Dengan rambutnya yang keriting tebal, sekilas kita akan mengira dia sebagai Marouane Fellaini ketika masih muda atau setidaknya masih punya hubungan sanak-famili dengan Fellaini. Namun, nyatanya tidak ada hubungan darah sama sekali di antara mereka, kecuali sama-sama pemain Manchester United. Nama pemain itu adalah Tahith Chong. 

Terdengar asing? Ini wajar karena usianya masih 17 tahun. Tahith pun lahir di Willemstad, kota di sebuah jajahan Belanda di Kepulauan Karibia; kota yang sama di mana Vurnon Anita, gelandang Newcastle United, lahir.

Tahith masuk ke Akademi Feyenoord saat usianya menginjak 10 tahun. Akademi Feyenoord merupakan salah satu akademi terbaik di Belanda. Sejumlah pemain top terlahir di sana. Sebut saja eks-striker Manchester United, Robin Van Persie, Giovanni Van Bronckhorst, Jordie Clasie (Southampton), Stefan de Vrij (Lazio), dan Bruno Martins Indi (Stoke City).

Empat tahun berselang, Tahith naik pangkat ke tim U-17 Feyenoord. Setelah itu, pada 2016, Tahith juga mendapatkan kesempatan membela timnas Belanda di pagelaran kompetisi Eropa di bawah umur 17 tahun. Tahith yang bisa menempati posisi penyerang, sayap kiri, dan sayap kanan, ini tampil apik dengan catatan penampilan sebanyak 16 kali dan mencetak satu gol.

Mengutip dari media lokal Manchester, Tahith dicap sebagai pencetak gol ulung dari luar kotak penalti. Lalu kecepatan dan daya eksplosifnya menjadi kelebihan Tahith di lapangan.

Performa apik Tahith di Akademi Feyenoord dan timnas Belanda, mulai mendapat sorotan dari klub-klub besar. Mulai dari Manchester United, Chelsea, Arsenal, hingga Manchester City. Hal ini ternyata membuat petinggi Feyenoord gusar. Salah satunya pelatih tim muda Feyenoord, Damien Hertog, menjadi frustrasi saat tahu Tahith akan meninggalkan Belanda.

“Tak ada yang mau kehilangan talenta sekelas Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo,” jelas Damien kepada koran lokal Belanda, De Telegraaf, sesaat sebelum Chong memutuskan Manchester United sebagai pelabuhan selanjutnya.

Feyenoord pun sampai harus menurunkan pelatih utamanya, Giovanni van Bronckhorst, untuk mengurungkan niat Tahith untuk pindah. Namun apa daya. Tahith sudah bulat hati untuk memilih Old Trafford sebagai pelabuhan selanjutnya. Ia beralasan akomodasi yang mumpuni dari Manchester United-lah yang membuatnya pindah.

“Saya amat terkesan dengan klub ini (Manchester United). United memiliki akomodasi yang baik untuk pemain-pemain muda. Apalagi orang tua ku ikut pindah ke Inggris, tentu akan menjadi dorongan moril yang baik,” terang Tahith ketika pindah ke United.

Kepindahannya ke Manchester United pada 27 Juli 2016, bersinggungan dengan kehadiran Jose Mourinho menjadi manajer. Setelah mendapat Eric Bailly dari Villareal, Tahith menjadi terkenal karena terhitung sebagai pembelian kedua Manchester United pada era baru Mourinho.

Meski berbeda tingkat kemampuan dengan Bailly, tapi tampaknya pembelian United terhadap Tahith terbayar lunas. Belum genap sebulan di Manchester United, Tahith sudah meraih penghargaan sebagai penyerang terbaik di Kompetisi Otten 2016 di Eindhoven, Belanda.

Dua bulan berselang, tepatnya pada 5 Oktober, Tahith terpilih sebagai 60 talenta muda terbaik versi The Guardian. Dikatakan bahwa Tahith, memiliki daya eksplosif yang mumpuni, kemampuan teknikal yang baik, dan mampu membaca pertandingan.

“Sungguh, Chong benar-benar mengecewakan Feyenoord dengan bergabung ke Manchester United,” tulis Bart Vlietsra, wartawan The Guardian.

Kini di usianya yang masih menginjak 17 tahun, Tahith sudah dipanggil timnas Belanda U-19. Sudah 4 caps dijalaninya sejak debut pada 1 September lalu. Sedangkan di Manchester United, Tahith tergabung bersama skuat U-18, bersama talenta-talenta berbakat lainnya yaitu Angel Gomes, Callum Gribbin, DJ Bufonge, serta Indy Boonen.

Sejauh ini, Tahith sudah melesakkan tiga gol dari 13 laga yang dimainkannya bersama United U-18. Dalam salah satu laga melawan Stoke City, Tahith mendapatkan sorotan yang baik dari media setempat.

“Dia (Tahith) menjadi pusat dari permainan Manchester United saat itu. Lagi-lagi dengan pergerakan yang cerdik, ia mampu mendapatkan bola di ruang yang tepat. Selain itu dengan kecepatannya, Tahith mampu menjalankan serangan balik dengan baik,  menciptakan ruang satu lawan satu dengan bek Stoke,” jelas laporan tersebut.

Sudah menjadi kebiasaan umum bagi akademi Manchester United untuk mencampurkan usia pemain di berbagai tingkat. Menurut mantan pelatih akademi United, Paul McGuiness, strategi tersebut akan memberikan kepercayaan diri yang tinggi terhadap talenta yang mereka punya.

Jadi bukan tidak mungkin, kita akan segera melihat Tahith Chong naik pangkat ke skuat U-23. Semoga saja, Tahith bisa mengikuti jejak Rashford yang melesat ke tim utama!

Sumber : manutd.com, bleacherreport.com, de telegraaf, dan manchesterveningnews.com