Foto: Wales Online

Rhodri Jones saat itu masih merasa bersyukur. Setidaknya, bahwa salah satu manajer terbaik dunia cukup baik hati untuk memberinya rasa hormat dengan mengatakan sebuah keputusan kepadanya secara pribadi. Walaupun di satu sisi, Jones sendiri mengakui bahwa berita yang disampaikan oleh Ferguson sebenarnya membuat dirinya semakin sulit untuk mengambil langkah.

“Ketika saya datang sebagai anak sekolahan, saya menandatangani kontrak di klub akademi bersamanya (Ferguson), si manajer peraih trofi Premier League dan trofi Piala FA. Dia mengambil waktu itu, dan itulah yang membuatnya menjadi manajer khusus. Dia merasa bertanggung jawab untuk memberi tahu saya tentang apa yang terjadi. Tapi kemudian mungkin itu bukan hal terbaik bagi saya sebagai anak muda,” ungkap Rhodri Jones dikutip dari Wales Online.

“Jika Anda hanya memiliki pelatih yang Anda lihat setiap harinya menyampaikan berita, tampaknya kekecewaan Anda tidak terasa begitu parah. Tetapi ketika itu datang dari seorang pria yang Anda sudah dikagumi begitu lama, itu akan membuat Anda lebih sulit. Saya mengerti mengapa dia (Ferguson) melakukan itu, tetapi itu membuat saya kesulitan mengambil langkah. Sepakbola memang unik. Tidak ada banyak pekerjaan di mana Anda bisa mendapatkan persyaratan begitu mudah.”

Setelah dibuang dari United, Rhodri Jones bergabung dengan Rotherham United. Namun, alih-alih keadaannya membaik, tekanan besar justru semakin menyelimutinya. Ia malah tambah kesulitan untuk menaikan kariernya. Selain itu, cedera lutut yang lebih parah datang di saat segalanya sudah tidak sesuai dengan ekspektasi. Oleh sebab itu, kariernya di Yorkshire Selatan tersebut dengan cepat berubah menjadi mimpi buruk.

“Saya tahu begitu saya tiba, itu bukan klub terbaik untuk saya. Tetapi di kepala saya, saya hanya berpikir, ‘Ya Tuhan, Engkau harus memberi saya jalan. Engkau harus melanjutkan karier saya’. Ditambah lagi, cedera lutut saya mulai kambuh lagi. Saya juga beralih dari berada di ruang ganti yang penuh dengan teman-teman saya, ke ruang ganti yang mengharuskan saya untuk pemulihan,” lanjut Jones.

“Mereka (Rotherham United) adalah klub kecil. Karenanya mereka memiliki karakter yang kuat di sana. Saya masuk ke sana, dan saya masih terhuyung-huyung dengan perkataan Ferguson. Saya sempat berpikir United mungkin akan berubah pikiran. Itu akan menjadi cerita yang bagus untuk membuktikan semua orang salah. Tetapi untuk melakukan itu, saya harus berada dalam pola pikir yang benar.”

“Itu cukup sulit karena saya yang terus-menerus merasa seperti saya akan mengecewakan keluarga saya. Saya kurang memiliki harga diri dan secara tidak sadar saya pikir saya mungkin pergi ke sana karena letaknya sangat jauh dari Cardiff. Itu berarti saya tidak perlu bertemu dengan pasangan saya. Saya seperti tidak memiliki visi.”

Foto: Regan Talent Group

Setelah keluar dari United, Rhodri Jones mengakui bahwa ia memang gagal menangani pergulatan batinnya. Pada beberapa kesempatan, ia bahkan sempat menggunakan kata “penjara” ketika mendiskusikan situasinya selama di Rotherham United. Ya akhirnya, cinta kepada sepakbola dan kegagalan berkarier di Old Trafford mulai menguap dan berubah menjadi kondisi mental yang terus memburuk.

“Saya selalu bermimpi menjadi pemimpin di lapangan. Saya telah menjadi kapten di banyak tim yang saya mainkan. Tetapi di Rotherham, saya bermain untuk cadangan, dan hanya terus-menerus berpikir, ‘Saya bahkan tidak ingin berada di lapangan’. Jika saya bermain di malam hari, saya hanya akan bangun di siang hari. Tetapi saya merasa lebih hancur karena secara mental saya sudah tidak ingin bermain,” tandas pria asal Wales tersebut.

“Di sana (Rotherham United), saya merasakan perasaan yang aneh. Saya mulai memiliki pikiran yang benar-benar gelap. Saya hanya ingin pulang ke tempat tinggal saya, menutup tirai, dan menunggu esok hari datang. Saya tahu saya tidak berada di jalan yang benar. Saya pergi ke dokter di seberang tempat tinggal saya, dan saya hanya mengatakan kepadanya bagaimana perasaan saya. Saya berlatih saat itu dengan kondisi depresi.”

“Saya merasa mati rasa, dan saya mencapai titik di mana saya sudah tidak ingin melakukan sesuatu ketika menjalani musim kedua di Rotherham. Padahal saya masih memiliki enam atau tujuh bulan tersisa di kontrak saya. Saya bertanya kepada manajer, Ronnie Moore. Saya akui, kami berdua tidak terlalu banyak berhubungan satu sama lain, dan saya merasa bersalah.”

“Meskipun saya tidak akan membebani mereka pada biaya transfer, tapi saya merasa malu untuk berbicara dengannya karena saya tidak tampil di tim. Saya memang berpikir, ‘Ini saatnya. Sekarang ini saatnya untuk jujur dan mengatakan apa yang saya inginkan’. Tapi kenyataanya, saya tidak mengatakan apa-apa. Saya hanya mengatakan kepada mereka untuk merobek kontrak saya. Saya ingin pergi dari Rotherham.”

Sementara itu, bukan hanya karier saja yang semakin memburuk, tapi nasib Rhodri Jones pun sama sialnya. Setelah berusaha keras untuk menghindari kontak dengan kota asalnya, Jones kembali ke South Wales pada tahun 2002. Ia lalu mendaftar kuliah dan mengambil jurusan bisnis.

Karena merasa sulit untuk meninggalkan sepakbola, Jones kemudian memilih untuk ikut bergabung dengan Cwmbran Town sebagai pemain semi-pro. Di sana, ia mendapati dirinya bermain bersama mantan bintang Cardiff City Jason Perry. Kariernya saat itu bisa dibilang “sejuta mil jauhnya dari cahaya terang Old Trafford”, dan mungkin kasarnya bisa disebut sebagai “karier yang anjlok.”

“Setelah pergi dari Rotherham United, saya masih bisa menikmati kembali sepakbola. Saya bersama orang-orang yang hanya bermain untuk bersenang-senang. Saya akhirnya berhenti tinggal di “penjara”, dan saya bisa hidup untuk diri saya sendiri,” tegas Jones.

 

Catatan redaksi: kutipan dilansir dari Wales Online