Di depan gawang, David De Gea tampil begitu mencolok. Tubuhnya yang tinggi menjulang menopang rambutnya yang pirang. Namun, tugasnya bukan untuk menjaga gawang, melainkan untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya.

De Gea dikenal sebagai predator di depan gawang, setidaknya inilah yang diingat Manuela Infante dan Jose Maria Cruz. Keduanya merupakan guru olahraga De Gea di sekitaran Madrid.

“Di sekolah ini, David adalah outfield player sampai usianya 14 tahun. Kami main futsal di sini dan De Gea bermain di depan. Dia adalah pencetak gol terbanyak kami,” kenang Cruz dikutip dari Dailymail.

Dengan pengalamannya tersebut, De Gea jelas memutuskan kredo Ruud Gullit: “a goalkeeper is a goalkeeper because he can’t play football.

Ya, jelas De Gea bisa bermain bola. Malah, gaya bermain De Gea sebagai penyerang dipuji habis-habisan oleh Cruz.

“Anda harus mengerti kalau dia amat senang bermain bola. Futsal punya nilai yang besar dalam meningkatkan aspek teknik sepakbolanya. Lihat betapa tenangnya dia saat bola menghampiri kakinya. Futsal juga meningkatkan kontrol, keseimbangan, ketenganan dalam ruang yang sempit, dan rasa percaya diri saat menguasai bola,” ungkap Cruz.

De Gea pada usia 6 tahun. Foto: Dailymail.co.uk

Ada cerita unik saat tim Daily Mail berbicara dengan Jose Antonio Fraile, yang merupakan guru bahasa Inggris De Gea kala usianya masih enam tahun. Ia mengangkat tangannya dengan nada minta maaf, lalu mulai cekikikan saat mengingat kalau De Gea sempat kesulitan beradaptasi gara-gara bahasa Inggrisnya yang buruk.

“Kemampuannya (berbahasa Inggris) memiliki banyak peningkatan,” kata Fraile sembari bercanda. “Dia adalah orang yang brilian. Aku punya teman yang menderita kanker. Lalu, David mengirimiku baju dengan tandan tangan darinya. David juga kembali ke sini dan menghabiskan seharian bersama anak sekolah. Ia memasuki setiap ruang kelas dan berbicara pada semua orang. Mereka, para murid, menggila padanya.”

Si Pentul Korek

Tebak De Gea yang mana? Foto: Dailymail.co.uk

Di sekolah, ada satu rutinitas yang biasa dihadapi Infante: mengangkat telepon ibunda De Gea, Marivi. “Ibunya akan menelepon dua, tiga, hingga empat kali dalam sepekan. ‘Aku amat khawatir pada David. Apa yang bisa kami bantu?’ Ibu De Gea khawatir soal keseimbangan David dalam pelajaran dan olahraga, tentang sesi latihannya,” ungkap Infante.

Menurut Dailymail, orang tua David, Jose dan Marivi bahkan masih tinggal dengan anaknya tersebut di Manchester!

Klub pertama De Gea adalah La Escuela De Futbol Atletico Casarrubuelos, yang berafiliasi dengan Atletico Madrid. Di usianya yang ketujuh tahun, bakatnya sebagai penjaga gawang mulai tercium.

“Dia punya kelincahan. Dia juga cepat dan tinggi,” kata Javier Vara, teman masa kecil De Gea. “Dia juga bagus di bola basket. De Gea juga senang bermain tenis. Namun, tujuan akhirnya tetap sepakbola dan dia selalu ingin menjadi penjaga gawang.”

Menjadi penjaga gawang merupakan turunan dari ayahnya, Jose, yang pernah menjadi kiper Getafe. Jose juga yang menjadi kunci utama mengapa De Gea memilih kiper sebagai pilihan karier sepakbolanya. “Mereka hidup dan bernafas dengan sepakbola di rumahnya,” kata Vara.

Ada cerita menarik saat pergantian kepelatihan di tubuh Manchester United dari David Moyes ke Louis van Gaal. Si Meneer mengganti staf kepelatihannya, salah satunya pelatih kiper yang diisi oleh Frans Hoek. Hoek pun mengundang Eric Steele, mentan pelatih kiper United, untuk turut membantu De Gea meningkatkan performanya.

Menurut ESPNFC, manajemen United kala itu tidak main-main untuk mendatangkan kiper anyar. Pasalnya, ia akan menjadi pengganti seorang Edwin van der Sar yang pensiun. Maka, kiper itu pun mestilah mampu menjawab segala keraguan dan menjadi jawaban lini pertahanan The Red Devils.

Nama pun mengerucut pada dua orang: Manuel Neuer dan De Gea. Si Jerman jadi orang pertama yang dihubungi manajemen. Namun, Sir Alex dan stafnya menganggap jawaban Neuer kelewat arogan: Dia hanya akan ke Manchester hanya kalau sedang liburan!

Akhirnya, United memutuskan untuk memantau lebih lanjut De Gea yang ditemukan Steele kala ia membela timnas Spanyol U-17 menghadapi Inggris di final Piala Eropa U-17 di Belgia pada 2017.

“Aku di sana bukan untuk menyaksikan De Gea. Tapi Si Pentul Korek ini melakukan dua atau tiga hal di pertandingan,” kata Steele pada Andy Miten, penulis ESPNFC. “Dia tak melakukan apa-apa selama 20 menit, saat bola menuju kembali ke arahnya. Dia dikejar pemain lawan, tapi dengan santai memindahkan bola dari kaki kanan ke kaki kirinya lalu mengirimnya ke bek kiri.”

“Saat bek kiri memegang bola, David bergerak untuk membuat ruang baru yang membuat dirinya bebas untuk diberi umpan. David kemudian melepaskan umpan sejauh 60 yards ke sisi kanan. Aku langsung bergumam, ‘Wow,” kata Steele.

Karena impresi pertamanya itu pula, langkah De Gea berjalan mulus menuju Manchester. Di musim pertamanya, performanya sempat tidak stabil karena kerinduannya akan rumah.

Kini, hampir setiap bursa transfer, isu soal “Kangen Rumah” ini selalu diembuskan oleh mereka Anti-United. Mereka berharap Si Pentul Korek kembali pulang ke rumahnya yang sebenarnya, di Madrid.