Foto: World Football Index

Ada perasaan bahagia dalam diri Javier Hernandez ketika diresmikan sebagai penggawa anyar LA Galaxy. Namun sebelum ia begitu sumringah pada sesi perkenalannya, Chicharito mengawali karier barunya tersebut dengan tangisan.

Chicharito tidak pernah berubah. Sama seperti saat masih membela Manchester United, ia tetap menjadi sosok periang yang penuh denga rasa optimis begitu tinggi. Hal ini yang kemudian ia bawa lagi saat diperkenalkan secara resmi oleh LA Galaxy beberapa waktu lalu.

“Saya dikontrak tiga tahun plus opsi satu tahun tambahan. Saya berharap, setiap tahunnya adalah tahun-tahun juara. Saya berharap kita bisa menjadi juara liga. Bahkan saya berharap kita bisa mendapatkan Liga Champions Concacaf. Saya juga berharap bisa menjadi tim MLS pertama yang bisa lolos Piala Dunia antarklub.”

Chicharito dikontrak dengan gaji sebesar enam juta Dollar per tahunnya. Angka ini selisih 1,2 juta dari apa yang diterima Zlatan Ibrahimovic beberapa musim lalu. Ia akan menjadi magnet baru kota Los Angeles setelah David Beckham, Robbie Keane, Ashley Cole, Steven Gerrard, dan Zlatan Ibrahimovic.

“Kita bisa membahas banyak hal yang saya bayangkan berjam-jam terkait apa yang ingin saya capai. Imajinasi saya sangat banyak dan sekarang kehidupan sepakbola yang akan memberi tahu bagaimana itu (mimpi Hernandez) akan terjadi,” katanya.

Konferensi pers sekaligus perkenalan Chicharito tersebut menjadi awal petualangannya bersama LA Galaxy sekaligus menutup tirai sepakbola Eropa yang sudah ia jalani satu dekade. Sebuah petualangan yang ditutup dengan tangis haru si pemain.

***

Tangis pria berusia 31 tahun ini tidak muncul di atas lapangan Ramon Sanchez Pizjuan, tempat terakhir dia merasakan atmosfer sepakbola Eropa, melainkan di sebuah rumah yang entah apakah itu rumah sewaan Chicharito atau rumah salah satu temannya. Sambil terduduk, ia menghubungi ayahnya sambil membicarakan karier Eropa miliknya yang sudah harus menemui kata akhir.

“Hampir pasti saya akan ke LA Galaxy. Semuanya sempurna, hanya saja..(sambil menangis) itu seperti awal dari masa pensiunku, kau tahu? Kami pensiun dari mimpi di Eropa.”

Ayahnya, yang juga bernama Javier Hernandez, mencoba untuk menenangkan hati putranya. Ia tahu kalau putranya adalah orang yang optimis. Ia mungkin kaget mendengar anaknya tiba-tiba menjadi pesimis dan menganggap kalau karier Eropanya sudah harus diakhiri pada 2020 ini.

“Saya tahu ayah, tapi tolong mengerti posisi saya. Maksudku, kita mengucapkan selamat tinggal pada karier yang sudah kita usahakan. Saya tahu kalian merasakannya dan kita akan melihat sisi baiknya yang luar biasa. Tapi ini sudah 10 tahun, yang membuat saya menangis. Bukannya saya tidak bisa melakukannya (meneruskan karier di Eropa), hanya mengucapkan selamat tinggal kepada pengalaman indah ini dari saya yang tidak lagi berada di sana.”

“Ini (bermain untuk LA Galaxy) akan menjadi mimpi yang lain, Mimpi yang berbeda. Tapi kita akan lebih dekat, dan saya akan melihat kalian lebih banyak,” kata Chicharito.

Rekaman telepon ini sempat membuat Hernandez dikritik karena ucapannya tentang keputusan “pensiun dari Eropa”. Ia dianggap meremehkan kompetisi tertinggi MLS karena seolah-olah bermain di MLS adalah penurunan karier.

Namun ia sadar kalau tidak mudah untuk meninggalkan kariernya yang sudah berlangsung panjang di Eropa. Karier yang penuh dinamika dimana kesuksesan dan penurunan pernah ia alami. Karier yang mungkin tidak pernah dirasakan pesepakbola Meksiko lain seperti dirinya.

