Ada yang masih ingat dengan Ravel Morrison? Pemain ini pernah dideskripsikan sebagai ‘pemain muda terbaik yang pernah ada’ oleh Sir Alex Ferguson. Akan tetapi, ia justru melesat jauh dari label itu dan malah bermain di Liga Swedia.

Saat ini, Ravel Morrison benar-benar telah mengungkapkan semua perasannya secara merinci tentang cerita kejatuhannya di Manchester United. Morrison, yang kini berusia 26 tahun, adalah pemain muda yang dianggap potensial oleh Sir Alex Ferguson. Namun, fakta tidak mengizinkan label itu terwujud setelah ia gagal meraih keberuntungan di Old Trafford dengan sejumlah kasus pengadilan dan tergores oleh hukum.

Gelandang kelahiran Wythenshawe ini adalah bagian dari tim pemenang Piala FA Youth Cup pada 2011. Ia sempat diprediksi menjadi pemain reguler tim utama di bawah Ferguson. Tapi, ia kemudian dijual ke West Ham pada Januari 2012. Padahal, waktu itu kemampuannya lumayan brilian. Kemampuannya pun dinilai memiliki kelas, dan hanya perlu sedikit eksplorasi lagi guna membuat permainannya menjadi sempurna.

Namun apa daya, Morrison justru harus pergi dari United, dan kepergiannya ini meninggalkan kesan buruk. Ia diterpa tuduhan pencurian dari loker rekan satu timnya di Manchester United. Salah satu pemain muda United lalu berkicau di Twitter dan meminta mantan bek Setan Merah, Ferdinand, untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Padahal, selama masih di United, Morrison sering mengikuti latihan bersama tim utama United dan lumayan banyak dikenal oleh para pemain senior.

“Ketika saya berusia 16 atau 17 tahun, saya biasa berlatih dengan tim utama pada hari Senin. Itu menyenangkan. Beberapa kali saya pernah berlatih dengan para pemain senior, termasuk dia (Ferdinand). Kemudian, setelah itu, Anda tahu bahwa mereka (yang menuduhnya mencuri) membuat nama saya buruk,” ungkap Ravel Morrison dilansir dari MEN Sports.

Di sisi lain, debut Morrison di United terjadi pada Oktober 2010, dan saat itu ia masih berusia 17 tahun dan menjadi pemain pengganti untuk Ji-Sung Park pada menit ke-89 dalam kemenangan kandang 3-2 di Piala Liga. Dua penampilan di kompetisi yang sama pun mengikuti di musim berikutnya, akan tetapi, reputasi Morrison mulai menemui masalah setelah harus terpaksa hengkang ke West Ham dengan kontrak tiga setengah tahun. Menyikapi hal ini, Morrison pun lalu percaya reputasi buruknya itu terbukti mustahil untuk dilenyapkan.

“Ada saat-saat ketika saya melakukan sesuatu yang salah, tetapi itu memang hanya terjadi di waktu yang salah, tempat yang salah, kerumunan yang salah dan bahkan saya tidak melakukan sesuatu yang menurut mereka salah. Semuanya benar-benar hanya sebuah kesalahan,” jelasnya.

“Tetapi karena saya ada di sana, mudah untuk menuduhkan semua itu kepada saya. Mudah pula untuk menyebut nama saya dengan label negatif karena karena status dari mana saya berasal, dan karena saya pernah membuat kesalahan di masa lalu. Padahal, ada pemain yang lebih buruk dari itu dengan mengemudi sambil minum-minum, tapi label itu tidak ada di nama mereka.”

“Saya harus tekankan, saya adalah orang biasa yang tidak pernah keluar dengan minum-minum, kencing sembarangan, menyebabkan masalah, mengemudi sambil minum, merokok ataupun bahkan memakai narkoba. Tapi, pemain-pemain lain yang memiliki kebiasaan itu lolos dengan semua tuduhan. Bisakah Anda bayangkan itu?”

“Jika saya melakukan sesuatu, hal yang saya lakukan itu akan tetap melekat pada saya untuk selama-lamanya. Saya memang membuat kesalahan ketika saya masih muda, tetapi itu hampir sepuluh tahun yang lalu. Semua orang pun membuat kesalahan yang sama ketika mereka masih muda. Tapi mereka tidak mendapatkan label buruk apapun.”

Selain itu, Ravel Morrison juga mengakui jika ada dua tuduhan intimidasi saksi di pengadilan pemuda Trafford pada Februari 2011, sebelum akhirnya datang tuduhan penyerangan fisik yang dilakukannya kepada pacarnya. Pemain yang berposisi sebagai gelandang itu dihukum karena melakukan tindak kriminal setelah melemparkan ponsel pacarnya ke luar jendela.

Padahal, di luar semua rentetan kasus tersebut, Morisson, adalah pemain tim nasional Inggris U-21 yang tampil mengesankan bersama West Ham pada musim 2013/2014. Penampilannya yang kala itu berada di bawah asuhan Sam Allardyce dinilai sangat apik. Ia pun berhasil mencetak lima gol dalam 12 pertandingan, dan bahkan berhasil mencetak gol saat dipanggil untuk pertama kali ke timnas Inggris asuhan Roy Hodgson.

Namun, perselisihan kontrak dengan The Hammers menjadi malapetaka baru. Morrison secara tiba-tiba dipinjamkan ke Queens Park Rangers. Kendati begitu, permainan ciamiknya tetap berlanjut di Loftus Road, dan ia juga mencetak lima gol dalam tujuh pertandingan pertamanya. Morrison pun sempat berhasil dinobatkan sebagai pemain terbaik pada bulan Maret 2014.

Tapi tetap saja, West Ham tidak merasa diyakinkan oleh penampilan Ravel Morrison pada awal musim berikutnya, dan ia kemudian pindah ke Cardiff dengan status pinjaman sebelum akhirnya pindah secara permanen ke Lazio pada 2015. Morrison pun lalu menggambarkan langkah kepindahannya itu sebagai ‘keputusan terburuk yang pernah dibuat dalam hidupnya’ setelah hanya memainkan tujuh penampilan selama bermain di Serie A.

Hubungannya selama tiga setengah tahun dengan Lazio sangat pelik. Marrison benar-benar merasakan puncak nestapa dalam perjalanan kariernya. Ia pun lalu dipinjamkan kembali untuk kedua kalinya ke QPR. Pada akhirnya, Morrison benar-benar muak dan pindah ke Swedia untuk bergabung dengan Ostersund di pada 14 Februari lalu.

“Saya suka apa yang dikatakan klub untuk menjual saya ke Allsvenskan. Mereka punya direktur olahraga asal Inggris (David Webb) dan pelatih yang bisa berbahasa Inggris (Ian Burchnall). Itu nilai tambah untuk saya. Mereka mengatakan saya bisa datang ke sini, menikmati karier sepakbola dan membantu tim. Ini sama sekali berbeda dengan apa yang saya alami di Lazio,” pungkas Morrison ketika memutuskan untuk pindah ke Allsvenskan.

 

Sumber: Manchester Evening News