Pada usia 14 tahun, David De Gea diundang untuk berlatih di Akademi Atletico Madrid, Cantera. Bukan persaingannya dengan Joel Robles yang menarik, tapi kunjungan rutin orang tuanya yang berkendara sejauh lebih dari 50 kilometer dari Toledo ke pusat latihan Rojiblancos, Alacron.

Debut De Gea di Atletico Madrid dimulai pada usia 18 tahun. Beruntung buat De Gea karena di saat yang sama, tampuk kepelatihan Atletico berpindah dari Abel Resino ke Quique Sanchez Flores. Pergantian pelatih juga berpengaruh pada perubahan pelatih kiper yang kala itu diasuh oleh Emilio Alvarez Blanco.

Kepada Dailymail, Alvarez mengungkapkan bagaimana De Gea tumbuh dari yang awalnya sebagai kiper pilihan ketiga menjadi kiper pengunci tim utama hanya dalam waktu beberapa bulan.

“Awalnya dia ada di belakang Sergio Asenjo dan Roberto yang mana mereka lebih berpengalaan. Pada hari pertama latihan, Quique meminta pendapatku soal para kiper. Kalimat pertamaku adalah ‘Yang terbaik di antara ketiganya adalah El Nino,” kata Alvarez.

Perkembangan teknik De Gea lebih cepat daripada berat tubuhnya. De Gea mulai menyatu di kamar ganti Atletico Madrid. Ia pun menjalin hubungan erat dengan calon pemain bintang lainnya, Sergio Aguero.

“Dia berhubungan baik dengan Kun (Aguero),” jelas Flores kepada Daily Mail. “Mereka berbagi kamar saat pertandingan kandang dan kami bekerja banyak untuk pergerakan Aguero. Saat David menangkap umpan silang, instingnya langsung memberikan umpan cepat atau lemparan pada Kun.”

Si Anak Manja yang Tumbuh Dewasa

De Gea perlahan langsung mendapatkan hasil dari permainannya di tim utama pada musim 2009/2010. Gelar pertamanya adalah Europa League bersama Atletico Madrid. Mereka mengalahkan Liverpool di semifinal dan menggagalkan sejumlah peluang.

Di partai final, meskipun kebobolan oleh gol Simon Davies dari Fulham, tapi tak ada lagi yang bersarang di gawang De Gea. Karena Forlan mencetak dua gol, maka Europa League pun sah menjadi trofi pertama De Gea. Ia bahkan melanjutkan kesuksesannya setelah menang atas Inter Milan beberapa bulan kemudian di Piala Super Eropa.

Keberhasilan ini ditenggarai tak lepas dari peran orang tuanya. Alvarez, yang pernah melatih Iker Casillas dan Santiago Canizares, menjelaskan, “Mereka membantu De Gea dan terus membantunya, dan tak pernah berhenti. Mereka adalah orang-orang luar biasa. Ini adalah hubungan yang amat kuat. Mereka kini bahkan tinggal bersama. Anda tak bisa memecahkan hubungan itu.”

“Jose, ayah De Gea, adalah pelatih terbaik karena dia banyak menuntut. Di Atletico, dia hadir di setiap pertandingan juga di setiap sesi latihan baik itu saat hujan, berangin, atau bersalnju. Sangat normal di Spanyol melakukan itu, tapi tidak di United.”

“Bahkan saat De Gea menjadi pemain timnas, mereka datang untuk menyaksikannya latihan dan menjemputnya. Aku pernah bicara pada mereka di tempat parkir selama dua jam setelahnya. Marivi juga bicara selama dua jam.”

“Mari kita berandai-andai di mana aku menjadi pelatih di United. Keputusan pertamaku? Membiarkan ayah De Gea masuk ke sesi latihan. Mengapa? Dia amat membantunya. Jose bukan teman, atau jurnalis, dia adalah ayah De Gea.

“Dia menyaksikan sudut sempit dengan latihan yang spesifik bersama David. Setelah latihan, di mobil, dia berbincang bersama Dave soal latihannya dan David bakal bertanya, ‘Menurutmu bagaimana tangkapanku tadi?’ Itu. Mereka punya hubungan yang spesial dan erat. Itu amatlah penting,” jelas Alvarez.