***

Membicarakan karier Eropa Hernandez memang cukup unik. Ia tidak bisa dibilang sebagai pemain sepakbola yang sukses. Akan tetapi, ia juga tidak bisa disebut pemain sepakbola yang gagal. Ia berada di antara kedua label tersebut.

Ia mendadak menjadi idola ketika memutuskan menerima pinangan Manchester United sebelum musim 2009/2010 berakhir. Sebelumnya, tidak ada yang mengenal sosok Hernandez sebelum penampilannya di Piala Dunia 2010 yang juga tidak terlalu istimewa meski sukses mencetak dua gol sepanjang turnamen.

Namun segalanya berbeda setelah ia mengenakan seragam merah. Ia menjadi jimat Setan Merah kala tim menghadapi kebuntuan. Gol-golnya bernilai tinggi meski kadang dicetak dengan cara yang ajaib atau berbau keberuntungan. Singkatnya, Chicharito bisa menjadi pembeda sekaligus penyelamat tim. Torehan dua gelar Premier League menjadi satu-satunya gelar liga domestik yang bisa diraih olehnya.

“Sebuah pengalaman terbaik dalam hidup saya karena saya bisa memenangkan dua gelar liga bersama Sir Alex Ferguson.”

Sinarnya bisa dibilang sudah berakhir di sini. Sejak saat itu, ia tidak lagi sama. Apalagi setelah United kedatangan Van Gaal, karier Hernandez makin suram. Ia tidak lagi dianggap sebagai pembeda atau pilihan utama melainkan hanya pelengkap. Van Gaal benar-benar tidak tertarik. Hanya ada dua opsi yang bisa dipilih yaitu menikmati rasa sakit di Manchester dengan nyaris tidak pernah bermain atau mencari petualangan baru. Opsi kedua kemudian dipilih.

“Saya diberi tahu oleh Van Gaal kalau kesempatan saya bermain sebagai penyerang United hanya satu persen,” ujarnya.

Chicharito kemudian berpindah-pindah tempat berkarier. Sempat bersinar bersama Real Madrid, namun kubu Los Galacticos tidak mau mempermanenkannya. Pulang ke Manchester, Van Gaal sudah tidak mau menerima. Untung ada Bayer Leverkusen yang akhirnya mau menyelamatkan kariernya pada musim panas 2015.

Di Jerman, ia mendapatkan apa yang tidak ia dapat bersama Van Gaal yaitu kesempatan main dan kepercayaan diri untuk mencetak banyak gol. Dua keuntungan tersebut berhasil ia manfaatkan dengan membuat 39 gol dari 63 penampilan. Torehan yang kemudian membuatnya percaya diri bisa menaklukkan Inggris untuk kedua kalinya bersama West Ham United.

Namun, comeback Chicharito tidak membawanya seperti saat ia pertama kali datang. Torehan gol per musimnya tidak sampai dua digit. Selain itu, permainannya juga tidak konsisten karena cedera. Ditambah kehadiran rekrutan mahal mereka, Sebastian Haller dan Albian Ajeti, membuat posisinya di lini depan The Hammers sudah tidak bisa lagi diselamatkan.

Spanyol menjadi pelabuhan selanjutnya bagi Chicharito dengan memilih Sevilla. Sayangnya, nasibnya sama seperti ketika di MU yaitu tragis. Ia tidak bisa menarik perhatian Julen Lopetegui untuk memilihnya sebagai penyerang utama. Hanya mencetak satu gol di La Liga dan bermain di 15 pertandingan saja membuat ia sadar diri kalau kariernya di Eropa sudah berakhir.

Mengetahui kalau MLS musim 2020 akan digelar akhir Februari nanti, saya pribadi sebenarnya mengharapkan Hernandez untuk kembali ke United sebagai pemain pinjaman selama dua bulan sampai ia memainkan laga resmi pertamanya pada 7 Maret.

Hal ini semata-mata untuk menambah persaingan di lini depan United yang saat ini kekurangan amunisi. Bukan tidak mungkin ia akan menerima pinangan United jika memang ada penawaran. Sayangnya, kubu United masih tarik ulur dengan sikap mereka yang mau membeli pemain atau tidak. Selain itu, usianya mungkin tidak masuk dalam kriteria pemain yang diinginkan oleh Solskjaer.

Semoga berhasil di Los Angeles, Chicha.