Menunggu seringkali diartikan sebagai kegiatan yang membosankan. Dengan menunggu, kita seringkali dibuat bertanya-tanya apakah kita mendapatkan sesuatu yang baik atau tidak. Apalagi kalau sesuatu yang ditunggu tersebut merupakan hal yang tidak jelas. Yang ada seseorang tersebut akan menderita sekaligus terpuruk dalam pusaran ketidakpastian.

Sam Johnstone langsung terpana ketika pertama kali datang ke Manchester United pada 2010 silam. Dalam pikirannya, ia akan bermain bersama klub yang selalu diperkuat para penjaga gawang hebat. Alex Stepney, Edwin van der Sar, hingga Peter Schmeichel adalah nama-nama yang menjalin romansa indah bersama Setan Merah. Sesuatu yang begitu diimpikan Sam.

Hanya butuh dua tahun bagi Sam untuk bisa menancapkan kukunya di level cadangan. Ia adalah penjaga gawang utama tim reserves United dalam beberapa periode. Bersama Paul Pogba dan Jesse Lingard, mereka bahu membahu membawa United menjuarai FA Youth Cup pada musim 2010/2011.

Layaknya jatuh cinta kepada seorang perempuan, Sam berusaha untuk mendapatkan hati United yang ditinggalkan lelaki tampan asal Belanda yang memutuskan tidak ingin bermain sepakbola lagi. Akan tetapi, hal itu tidaklah mudah. Sepanjang sejarah, United memang dikenal sebagai penghasil bakat-bakat hebat dari akademi tetapi menaikkan penjaga gawang dari akademi sebagai pemain utama adalah hal yang tidak pernah United lakukan setidaknya sampai tulisan ini dibuat.

Cinta Sam bertepuk sebelah tangan, sang pujaan hati lebih memilih untuk merajut kisah bersama kiper muda dari Atletico Madrid yang saat itu digadang-gadang akan menjadi kiper terhebat di dunia. Meski begitu, United tidak begitu saja menolak Sam. Pihak klub akan menerima Sam dengan catatan ia rela untuk diasingkan ke klub yang juga menaruh minat kepada Sam.

Tercatat tujuh kali Sam berkelana keluar Manchester. Oldham Athletic adalah klub pertama yang ia singgahi. Menyusul setelahnya ada Scunthorpe United, Walsall, Yeovil Town, Doncaster Rovers, Preston North End, dan Aston Villa. Semua klub tersebut rela disinggahi demi satu impiannya yaitu bermain di tim utama United.

Setiap fase pengasingan yang ia jalani, dirinya tidak pernah tampil buruk. Ketika bermain di Doncaster, ia bisa meraih sembilan clean sheet dari 32 pertandingan. Ketika di Preston, 13 kali tanpa kebobolan berhasil ia raih. Puncak kematangan seorang Sam tentu ketika ia mencatat 20 clean sheet dari 45 pertandingan dan membawa The Villans lolos ke babak play off meski kalah dari Fulham.

Tujuh kali menjalani peminjaman, Sam seolah tidak mendapat kepastian apakah United mau menerima dirinya. Pengalaman yang sudah ia punya hanya menghasilkan beberapa laga pramusim dan kesempatan melihat tim utama United dari bangku cadangan. Miris bagi Sam, ketika ditanya momen terbaiknya bersama United, ia menjawab ketika dirinya gembira duduk di bangku cadangan pada derby Manchester yang dimenangi United 3-2. United juga tidak bisa disalahkan. De Gea begitu tangguh untuk ditaklukkan. Jangankan Sam Johnstone, Anders Lindegaard saja tidak bisa menggusur statusnya sebagai kiper utama.

“Menjalani debut pada pertandingan persahabatan adalah hal yang menyenangkan. Tetapi langkah selanjutnya adalah saya ingin bermain di liga yang kompetitif. Sekarang yang bisa saya lakukan hanyalah bersabar karena mendapatkan kesempatan bermain tidak semudah ketika Anda menjentikkan jari Anda,” tutur Sam.

Pada 2015, Sam sebenarnya punya kesempatan untuk menjadi penjaga gawang utama. Hubungan penuh kasih antara United dengan De Gea diambang keretakan karena adanya orang ketiga dalam wujud Real Madrid. Sayangnya, status Sam saat itu hanya naik sebagai kiper kedua. United lebih memilih Sergio Romero alih-alih memakai Sam. United sendiri akhirnya memilih untuk memperbaiki hubungannya dengan De Gea yang membuat Sam kembali tersingkir bahkan dari bangku cadangan klub.

Hingga Oktober 2016, status Sam hanya sebatas kiper ketiga. Meski begitu, Sam tidak mau menyerah. Baginya, asa sekecil apapun harus dipupuk. Ketika datang tawaran perpanjangan kontrak dua musim dari United, ia pun langsung mengiyakan tawaran tersebut meski kemudian dirinya harus menjalani peminjaman ke Aston Villa pada awal 2017.

Namun usia Sam saat itu sudah 24 tahun. Bagi seorang pemain sepakbola, usia 24 tahun seharusnya sudah memiliki jalan karier yang jelas. Sam pun sudah memikirkan hal tersebut. Saat kontraknya berakhir pada akhir Juni lalu, ia pun menyerah untuk mencari kesempatan lagi bersama United.

“Saya ingin sekali berusaha (mendapat peran sebagai kiper utama). Tetapi Anda tidak bisa menunggu selamanya karena Anda sudah punya penjaga gawang sekelas David De Gea. Saat itu Anda harus sadar bahwa anda harus mengambil contoh dari orang lain seperti Michael (Keane) yang pergi ke Burnley dan mendapat karier yang bagus bersama Everton dan Inggris.”

Dan akhirnya, 3 Juli 2018 menjadi akhir dari kebersamaan Sam Johnstone bersama Manchester United. Ia menerima pinangan West Bromwich Albion. Sekarang sudah tidak ada lagi pikiran untuk menjadi penjaga gawang United. Targetnya saat ini tentu membawa WBA kembali ke Premier League meski dirinya akan dibayangi rekor yang tidak ia inginkan.

Sam keluar dengan status sebagai pemain akademi United terlama yang terdaftar dalam skuad utama tanpa mengumpulkan satu menit pun yaitu tujuh musim.