Foto: Manchester Evening News

Manchester United resmi berpisah dengan manajer Jose Mourinho per tanggal 18 Desember 2018, setelah hanya mampu memenangkan tujuh dari 17 laga Premier League Inggris 2018/2019 dan cuma meraih 19 poin. Kursi yang diduduki pelatih berkebangsaan Portugal itu sendiri memang sudah mulai memanas sejak musim panas 2018, setelah dia melewati musim kedua di Old Trafford tanpa gelar, disusul perseteruan dengan Wakil Direktur Eksekutif United Ed Woodward pada bursa transfer, dan dengan sejumlah pemain, termasuk juga gelandang andalan Paul Pogba sejak awal musim baru ini.

Untuk sementara ini, penyerang legendaris Ole Gunnar Solskjaer yang sebelumnya tercatat sebagai pelatih klub Norwegia, Molde FK sejak 2015 lalu dipercaya menjadi manajer interim hingga akhir musim. Sejauh ini, pria asal Norwegia itu mampu meningkatkan kepercayaan diri para pemain, dan berhasil menyapu bersih kemenangan dalam empat pertandingan perdananya sebagai pelatih di Premier League. Meski kesempatannya menjadi manajer permanen terbuka, namun Solskjaer hanya opsi yang kesekian, setelah setidaknya ada tiga nama mentereng dengan pengalaman yang selangit.

Salah satu nama mengejutkan yang tiba-tiba ikut muncul ke permukaan adalah Marco Rose. Manajer muda yang masih berusia 42 tahun itu pun turut digadang-gadang akan menjadi salah satu pilihan untuk menempati kursi manajer permanen tim Setan Merah pada awal musim 2019/2020 nanti. Lalu siapakah dia? Nama Rose memang belum banyak dikenal di jajaran pelatih papan atas Eropa. Dia sendiri memulai karier tertinggi kepelatihan bersama klub yang dibesutnya kini, FC Red Bull Salzburg di liga utama Austria sejak awal musim 2017/2018, setelah empat tahun menangani tim akademi.

Pada musim perdana sebagai pelatih tim senior, Rose langsung berhasil membawa Red Bull Salzburg memenangkan gelar juara liga utama Austria. Dia juga membawa timnya menembus semifinal Liga Europa 2017/2018, sebelum terhenti di tangan wakil Prancis, Olympique Marseille. Musim ini, Rose pun berkesempatan mengantarkan klub berjuluk Die Roten Bullen itu mempertahankan gelar juara liga, setelah dalam 18 pertandingan tak sekalipun sekalipun menelan kekalahan. Catatannya sejauh ini juga sangat baik, dengan memenangkan 64 dari 91 laga di semua kompetisi sejak awal melatih.

Tangan dingin Rose mulai terlihat ketika memutuskan menekuni dunia kepelatihan, setelah pensiun dari pemain profesional di mana sang bek sempat membela klub Jerman, FSV Mainz 05 di periode 2002-2010 silam. Sempat menimba ilmu sebagai asisten pelatih sekaligus pemain pada awal musim 2009/2010, Rose akhirnya diberi posisi permanen pada jabatan yang sama di tim cadangan klubnya tersebut selama dua musim hingga pertengahan 2012. Kemudian, dia memulai karier sebagai pelatih utama di klub amatir kota kelahirannya, FC Lokomotive Leipzig, dan bertahan selama satu musim.

Awal musim 2013/2014, Rose menerima tawaran menukangi tim junior Red Bull Salzburg dengan melatih skuat U-16. Di sinilah bakatnya sebagai pelatih mulai bersinar. Musim berikutnya, manajer kelahiran Leipzig, Jerman, 11 September 1976 itu pun berhasil menjuarai Liga Austria U-16, sebelum meraih gelar serupa secara beruntun bersama tim U-18. Pada tahun keduanya setelah dipromosikan mengasuh tim U-18 itu, Rose juga sukses memenangkan konmpetisi UEFA Youth League 2016/2017. Semua prestasi itu yang membuatnya didapuk jadi manajer tim utama dengan kontrak tiga musim.

Salah satu yang menarik dari sosok Rose adalah gaya kepelatihannya yang disebut menganut gaya bermain gegenpressing, yang selama ini menjadi ciri khas manajer Liverpool Jurgen Klopp, seperti diklaim oleh media-media Eropa.

Keduanya memang sudah tak asing, karena mereka pernah bekerja sama ketika berada di Mainz 05. Saat itu, Klopp yang juga berasal dari Jerman sedang memulai karier kepelatihannya sejak awal tahun 2001. Rose sendiri pun lalu direkrut pada pertengahan tahun 2002. Selama enam tahun mereka bekerja sama, sebelum Klopp akhirnya pindah ke Borussia Dortmund.

Selain itu, Rose juga sempat merasakan tangan Thomas Tuchel yang sekarang melatih Paris Saint-Germain, di mana ketika itu dia sempat dipercaya menjadi asisten pelatih dalam dua pertandingan. Kini, sang manajer muda mampu mengimplementasikan pengalamannya sebagai pemain ke dalam tim Red Bull Salzburg dengan mengandalkan para pemain muda sebagai senjata utama skuat untuk memaksimalkan strategi gegenpressing.

Strategi ini sendiri memang membutuhkan fisik prima dari para pemain muda, yang akhirnya sekaligus melekatkan atribut sebagai pelatih yang suka pemain muda pada dirinya. Namun, siapkah Rose memimpin skuat The Red Devils jika benar-benar ditunjuk?