Jika berbicara tentang pemain Asia yang bermain di Eropa saat ini, mungkin ada nama seperti Shinji Kagawa, Son Heung-Min, atau Park Chu-Young. Tapi jika berbicara tentang pemain Asia yang pernah bermain di Eropa dan memiliki prestasi mentereng, tentu saja keluar nama Park Ji-Sung. Besok (25 Februari), pengoleksi 19 trofi itu merayakan hari ulang tahunnya yang ke-36.

Park Ji Sung dikenal sebagai pemain yang serba bisa. Ia bisa bermain di semua posisi di lapangan tengah. Kualitas passing­, mobilitas, work rate, dan staminanya tak perlu diragukan lagi. Saking dianggap punya nafas yang panjang dan stamina kuat, Park bahkan dijuluki ‘Three Lungs Park’, yang artinya adalah Park yang memiliki tiga paru-paru.

Fans United tentu mengingat bagaimana Park mematikan Andrea Pirlo kala United bertemu AC Milan di Liga Champions pada 2010 lalu. “Gelandang itu pasti adalah pemain pertama Korea Selatan dengan tenaga nuklir,” ujar Pirlo pada buku otobiografinya. Park juga pernah membuat Lionel Messi frustrasi pada 2008 lalu. Ia berlari sekitar 12 km dan terpilih sebagai Man of The Match.

Berlatih Amat Keras

Tapi jauh sebelum itu, Park Ji Sung harus berjuang sangat keras untuk bisa bermain di Eropa. Ia lahir di sebuah kota kecil yang penduduknya tak lebih dari 100 ribu jiwa, Goheung. Ia tumbuh di Suwon, sebuah kota di pinggiran Seoul. Park terlahir dari keluarga yang kurang mampu saat itu.”Bicara finansial, saya berasal dari keluarga yang tidak berada,” ujar ayah Park, Park Sung Jong.

Park mulai bermain sepak bola ketika ia berada di bangku kelas 4 SD. Bakatnya mulai tercium. Ia dikenal dengan work rate-nya yang luar biasa, pinpoint pass, dan dribel yang mumpuni. Ketika Park SMA, ia membawa sekolahnya menjuarai kompetisi nasional pada 1998. Tapi karirnya tidak semulus itu, ia ditolak cukup banyak klub karena posturnya yang kecil. Mengetahui anaknya memiliki masalah ada fisikya, ayah Park mencari cara dan menemukan solusi yang akhirnya dapat membuat Park tumbuh.

Park meminum jus kodok untuk membuat ia tumbuh tinggi dan kuat. “Ayahku lah yang menangkap kodok-kodok itu. Waktu itu aku lemah dan kerempeng. aku mendengar bahwa jus itu bisa membuat tubuhku tinggi, kuat, dan lebih berisi. Rasanya sangat tidak enak tapi, mau tidak mau aku harus meminumnya karena aku ingin menjadi pemain sepakbola yang hebat dan kuat,” tutur Park.

Pelatih fisiknya ketika SMA, Sam Y.Kim menyarankan Park agar terus melanjutkan karir sepakbolanya meskipun semapt bermasalah pada fisik. Ia akhirnya melanjutkan studi di Myongji University dan bergabung dengan tim sepakbola kampusnya itu. Ia mulai berlatih sebelum resmi menjadi pelajar di perguruan tinggi itu.

Pada Januari 1999, tim kampusnya itu berkesempatan untuk berlatih dengan tim Korea Selatan yang akan berlaga di Olimpiade. Melihat bakat yang ada pada diri Park, Huh Jung-moo selaku pelatih tim Olipiade Korea Selatan menyantumkan nama Park dalam nama yang akan bermain di Olimpiade. Namun, akhirnya ia tidak terpilih dan hanya dimasukan ke skuat U-20.

