Foto: Marca.com

Dengan rambut ala cukuran militer ditambah senyumnya yang khas, Shinji Kagawa mendekat ke arah suporter yang sudah memadati stadion La Romareda. Dengan mengangkat syal bertuliskan Federacion De Penas Real Zaragoza, Kagawa resmi memulai petualangannya di kompetisi negeri matador sejak musim panas 2019 lalu.

Yang menarik, Kagawa tidak bermain di kompetisi tertinggi Spanyol yaitu La Liga. Sejak 2013/2014, Los Blanquillos terus berkutat di Segunda Divison dan kesulitan untuk kembali promosi. Dengan datangnya penggawa asal Jepang ini, tiket promosi ke La Liga bisa diraih musim ini.

“Bermain di Zaragoza adalah tantangan dan itu memacu saya untuk tampil lebih baik lagil Saya merasa kalau bermain di sini akan menjadi kesempatan bagus untuk saya. Di Zaragoza saya menemukan teman-teman baik. Saya akan menikmati segalanya di dalam maupun di luar lapangan,” tuturnya setelah diperkenalkan.

Hingga tulisan ini dibuat, Kagawa sudah 20 kali bermain (19 Segunda, 1 Copa del Rey) dengan rincian dua gol dan satu asis. Kontribusi dari segi gol maupun asisnya memang tidak mentereng, namun melihat dia hanya absen empat kali saja dari 23 laga Segunda, maka bisa dibilang kalau peran mantan pemain Cerezo Osaka ini sangat besar bagi mereka. Terbukti, Zaragoza berada di urutan ketiga dan masih punya peluang untuk lolos langsung ke La Liga pada akhir musim.

Sosoknya juga begitu disukai oleh para pendukungnya. Kurang lebih 7.000 orang yang hadir dalam perkenalannya menandakan kalau dia masih punya magnet untuk mengundang para penonton untuk hadir. Wajar saja mengingat sudah lama Zaragoza tidak punya pemain asal Jepang. Aria Hasegawa adalah penggawa Jepang terakhir Zaragoza. Sayang, kariernya tidak berjalan bagus. Kagawa jelas punya nama yang jauh lebih mentereng dari Hasegawa.

“Kami menyukainya di sini,” kata Gabriel dan Gabriel Junior, ayah anak yang merupakan penggemar mantan klub David Villa ini.

Kagawa sendiri sebenarnya baru berusia 30 tahun, usia yang sebenarnya masih cukup layak untuk membawanya tampil di level tertinggi. Sayangnya, kombinasi cedera dan penurunan performa membuat kariernya meredup dengan cepat. Bermain di Segunda bersama Real Zaragoza kemudian menjadi pilihan untuk kembali menata ulang kariernya yang sekarang tidak secerah saat ia muda dulu.

Hancur Hati Seorang Jurgen Klopp

Ketika masih bermain untuk Dortmund, sosok Kagawa terlihat begitu sempurna. Apalagi pada musim 2010/2011 hingga 2011/2012, saat ketika Dortmund sukses berdiri di atas Bayern Munich. Pada masa itu, Kagawa punya andil besar dalam permainan Dortmund bersama Jurgen Klopp. Sebuah penampilan yang kemudian memancing Sir Alex Ferguson dan Mick Phelan untuk rela terbang jauh-jauh ke Jerman untuk melihatnya bermain.

“Yang saya perhatikan adalah otaknya. Otaknya sangat tajam untuk bermain sepakbola,” tutur Fergie dalam bukunya. “Apa yang kita ketahui dari Kagawa sudah terlihat jelas sekarang. Larinya cepat, dua kakinya bagus, dan rasio golnya bagus di Dortmund. Saya senang,” kata Ferguson setelah laga pra-musim melawan AmaZulu.

Segalanya berjalan lancar pada musim pertama. Kagawa menjadi pemain Jepang pertama yang menjadi juara Premier League. Ia bermain dalam 22 pertandingan dengan mencetak enam gol. Meski jumlah laganya tidak terlalu banyak, namun hal itu bisa dimaklumi mengingat rentetan cedera yang ia derita. Pada laga kandang terakhir Fergie melawan Swansea, ia mendapat gelar man of the match.

