Foto: Zimbio.com

Dalam kurun waktu tiga musim terakhir, Atalanta seolah menahbiskan diri sebagai salah satu kuda hitam pada kompetisi Serie A. Sejak kembali memastikan diri promosi pada 2010/2011, prestasi La Dea terus menunjukkan perkembangan yang berarti. Mereka sejauh ini telah konsisten untuk tidak keluar dari posisi tujuh besar. Bahkan dua dari tiga musim terakhir, mereka selalu finis di zona empat besar.

Keberhasilan musim lalu adalah yang terbaik. Atalanta secara mengejutkan menyelesaikan musim kompetisi 2018/2019 dengan berada di peringkat tiga sekaligus memastikan diri meraih satu tiket Liga Champions. Kesempatan bermain di Liga Champions juga dimanfaatkan dengan sangat baik. Sempat terseok-seok di awal, mereka mengejutkan publik dengan lolos ke babak 16 besar dan akan menghadapi Valencia.

Atalanta bak oase segar di kompetisi Italia yang dinilai kurang menarik. Saat dominasi Juventus sulit dihentikan, Atalanta muncul dengan hiburannya tersendiri. Mereka yang sebelumnya dianggap one season wonder mulai menunjukkan kalau mereka pantas di papan atas. Musim ini, mereka menjadi tim yang paling subur dan kembali menempati zona empat besar.

Resep kesuksesan Atalanta sejauh ini sangat menarik. Mereka nyaris tidak ada pemain bintang. Yang ada adalah beberapa nama yang sempat memperkuat klub besar Eropa namun nasibnya tidak terlalu bersinar di sana. Sebut saja Mario Pasalic, Rafael Toloi, hingga sang penjaga gawang Pierluigi Gollini.

Nama terakhir memiliki kisah yang sangat unik. Setelah diselidiki, Gollini ternyata adalah penjaga gawang yang sempat menghabiskan beberapa musim bersama Manchester United. Sayangnya, karier si pemain tidak berjalan mulus yang kemudian membuatnya harus kembali ke Italia.

Gollini direkrut oleh United pada 2011 saat ia masih menjadi pemain akademi di Fiorentina. Pembelian pemain kelahiran Bologna ini sempat membuat kubu Fiorentina marah besar terhadap United. La Viola menganggap kalau Gollini dihasut oleh United untuk memilih mereka alih-alih mengembangkan diri di Italia bersama mereka. Saking kesalnya, situs resmi Fiorentina saat itu memajang ucapan marah sang direktur olahraga dan balik menyindir perilaku Gollini.

“Direktur olahraga Fiorentina, Pantaleo Corvino telah melihat komentar yang dibuat oleh Pierluigi Gollini dan terkejut akan keputusannya. Dia mengambil kesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada Niccolo Fazzi, Saverio Madrigali, Leonardo Capezzi, Federico Bernardeschi dan Luca Lezzerini, yang memutuskan untuk bertahan bersama Viola dan tidak terpikat ilusi palsu dari Inggris  dalam beberapa hari terakhir. Dari 150 pemain yang memutuskan pergi ke luar negeri, tidak ada yang bisa mendapatkan tempat di tim utama,” begitu bunyi rilis resmi Fiorentina.

Sayangnya, nasi sudah menjadi bubur. Gollini tetap pindah ke Manchester United dan berusaha memulai karier baru dengan bermain bersama tim akademi Setan Merah. Namun, harapan untuk sukses ternyata tidak kesampaian. Kariernya tidak menjalani peningkatan yang signifikan karena nyaris tidak pernah naik ke tim utama.

Satu yang membuat Gollini sulit berkembang sempat ia tuturkan kepada Gazetta dello Sport pada pertengahan 2018 lalu. Ia menyebut kalau United saat itu jauh dari terkesan sebagai klub sepakbola. Ia bahkan menganggap kalau United adalah sebuah barak militer yang menjadi tempat tentara untuk berlatih sehingga membuatnya sulit untuk beradaptasi dengan baik.

Gollini di Manchester United (Foto: Calciomercato.com)

“Di sana ada saya merasa hidup di rezim militer dengan aturan yang tidak masuk akal. Pada musim dingin, pakaian seperti topi, sarung tangan, pakaian hangat dengan lengan, dan celana panjang dilarang. Kami juga tidak boleh memakai tato atau bermain media sosial. Untungnya, penjaga gawang bisa melindungi dirinya sendiri, tetapi saya melihat kalau ada orang Brasil atau Afrika yang meninggal karena kedinginan,” tuturnya.

Ucapan seperti ini tentu tidak ingin didengar oleh penggemar United. Gollini pun saat itu dicap sebagai pemain yang tidak tahu malu dan dianggap pemain yang tidak menghargai lambang klub di dada. Ketatnya peraturan United hanya membuatnya bertahan dua tahun sebelum akhirnya ia kembali ke Italia untuk memperkuat Hellas Verona.

Anehnya, Gollini tidak kapok untuk bermain di Inggris. Pada musim panas 2016, ia memilih menerima pinangan Aston Villa yang baru terdegradasi dari Premier League. Segalanya berjalan lancar. Ia bermain lebih dari 20 laga dan merasakan kalau Inggris adalah tanah yang tepat, sampai kemudian Villa memecat Roberto di Matteo dan mendatangan Steve Bruce. Apes bagi Gollini karena Bruce mendatangkan Sam Johnstone dari Manchester United pada bulan Januari. Status kiper utama langsung hilang seketika dan membuatnya dipinjamkan ke Atalanta selama dua musim.

Performa Gollini juga tidak bagus pada masa awal-awal peminjaman di Atalanta. Dalam dua musim, ia bermain 12 kali saja dan sempat ingin dikembalikan ke Aston Villa. Namun, peruntungannya berubah ketika ia akhirnya dipermanenkan oleh Atalanta. Musim lalu, ia bergantian mengisi posisi nomor satu bersama dengan Etrit Berisha.

Baru pada musim ini, Gollini akhirnya mendapatkan kenikmatan rasanya menjadi pemain reguler. Berisha dipinjamkan ke SPAL sehingga tidak ada yang bisa menggesernya dari status sebagai si nomor satu. Tidak hanya itu, ia juga mendapat panggilan timnas meski baru bermain dua menit saja pada laga kualifikasi Euro 2020.

Orang bijak akan selalu berkata kalau ucapan adalah doa. Dari setiap ucapan yang dikeluarkan ada lantunan doa di setiap kalimatnya. Itulah yang secara tidak langsung dilakukan oleh Fiorentina. Kekesalan yang mereka alami delapan tahun adalah doa bagi Gollini kalau Italia adalah tempat yang cocok. Beruntung saat ini kariernya membaik di kota Bergamo.

“Saya kembali ke Italia dengan tujuan untuk melanjutkan karier saya di sini. Apa yang terjadi sebelumnya adalah pengalaman yang membantu saya menjadi seorang pria seperti sekarang,” ujarnya.