lawan di Ligue 1 dengan striker Kolombia yang sempat melempem bersama Manchseter United dan Chelsea, Radamel Falcao, sebagai topskor dengan torehan 11 gol dari 14 penampilan. Disusul dengan striker Argentina, Guido Carillo dengan tujuh gol dan wonderkid Prancis, Thomas Lemar, dengan enam gol.

Jardim sendiri sebenarnya dikenal dengan permainan membosankan selama dua musim pertamanya bersama Monaco. Mereka hanya mampu mencetak 51 gol pada musim 2014/2015 dan 57 gol pada musim 2015/2016. Jardim adalah pelatih yang pragmatis namun sangat fleksibel. Ia bisa bekerja di bawah jumlah transfer budget yang ketat. Karena itulah pemilik Monaco, Dmitry Rybolovlev, memilih Jardim setelah direksi klub mengganti kebijakan transfernya. Berhenti membeli pemain mahal dan menjadi klub yang kerap menjual pemainnya.

Monaco sempat digadang-gadang akan menjadi PSG lainnya, membentuk skuat dengan kekuatan finansial. Mereka mendatangkan duo Porto, James Rodriguez dan Joao Moutinho, dengan bandrol 45 dan 25 juta euro serta mendaratkan Radamel Falcao dari Atletico Madrid dengan mahar 43 juta euro. Pada bursa transfer tersebut, musim panas 2013/2014, Monaco menggelontorkan dana 140 juta euro untuk belanja pemain.

Musim selanjutnya, kebijakan itu diganti dan Jardim dipilih sebagai manajer karena kapabilitasnya menangani tim dengan budget rendah. Musim 2014/2015, mereka melepas bintang timnas Kolombia di Piala Dunia 2014, James Rodriguez ke Real Madrid. Musim 2015/2016 juga mereka melego beberapa pemain andalannya seperti Anthony Martial, Yannick Ferrerira Carrasco, Larvin Kurzawa, dan Geoffrey Kondogbia. Tapi pencapainnya Jardim masih dalam target Monaco, finis di peringkat ketiga pada dua musim tersebut.

Meski pencapainnya tidak dapat dikatakan buruk, namun penampilan Monaco di atas lapangan tidak membuat fans terhibur. Jardim dikenal sebagai pelatih yang tidak lihai secara penyerangan. Cara bermain timnya dianggap membosankan. Tapi sebenarnya, itu ia lakukan karena kondisi skuat Monaco yang tidak memungkinkan. Sementara itu, musim ini ia merasa Monaco dapat bermain menyerang dan ia pun benar-benar mewujudkan itu.

Jardim sebenarnya seorang pelatih yang bermain menyerang. Ia percaya bahwa pemainnya harus selalu memegang bola saat sesi lathan. Kemampuan teknik sangat penting baginya. Jardim juga senang mengimplementasikan permainan menyerang pada tiap pertandingannya.

Ada banyak faktor yang mendukung perubahan mentalitas Monaco tersebut. Falcao yang kembali setelah masa sulit ketika dipinjamkan. Valere Germain yang kembali setelah dipinjamkan ke Nice dengan catatan 14 gol dari 38 pertandingan. Lini pertahanan pun menjadi lebih stabil dengan kedatangan bek Polandia, Kamil Glik. Kedatangan bek kanan bertipe menyerang pada seorang Djibril Sidibe juga membuat pemain versatile Brazil, Fabinho, pindah ke posisi terbaiknya sebagai gelandang. Serta Benjamin Mendy yang didaratkan dari Marseille juga menambah daya serang dari sektor sayap dengan kecepatannya.

Selain itu, Tiemoue Bakayoko yang diubah menjadi gelandang bertahan oleh Jardim memegang kunci dalam keseimbangan permainan Monaco. Ada juga dua wonderkid yang pastinya tak asing bagi penggila Football Manager, Bernardo Silva yang mencatatkan dua gol dan empat asis serta Thomas Lemar yang mencatatkan enam gol dan empat asis. Mereka juga memiliki daya kreativitas yang baik. Tandem Falcao di lini depan, Guido Carillo pun kian menemukan performa terbaiknya. Pemain 17 tahun yang digadang-gadang sebagai Thierry Henry selanjutnya, Kylian Mbappe, mampu melapisi pemain utama lainnya dengan torehan tiga gol dan lima asis.

Jardim biasa menurunkan skema 4-4-2 dengan Falcao dan Gurillo di lini depan. Bernardo Silva dan Lemar dipercaya mengisi kedua sayap. Sementara itu, Bakayoko dan Fabinho saling bahu membahu membangun serangan dari lini tengah. Keberadaan Sidibe dan Mendy di posisi bek sayap juga menambah variasi serangan. Mereka berdua mumpuni dalam melepaskan umpan silang.

Kondisi yang sangat mendukung Jardim untuk bermain menyerang membuat ia mengganti mentalitas timnya. Monaco sekarang dikenal dengan tim yang menghibur, bermain menyerang dan haus akan gol. Mereka juga tak henti mencetak gol meskipun telah unggul tiga atau empat gol.

Dalam 17 pertandingan liga, mereka telah delapan kali mencetak lebih dari tiga gol dalam sebuah pertandngan. Hasil-hasil yang sangat fenomal diantaranya adalah kemenangan 4-1 saat bertandang ke markas Lille serta membantai Metz 7-0 di depan pendukungnya sendiri. Mereka juga perkasa saat bermain di Stade Louis II. Kemenangan 6-2 atas Montpellier, 6-0 atas Nancy, 4-0 atas Marseille, serta 5-0 atas Bastia adalah buktinya.

Meski Monaco masih tertinggal dua poin atas OGC Nice di posisi puncak, namun permainan atraktif yang ditunjukan bukan tak mungkin dapat membuat Monaco memutus dominas PSG di Ligue 1 beberapa tahun terakhir. Bahkan, pelatih Marseille, Rudi Garcia pernah berkomentar setelah dikalahkan anak asuh Leonardo Jardim. “Mereka bisa mencetak gol meskipun bermain dengan mata tertutup”.