Sayangnya, hanya di musim itu saja Kagawa bermain bagus. Pada musim keduanya dengan David Moyes sebagai manajer baru, hanya jumlah pertandingannya saja yang meningkat. Perihal soal kontribusinya di lapangan, Kagawa terbilang kurang meyakinkan dengan hanya membuat empat asis. Dua angka lebih sedikit dari musim pertama. Selain itu, ia juga lebih banyak dimainkan sebagai pemain cadangan di Premier League.

Ferguson sebenarnya berharap kalau Kagawa bisa berkembang di tangan Moyes. Sayangnya hal itu tidak terjadi. Bahkan Moyes menambah lagi satu pemain bertipikal sama dengan Kagawa yaitu Juan Mata yang membuat Fergie pesimis dengan perkembangan si pemain.

“Setiap manajer itu punya filosofinya sendiri-sendiri, dan ketika Moyes mendatangkan Juan Mata, maka Kagawa merasa dia tidak lagi menjadi pilihan pertama, dan harapannya sangat sedikit,” kata Sir Alex.

Kagawa sebenarnya bukan pemain yang buruk di United. Sayangnya, ia datang pada kondisi yang bisa dibilang tidak tepat. Ketika Kagawa datang, Ferguson sedang bereksperimen dengan formasi 4-2-3-1 yang saat itu lazim dipakai setelah meninggalkan 4-4-2 andalannya. Formasi tersebut membutuhkan satu gelandang serang yang seharusnya bisa diisi oleh Kagawa.

Akan tetapi, Fergie juga masih punya Wayne Rooney yang juga dibekali kemampuan berperan sebagai playmaker. Hal ini yang membuat Fergie sulit menentukan pilihan mengingat ia butuh Rooney, namun di sisi lain Kagawa juga harus dimainkan. Jadilah dia mengambil risiko memainkan Kagawa menjadi pemain sayap di sebelah kiri. Posisi yang kemudian membuat kreativitasnya buntu dan terbelenggu.

“Shinji Kagawa itu adalah salah satu pemain hebat di dunia dan dia bermain di Manchester United hanya menjadi pemain sayap kiri. Hati saya hancur sehingga mau menangis,” kata Jurgen Klopp.

“Shinji berusaha memperkuat tubuhnya secara fisik karena gaya bermain Moyes menuntut lebih banyak fisik. Karena itulah kecepatannya semakin lama semakin menghilang padahal kecepatan adalah kekuatannya. Setelah di United, kinerjanya justru membuatnya sebagai pemain biasa saja dan bukan lagi kelas dunia,” kata Kosuke Tajima, jurnalis Jepang yang meliput Kagawa di Eropa.

Ferguson sadar kalau ia gagal membuat Kagawa mengeluarkan potensi hebatnya. Ia bahkan sampai meminta maaf kepada Klopp karena gagal menjalankan tugas tersebut. Terjebak dilema diantara dua pilihan yang bagus, membuat Ferguson memaksakan Kagawa bermain di bukan posisi idealnya.

“Saya bertemu Sir Alex di Nyon dan dia masih mencintai Shinji. Dia berkata kepada saya kalau dia sangat menyesal tidak bisa memaksimalkan Kagawa meski puas pada musim pertamanya. Dan di musim kedua, Anda biasanya akan membuat langkah yang lebih baik, namun nyatanya tidak. Sir Alex sangat menyesal,” kata Klopp.

Kagawa adalah alasan klasik tentang bagaimana sejumlah hal tidak berjalan mulus di United. Setidaknya itulah menurut surat terbuka yang ditulis salah seorang penggemarnya ketika dia memastikan kembali ke Borussia Dortmund pada 2014. Talenta saja tidak cukup. Hal itu harus disertai dengan nasib, takdir, dan keberuntungan. Sayangnya tiga faktor, itu tidak didapat Kagawa di United.

Ia terusir oleh Van Gaal karena tidak sesuai dengan gaya main yang diinginkan. Sempat bersinar beberapa musim lagi di Dortmund, namun cedera dan persaingan yang ketat di pos gelandang serang membuatnya tersingkir ke Besiktas. Sekarang, ia sedang berusaha untuk mendapatkan permainan terbaiknya lagi bersama Real Zaragoza.