Foto: Wales Online

Setiap kegagalan dalam suatu pekerjaan tampaknya memang memberikan dampak pada psikis seseorang. Termasuk sepakbola. Hal ini bisa dengan gamblang terlihat dari seorang mantan pemain akademi Machester United, Rhodri Jones. Ia mengalami banyak penderitaan saat mendaftar sebagai pemain akademi, dan sekarang ia menceritakan penderitaannya itu kepada Anda.

Di satu sisi, Rhodri Jones adalah seorang mantan remaja Wales yang sebetulnya berusaha untuk mencapai impian yang banyak dianut oleh remaja di negara itu. Namun sayangnya, banyak hal tidak mengenakan terjadi, dan itu membuat impiannya tidak berhasil diraih. Yang parahnya, ketidakberhasilan ini memberikan efek abadi pada hidupnya.

“Yang bisa saya pikirkan adalah ‘jangan menangis di depannya. Jangan menangis. Jangan menangis’.”

Begitulah pernyataan Rhodri Jones ketika ia berbicara tentang bagaimana Sir Alex Ferguson berkata terus terang dan membuat impian sepakbolanya hancur.

Bagaimanapun, sepakbola adalah segalanya bagi orang-orang Wales. Welshman, sebutan mereka, sangat cinta dengan sepakbola. Meski pada kenyatannya, sepakbola sendiri tidak begitu baik dalam membalas cinta mereka. Termasuk membalas kecintaan Jones selama awal kariernya. Bahkan tanpa ampun sepakbola telah menyeretnya ke dalam depresi yang pada akhirnya mengantarkan ia “ke tumpukan sampah” pada usia 26 tahun.

Cerita ini adalah perjalanan yang panjang, dan Jones membuat dirinya dihujani rasa kasihan. Alih-alih menekankan keinginannya untuk terus berkarier sebagai pesepakbola, Jones justru merasa semakin menderita dan terganggu kesehatan mentalnya sejak karier awalnya dipatahkan Sir Alex Ferguson.

Menurut angka dari Asosiasi Pesepakbola Profesional, jumlah orang yang meminta dukungan kesehatan mental meningkat dari 160 pada 2016 menjadi 544 antara Januari dan September pada 2019. Lebih dari setengah jumlah itu diyakini merupakan mantan pemain sepakbola. Satu di antaranya, ya tentunya Rhodri Jones.

Tidak terlepas dari itu, semua cerita Jones ini bermula ketika ia menandatangani kontrak dengan akademi Manchester United pada usia 14 tahun. Baginya, hal ini mungkin terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Bagaimana tidak, ia bisa berkesempatan untuk mengikuti jejak David Beckham dan Ryan Giggs. Ia juga dapat belajar dari beberapa pelatih terhebat di akademi United.

Akan tetapi, kenyataannya sedikit berbeda, dan beratnya mimpi itu malah perlahan mulai membuat “pundak” Jones kehilangan keseimbangannya.

“Ketika saya masuk ke akademi, saya masih berstatus sebagai anak sekolah. Itu berarti setiap akhir pekan saya harus bermain sepakbola, dan itu berarti saya agak mengorbankan banyak waktu masa kecil. Di saat seperti itu, Anda akan merasa seperti di bawa kemana-mana. Anda dapat mulai membangun cerita bahwa ada banyak hal yang dipertaruhkan, dan Anda tidak ingin mengecewakan siapa pun,” ujar Rhodri Jones dikutip dari Wales Online.

“Saya merasakan banyak tekanan. Setelah GCSE saya rampung, saya mendapat beasiswa tiga musim untuk pergi dan bermain bersama mereka (Manchester United). Dan saya sedikit khawatir karena saya sangat akademis di sekolah, dan saya benci tidak berada di Cardiff karena saya memiliki sekelompok teman dekat.”

“Mungkin akan lebih mudah jika saya tidak akademis dan saya tidak memiliki kelompok teman yang baik, karena itu mungkin bisa membantu. Anda mencoba menyesuaikan diri secara fisik dan mental dalam lingkungan yang sangat kompetitif. Tidak diragukan lagi, Anda tahu Anda memiliki bakat, tetapi hari demi hari Anda menyadari sesuatu yang bisa membuat Anda kesal.”

Foto: Wales Online

Rhodri Jones berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya di Inggris, dan itu merupakan sebuah tantangan tersendiri. Namun, dua musim pertamanya sebagai seorang pemain akademi semakin terasa sulit dengan masalah seperti cedera yang datang terus-menerus. Dengan waktu bermain yang sangat sedikit, Jones juga semakin mendapati dirinya sendirian. Ia hanya berteman dengan pikirannya.

“Saya meninggalkan rumah, melakukan semua latihan, itu seperti berada di bootcamp, tubuh Anda harus menyesuaikan intensitas yang diperlukan. Kemudian hal berikutnya yang saya tahu, saya kembali ke rumah dengan lutut saya di penjepit selama enam hingga delapan minggu. Lalu saya mulai berpikir bahwa teman-teman saya semua melihat saya,” kata Jones.

“Mereka berbicara tentang bagaimana kalau saya sekarang kembali saja. Saya hampir mulai berpikir bahwa mungkin beberapa teman saya cukup senang dengan ketidakberhasilan yang saya alami. Anda pasti akan mulai melukis cerita-cerita itu. Saya terlalu banyak berpikir.”

Seolah tekanan itu tidak cukup, Jones kemudian sempat menjadi subjek film dokumenter yang dibuat saluran TV Wales bernama S4C dengan judul “Giggs, Rhodri, and Beckham”. Tetapi tidak lama setelah ditayangkan pada tahun 2000, ia malah menerima pukulan paling menghancurkan dalam perjalanan karier sepakbolanya yang masih pendek.

“Saya memiliki dua musim pertama saya di sana (United), dan saya mengalami cedera. Tetapi di musim ketiga saya, saya berhasil bebas dari cedera dan saya memiliki pertemuan secara teratur dengan pelatih. Jadi, dia memberi tahu saya bagaimana perkembangan saya, dan umpan baliknya sebenarnya cukup positif. Lalu, suatu pagi saya dipanggil untuk menemui Alex Ferguson,” tutur Rhodri Jones dengan tenang.

“Saya belum pernah ke kantornya. Jadi saya agak melihat sekeliling untuk melihat memorabilia macam apa dan barang apa yang dia punya! Tapi saya baru berusia 20 tahun saat itu, dan duduk di seberangnya. Saya hanya bermodal umpan balik yang saya miliki, dan saya mungkin berpikir saya akan mendapatkan satu tahun lagi kesempatan. Saya tidak bisa mengingat kata-kata yang tepat, tetapi saat itu dia (Ferguson) mengatakan; ‘Maaf nak, kami tidak akan memperbarui kontrak Anda’.”

“Dia (Ferguson) mengatakan lebih banyak, tetapi begitu Anda mendengar kata-kata itu, Anda hanya ingin keluar dari sana. Untuk seorang anak muda pada usia 20 tahun, dengan Ferguson dan aura di sekitarnya, mulut saya terasa mengering. Saya tidak tahu harus berkata apa. Itu tidak relevan dengan apa yang dia katakan sejak saat itu.”

 

Catatan redaksi: kutipan dilansir dari Wales Online