Final Piala Liga, atau yang sekarang disebut Carabao Cup, musim 2008/2009 berlangsung sengit. Mempertemukan Manchester United dan Tottenham Hotspur, kedua kesebelasan saling jual beli serangan. United ingin meraih titel pertamanya pada musim tersebut. Sementara Spurs ingin mempertahankan gelar yang sebelumnya sudah mereka raih.

Akan tetapi, hingga 90 menit waktu normal plus 30 menit babak perpanjangan waktu, tidak ada gol yang tercipta. Kedua penjaga gawang yang bermain sama-sama tampil gemilang. Laga kemudian harus dilanjutkan adu penalti. Bagi United, ini adalah adu penalti kedua secara beruntun yang mereka lakukan setelah final Liga Champions musim lalu.

Sebuah pemandangan menarik terjadi sebelum adu penalti dimulai. Foster didekati oleh Eric Steele, pelatih penjaga gawang United. Eric kemudian memberikan sebuah ipod yang sudah ia pegang untuk diberikan kepada Foster. Dalam ipod tersebut berisi beberapa video para pemain Spurs ketika sedang menendang penalti. Dan beberapa di antaranya akan menjadi eksekutor saat itu.

Ipod tersebut membantu United meraih Piala Liga yang ketiga sepanjang sejarah mereka. Foster sukses membaca arah dengan benar dua dari tiga penendang mereka. Hanya sepakan Vedran Corluka yang luput meski dalam tayangan ulang, tangannya nyaris menyentuh sepakan pemain asal Kroasia tersebut.

“Tepat sebelum adu penalti, saya melihat sebuah ipod dengan didampingi oleh Eric Steele. Dalam ipod tersebut, berisi gambar pemain Tottenham ketika mengambil penalti. Mereka memberi tahu saya untuk tetap berdiri dan melihat arah bola yang datang. Saya sudah melakukan penelitian seperti ini sebelumnya tetapi ini adalah inovasi yang kami bawa di klub,” tutur Foster.

Selama 120 menit, Foster tampil luar biasa. Kakinya menahan sepakan Darren Bent. Tangan kanannya kemudian menyelamatkan United dari sepakan Aaron Lennon yang saat itu tidak terkawal. Ia membuat tujuh penyelamatan saat itu. Atas penampilan apiknya, ia diganjar gelar pemain terbaik final. Foster menjadi kiper kedua yang mendapat anugerah tersebut setelah Jerzy Dudek pada 2003.

“Kami akan kalah tanpa Ben Foster. Dia membuat beberapa penyelamatan hebat untuk kita. Tottenham memiliki peluang terbaik untuk mencetak gol tetapi mereka gagal melakukannya,” tutur Ferguson.

Aksi Foster yang melihat video pemain Tottenham tersebut sebenarnya menuai protes. Terutama dari Sepp Blatter, presiden FIFA saat itu, yang kerap menentang adanya teknologi masuk ke sepakbola. FA sendiri kemudian buka suara kalau apa yang dilakukan Foster hanyalah sebuah inovasi dan tidak melanggar aturan apa pun.

Sejak babak kelima, gawang Setan Merah sudah dijaga Ben Foster yang saat itu berstatus penjaga gawang ketiga. Van Der Sar lebih difokuskan untuk pertandingan level tinggi terutama di Premier League dan Liga Champions. Tentu banyak yang meragukan kualitas Foster bisa sehebat Van Der Sar saat itu. Maklum saja, ia saat itu baru mengumpulkan empat caps bersama Setan Merah. Namun penampilan hebatnya di Wembley saat itu menunjukkan kalau ia juga punya kualitas.

“Ben bisa menjadi kiper masa depan kami namun Edwin adalah kiper utama kami saat ini. Jika ia tidak terkendala dengan cedera. Dibutuhkan banyak kekuatan mental untuk kembali dari cedera lutut yang parah dan Anda harus memiliki sesuatu yang istimewa di dalam diri untuk bisa bangkit dari situasi tersebut.”

Namun harapan hanya sekadar menjadi harapan. Foster tidak bisa menjadi penjaga gawang masa depan United. Bukan karena tidak punya kemampuan, namun Van Der Sar masih sangat sulit dan konsisten hingga usia 39 tahun. Saat penjaga gawang asal Belanda tersebut pensiun, United sudah mendeklarasikan David De Gea sebagai penerus. Foster kemudian mencari masa depannya sendiri bersama klub-klub medioker seperti Birmingham City dan West Bromwich Albion. Musim ini, Foster berlabuh ke Watford dan bertemu lagi dengan Heurelho Gomes, kiper yang ia kalahkan melalui sebuah ipod.

Sumber: BBC, Telegraph, Daily Mail, Guardian