Baca juga: Tentang Park Ji-Sung yang Melanjutkan Kuliah

Karena Guus Hiddink

Setelah Olimpiade 2000 di Sydney, Guus Hiddink dipilih sebagai pelatih tim nasional Korea Selatan yang akan berlaga pada Piala Dunia 2002 selaku tuan rumah. Pada bulan April tahun 2000, Park mencicipi debut bersama timnas ketika Korea Selatan berhadapan dengan Laos di babak kualifikasi Piala Asia. Dua bulan berselang, Park ditawari oleh Kyoto Purple Sanga yang bermain di J2 League, liga divisi dua di Jepang. Park akhirnya bergabung dan benar-benar memilih sepakbola sebagai hidupnya.

Park berhasil mengantarkan Sangan menjuarai J2 League dan promosi ke J1 League pada tahun 2001. Performa apiknya bersama Sanga membuat Hiddink tak ragu memasukan nama Park ke dalam skuat yang akan bermain di Piala Dunia 2002.

Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa keberhasilan Korea Selatan menembus semi final Piala Dunia 2002 adalah berkat kontribusi luar biasa Park. Ia mencetak gol indah dengan tendangan voli pada pertandingan melawan Portugal yang diperkuat oleh Luis Figo dan Rui Costa. Pertandingan itu adalah pertandingan terakhir babak grup dan memastikan Korea Selatan lolos ke babak 26 besar. Park sukses mengantarkan Korea Selatan ke semi final setelah mengalahkan Italia dan Spanyol.

Bersama Sanga, Park berhasil menjuarai Emperor’s  Cup, Fa Cup-nya Jepang. Ia sukses mencetak gol penyeimbang dan memberi asis pada gol kemenangan 2-1 Sanga. Pertandingan itu juga menjadi pertandigan terakhir Park sebelum ia dan Lee Young-pyo ditarik Hiddink yang menangani PSV Eindhoven saat itu, untuk bermain bersama PSV Eindhoven.

Awal karir Park di Belanda tidak berjalan dengan baik, ia harus banyak absen karena cedera. Park juga masih belum dapat beradaptasi dengan sepakbola Belanda. Tapi kerja kerasnya berbuah manis, ia mulai bermain reguler di musim 2003/2004.

Musim 2004/2005 dapat dikatakan sebagai salah satu musim terbaik Park. Kepindahan Arjen Robben ke Chelsea membuat ia memastikan tempat di skuat utama PSV. Bermain bersama Mark van Bommel dan Philip Cocu, ia menjadi tulang punggung lini tengah PSV yang berhasil melaju hingga babak semi final Liga Champions. PSV sukses menjuarai Eredivise dan KNVB Cup pada musim itu.

Secara individu, prestasi Park juga dapat dikatakan mentereng. Ia masuk ke dalam nominasi penyerang terbaik UEFA 2005 bersama nama-nama tenar seperti Andriy Shevchenko, Adriano, Samuel Etoo, dan Ronaldinho. Ia juga masuk ke dalam nominasi Ballon d’Or 2005. Sebagai bentuk terima kasih atas kontribusi Park, fans PSV membuat lagu yang berjudul ‘Song For Park’ yang dimasukan ke dalam album resmi PSV.

Performa apik Park membuat Sir Alex Ferguson tertarik untuk mendaratkan Park ke Old Trafford. Transfer Park akhirnya rampung dengan mahar empat juga paun. Bersama United, kontribusi Park tak usah dipertanyakan lagi.

Park mencatatkan 205 penampilan dan 27 gol dalam tujuh musim perjalanannya bersama United. Ia sukses mengantarkan United meraih empat gelar Liga Primer, satu Liga Champions, empat Piala FA, tiga, Piala Liga, dan satu Piala Dunia Antarklub.

Sebelum pensiun pada Mei 2014, Park sempat membela QPR dan kembali ke PSV sebagai pemain pinjaman. Park adalah anak emas sepakbola Asia. Kiprahnya dalam sepakbola di Eropa menginspirasi banyak pemain Asia untuk tidak takut bermain di Eropa. Park berhasil membuktikan itu. Selamat ualng tahun, Park Ji Sung!