Tak dapat dipungkiri kalau Shinji Kagawa adalah salah satu pemain terbaik Jepang yang pernah ada. Pada periode pertamanya bersama Borussia Dortmund, cara bermainnya benar-benar memukau. Ia bisa menyebarkan bola sebelum lawan mendekat. Kagawa juga cerdik melihat posisi yang baik untuk mencetak gol. Raihan 29 gol dalam 71 pertandingan di dua musimnya bersama Dortmund adalah buktinya. Tapi mengapa ia gagal mengulang kesuksesannya kala berseragam Manchester United? Berikut kami jabarkan alasan di balik melempemnya Shinji Kagawa bersama United.

Sir Alex Ferguson awalnya benar-benar memuji Kagawa. “Shinji adalah pemain muda yang menjanjikan dengan kemampuan dan visi yang baik serta insting yang tajam dalam mencetak gol. Saya senang ia memutuskan untuk bergabung bersama United. Saya percaya dia akan memberi dampak yang baik secepatnya karena ia cocok dengan gaya bermain United. Kami antusias untuk bekerja bersamanya,” ujar Ferguson usai merampungkan transfer Kagawa.

Musim pertamanya bersama United sebenarnya memang tidak buruk. Namanya bahkan menjadi idola banyak orang. Nama Kagawa ada dalam daftar 10 pemain Liga Primer teratas dengan penjualan jersey terlaris di dunia. Mimpi buruk bagi Kagawa datang ketika Ferguson pensiun dan digantikan oleh David Moyes.

Pada era Moyes, Kagawa jarang dimainkan. Ketika dimainkan, ia bukan dimainkan sebagai pemain “No.10” sesuai dengan kemampuan terbaiknya. Kagawa sering diplot sebagai sayap, di mana ia dibatasi untuk mencetak gol dan mengkreasikan umpan-umpan matang. Ankga umpan kunci yang ia catatkan menurun cukup jauh. Saat membela Dormund, Kagawa mencatatkan 1,4 dan 2,1 umpan kunci per pertandingan di dua musimnya bersama Die Borussen. Angka tersebut turun kala membela United dengan hanya mencatatkan angka 1,3 pada dua musimnya di Old Trafford.

Kala bermain sebagai sayap, Kagawa cenderung melebar dan tidak sering masuk ke dalam kotak penalti. Berbeda jika ia diberi peran No.10, Kagawa dapat menusuk dari daerah yang dalam dan mengejutkan bek lawan dengan kehadirannya di kotak penalti.

Dua musim bersama Dortmund, Kagawa melepaskan satu pembakan dalam 91,4 menit pada musim pertamanya dan 127,5 menit pada musim keduanya. Catatan itu turun jauh ketika membela United. Pada musim pertamanya, Kagawa mencatatkan satu sepakan dalam 147,2 menit pada musim pertamanya dan 195,3 pada musim keduanya. Sebuah bukti yang mengindikasikan Kagawa tidak banyak mendapat kesempatan untuk mencetak gol bersama United.

Keputusan ini memang tidak aneh jika melihat latar belakang Moyes. Ketika menukangi Everton, Moyes memainkan Tim Cahill atau Marouanne Fellaini sebagai pemain No.10. Kedua pemain tersebut tentu tidak cocok dengan peran itu. Keduanya tidak memiliki kreativitas tinggi yang sangat dibutuhkan oleh pemain dengan peran No.10. Jadi, dapat dikatakan Moyes kurang mengerti akan posisi tersebut.

Kagawa bukan tipe pemain dengan kemampuan cut inside yang baik atau pemain dengan akselerasi luar biasa, dua kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh pemain sayap. Maka tidak aneh jika ia tidak dapat bermain maksimal di posisi sayap.

Kagawa bahkan tidak masuk ke dalam rencana skuat Louis van Gaal pada musim 2014/2015. Pemain dengan peran “No.10” cenderung cocok bermain di tim yang bermain cepat dan pemainnya diberi kretivitas lebih. Berbeda dengan filososi Van Gaal yang sangat mementingkan penguasaan bola. Akhirnya Kagawa dilego ke mantan klubnya, Dortmund.

Yang sudah terjadi biarkanlah terjadi. Kemampuan Kagawa memang tak dapat dimaksimalkan oleh beberapa manajer United dan biarkanlah itu menjadi pelajaran bagi manajer-manajer United sekarang dan yang akan datang.