Setelah Gary Neville sering absen karena cedera sedekade lalu, Manchester United menemukan sosok bek kanan baru dalam diri Rafael Da Silva. Pemain asal Brasil ini bertahan hampir tujuh tahun dan meraih delapan gelar bersama Setan Merah sebelum meninggalkan Manchester menuju Lyon 2015 silam.

Dalam waktu senggangnya, Rafael sempat melakukan wawancara bersama Andy Mitten, penulis buku The ManUtd Story. Seperti dilansir dari ESPN, saudara kembar dari Fabio (yang juga bermain untuk United) ini menceritakan perjalanannya di Manchester yang diwarnai kejayaan, gol indah, hingga perasaan disingkirkan.

Baca juga: Kisah Pemain Bersaudara di Manchester United (3)

Awal Mula Bertemu Manchester United

Ada seorang pria datang kepada saya dan bertanya apakah saya (serta Fabio) mau pergi ke Old Trafford. Saya pikir itu lelucon. Tapi kemudian saya berangkat bersama John Carvert yang bekerja untuk United dan hal itu sangat luar biasa. Saya diberi kesempatan berlatih bersama tim utama. Fasilitas di Fluminense begitu bagus tetapi di Manchester segalanya sempurna. Dalam perjalanan saya kembali ke Brasil mereka berbicara soal kontrak. Sejak saat itu saya yakin ingin bermain di United.

Cerita selanjutnya justru sangat buruk. Fluminense tidak mau melepas saya ke United. Mereka ingin kami tinggal selama enam bulan hingga satu tahun bersama mereka. United menerima itu sebelum Fluminense mengubah keputusan mereka. Saya dan Fabio merasa kami butuh tantangan baru.

Beradaptasi dengan Lingkungan dan Bahasa di Manchester United

Cukup mudah karena di sana banyak yang bisa berbahasa Portugis. Cristiano Ronaldo memanggil kami dan meminta saya untuk bergabung dengan United karena dia tahu Arsenal juga menginginkan kami berdua. Namun kami tetap memilih United karena ada orang-orang yang bisa membantu saya seperti Nani dan pemain Brasil lain, Rodrigo Possebon dalam berbicara karena kami tidak bisa berbahasa Inggris.

Baca juga: Rodrigo Possebon, Eks United yang Hijrah ke Liga Vietnam

Anderson juga berusaha membantu saya dalam menjadi guru bahasa Inggris saya. Dia akan mendengarkan orang berbicara kemudian menerjemahkannya. Tetapi, dia seringkali marah-marah karena dia sendiri pun tidak lancar berbahasa Inggris.

Saya datang ke Manchester pada Januari 2008 dan melihat mereka menjuarai Liga Champions. Saya yakin kalau keputusan saya ke United sangat tepat karena ini klub terbaik di dunia. Mereka fokus pada ajang itu karena ingin balas dendam setelah dikalahkan Milan musim sebelumnya.

Debut Profesional bersama United melawan Peterborough

Saya ingat Fergie mengatakan banyak hal kepada saya dan saya tidak akan melupakan hari itu. Darren Fletcher mendatangi saya dan berkata ‘tidak buruk untuk pertandingan pertama, ya?’

Dia banyak membantu saya terutama dalam berbahasa. Suatu ketika saya tidak bermain baik dan Fergie mengatakan sesuatu kepada saya. Karena saya tidak mengerti saya hanya mengangkat jempol sambil tersenyum karena di Brasil hal itu sama saja dengan menghormati orang lain. Tapi Fletcher berkata kepada saya, ‘Kamu tidak boleh seperti itu di depan manajer.’

Saya harus bersabar karena Anda tidak bisa bermain tiap minggu. Di posisi saya sudah ada Gary Neville saat itu dan dia bercanda dengan mengatakan, ‘Kamu ingin membuat saya pensiun, ya?’

Saya punya peluang itu mengambil tempat Gary dan Fergie tahu itu. Saya baru dapat peluang ketika Gary cedera begitu juga dengan Wes Brown dan John O’Shea yang juga bisa bermain di bek kanan.

Di United saya bisa memberi bola dengan cepat kepada Cristiano dan Scholes atau Ryan Giggs. Banyak pemain yang bisa saya beri bola. Fergie ingin selalu saya maju dan dia tidak pernah meminta saya untuk bertahan.

Ketika kami melawan City, Fergie datang kepada saya dan berkata kalau saya akan main melawan mereka dan berhadapan dengan Robinho. Dia meminta saya menyerang sebanyak Robinho menyerang saya. Saya bermain baik dan menang. Laga melawan City dan Liverpool adalah dua laga yang ingin saya menangkan. Tapi menang melawan Liverpool bernilai lebih dari apapun.

Ferguson Pengaruh Utama Bagi Karier Saya

Dia banyak membantu saya bahkan ketika situasi tidak berjalan baik. 2010/2011 saya banyak terkena cedera dan sering membuat kesalahan, tetapi dia tidak pernah menyerah pada saya. Dia langsung memperbarui kontrak saya meski saya tidak bermain baik. Dia melihat kerja keras saya dan saya harus membayarnya. Awal 2012, dia bilang kepada saya ‘Kamu sudah dewasa dan tidak boleh membuat kesalahan lagi.’

Saya teringat kartu merah melawan Bayern Munich pada 2010 adalah momen terburuk saya. Saya melanggar Mark Van Bommel dan melakukan pelanggaran bodoh kepada Franck Ribery. Saya menangis di ruang ganti, Fergie marah, tapi saya rasa dia tidak mengatakan semua yang ingin ia katakan kepada saya. Saya kecewa malam itu dan kesedihan saya makin menjadi ketika Fergie bilang ‘saya berhasil merepotkan Ribery’. Saya benar-benar sedih karena telah membuat dua kesalahan.

Menderita Gegar Otak Melawan Blackpool

Ibu dan istri saya khawatir saat itu. Mereka mencoba menelepon saya namun tidak berhasil. Mereka putus asa karena telepon saya tinggal di ruang ganti sementara saya ada di rumah sakit. Saya tidak sadar selama hampir dua menit dan pertandingan tertunda 10 menit. Tapi saya baik-baik saja. Saya pernah mengalami kejadian serupa ketika beradu dengan Olivier Giroud. Saya tidak ingat apa-apa saat itu dan saya berpikir kami menang padahal tidak.