foto: dreamteamfc.com

Juan Sebastian Veron memiliki banyak cerita dalam kariernya, mulai dari permasalahan dengan Kepolisian Italia hingga tradisinya yang hanya bertahan sebentar di sebuah klub. Berikut adalah beberapa cerita lain dari pemain kelahiran 9 Maret, 41 tahun lalu ini.

Anak dari Idola Estudiantes

Juan Ramon Veron merupakan pemain kunci dari Estudiantes. Ia bahkan rela meninggalkan istrinya yang saat itu sedang mengandung Veron untuk melakoni pertandingan derby. Nama Juan Ramon memang dikenal publik sepakbola Argentina sebagai sayap kiri yang hebat. Ia beberapa kali memersembahkan trofi untuk Estudiantes, salah satunya adalah Copa Libertadores tahun 1968.

Musim selanjutnya, Juan Ramon kembali menjadi aktor penting dalam kesuksesan Estudiantes saat berhasil mengalahkan Manchester United di ajang Piala Intercontinental 1968 (sekarang menjadi Piala Dunia Antarklub). Juan Ramon berhasil mencetak gol dan membawa Estudiantes mengalahkan juara Liga Champions yang saat itu diperkuat oleh legenda United seperti George Best, Denis Law, dan Bobby Charlton.

Periode Buruk di Inggris

Kasus pemalsuan paspor yang melibatkan Veron dengan polisi membaut namanya tercoreng. Ia kemudian mendapatkan tantangan baru kala Manchester United datang dengan tawaran tinggi. Pindah ke Inggris, Veron menyatakan siap menaklukan dan tidak takut dengan sepakbola Inggris yang terkenal keras, baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan.

Namun ia gagal mengulang performa apiknya seperti saat membela Lazio. Meski bermain reguler, perannya dianggap tak terlalu penting sehingga dilego ke Chelsea setelah dua musim membela United. Di bawah asuhan Claudio Ranieri, Veron tak dapat menemukan penampilan terbaiknya. Ia bahkan berkutat dengan cedera yang membuat ia tak dapat bermain banyak.

Veron mengungkapkan bahwa ia tidak menikmati karirnya di Eropa, termasuk Inggris. “Saya mengelilingi Eropa seperti seorang gypsy dan tidak pernah menemukan kebahagiaan atau setidaknya menemukan seseorang yang memahami saya. Itulah mengapa saya kembali ke Estudiantes,” ujar Veron

“Saya bosan berpetualang. Inggris memang memiliki kompetisi yang spektakuler, tetapi itu saja tidak lebih. Mereka tidak berlatih banyak dan Manchester United tidak pernah melakukan pemanasan yang cukup,” tambahnya.

Veron akhirnya mengakui bahwa ia tak cocok dengan permainan Liga Primer yang lebih mengandalkan fisik, bukan taktik. “Paul Scholes bisa langsung panas dan melepaskan tendangan hebat tanpa melakukan pemanasan dari jarak 50 meter meski saat itu cuaca dingin hingga minus lima derajat. Saya pernah melakukan hal yang sama dan akibatnya langsung mengalami cedera otot. Saya tidak mengalami suasana bahagia di Inggris hingga memicu niat pensiun,” ungkap Veron.

Mempromosikan Diri Di Argentina

Veron memiliki satu cara unik dalam mempromosikan dirinya di Argentina, tepatnya saat ia membela United. Ia memborong jersey dengan namanya dan membagikannya di sana. Entah karena itu atau bukan, namun faktanya jersey dengan nama Veron menjadi jersey United yang sangat laris terjual bersama jersey Ruud Van Nistelrooy.

“Saya banyak membeli replika kostum saya sendiri. Saya membelinya di megastore dan memberikannya ke setiap orang yang saya kenal di Argentina. Karena situasi kala itu berbeda dengan saat ini. Saat itu, anda tidak akan bisa menemukan kostum Manchester United di Argentina,” imbuh Veron.

Cara promosi yang dilakukan oleh Veron tentu saja memberi keuntungan bagi United. Tapi sayangnya United tak bisa menikmati keuntungan hasil penjualan jersey Veron dalam waktu yang lama setelah Veron memutuskan untuk berseragam Chelsea.

Tentang Tato dan Pelindung Lutut

Bukan hanya khas dengan kepala pelontosnya, Veron juga dikenal dengan tato di lengan kanannya dan pelindung lutut yang selalu ia pakai di kaki kanan. Keduanya memiliki cerita yang berbeda.

Perihal tato, gambar muka itu adalah tokoh revolusi bernama Ernesto ‘Che’ Guevara. Tato tersebut sempat membaut kontroversi kala ia berseragam Lazio. Alasannya adalah paham politik Laziale yang bertentangan dengan revolusi seperti Che.

“Awalnya memang tidak berjalan baik. Mereka bahkan meminta saya menghapus tato idola saya itu. Tapi, begitu berhasil membawa Lazio menjadi Scudetto (tahun 2000), beberapa pentolan Laziale mendatangi saya di ruang ganti dan mencium tato tersebut. Sejak itu hubungan kami membaik,” tutur ayah dua anak ini.

Lain hal dengan pelindung lutut yang ia kenakan. Awalnya pelindung tersebut hanyalah alat untuk pemulihan cedera. Namun Veron memutuskan untuk tetap mengenakannya usai sembuh karena ia menjadikan pelindung lutut tersebut sebagai jimat.

“Awalnya itu adalah plester saat masa penyembuhan cedera lutut yang saya derita pada 1997. Tapi, karena terasa nyaman, saya putuskan untuk tidak melepasnya. Kini perban itu sudah menjadi semacam benda pembawa keberuntungan.”

“Saya tidak akan berhenti melakukannya karena sejak saya mengenakan wrist tape di lutut kanan, saya tidak pernah tampil buruk.”