Foto: Independent.co.uk

Lupakan sejenak permasalahan musim lalu yang menyebalkan. Selepas kompetisi berakhir, United mempersiapkan diri untuk menggelar pertandingan amal bertajuk treble reunion yang digelar 26 Mei nanti. Sebuah laga untuk merayakan 20 tahun keberhasilan Setan Merah merebut tiga gelar pada musim 1998/99.

Berbicara soal treble, maka muncul beberapa nama yang dianggap sebagai pahlawan. Orang-orang sudah pasti menyebut Sir Alex Ferguson. Namun ada juga yang menjadikan sosok Ole Gunnar Solskjaer sebagai hero berkat gol kemenangannya. Teddy Sheringham juga layak masuk kriteria tersebut. Jika tidak ada gol dari kakinya pada menit ke-90, maka cerita ini tentu tidak akan bisa dinikmati penggemar United sampai sekarang.

Akan tetapi, ada satu sosok lain yang juga pantas disebut pahlawan. Namanya memang tidak terlalu famous seperti Sir Alex atau Solskjaer, namun perannya terhadap klub sungguh signifikan. Dia adalah Albert Morgan. Kitman legendaris yang pernah dimiliki Setan Merah.

Sosok Albert Morgan memang layak disebut sebagai pahlawan. Tidak hanya karena peran pentingnya dalam musim treble, namun juga sepanjang kejayaan United bersama Sir Alex Ferguson. Jika bukan karena kecakapannya dalam mengurus perlengkapan pertandingan, nama United mungkin tidak akan sebesar sekarang.

Loyalitasnya kepada tim tidak perlu diragukan. Bagaimana tidak, 20 tahun ia habiskan hanya untuk Manchester United. Ia mungkin orang terlama kedua yang pernah bekerja di klub setelah Sir Alex. Hal ini yang membuatnya begitu dihormati dengan sangat tinggi oleh orang dalam klub.

Morgan pertama kali datang ke United pada 1993 menggantikan Norman Davies yang tidak kalah ikoniknya dibanding Morgan saat itu. Sebelum menerima jabatan tersebut, ia masih bekerja sebagai manajer di Manchester Garages, sebuah dealer dari mobil Ford. Ia menyebut kalau kejadian tersebut langsung mengubah hidupnya karena bisa membentuk chemistry dengan baik bersama Sir Alex Ferguson.

“Kami langsung klik satu sama lain. Saya dan Fergie kerap bermain pada hari Jumat yaitu tebak-tebakan soal siapa yang akan bermain. Para pemain yang penasaran, biasanya kerap menelepon saya dari hotel tim dan bertanya apakah mereka dimainkan atau tidak. Tapi saya menolak untuk memberi tahu,” tutur Morgan.

Dari ucapannya tersebut, bisa dilihat kalau Morgan bukan sekadar kitman biasa. Dia adalah teman, orang kepercayaan, pelawak, guru, dan pengasuh bagi beberapa pemain. Sosoknya yang ramah dan murah senyum membuat dirinya mudah untuk dijadikan tempat berbagi cerita.

“Orang-orang mengatakan hal utama dalam pekerjaan saya, dan saya selalu mengatakan kalau saya sebisa mungkin menjadi orang yang bisa memberi saran. Apa pun topiknya. Entah tentang mobil, cinta, dan hal-hal lainnya,” tuturnya.

Celana Dalam, Insiden Sarung Tangan, dan Cincin Kawin

Dua dekade membela United, sudah pasti banyak pengalaman dan cerita berkesan bagi kakek yang sehari sebelum laga reuni nanti akan berulang tahun ke-73. Salah satunya adalah rahasia Eric Cantona yang sering menaburi kaus kakinya dengan garam. Akan tetapi, cerita tersebut masih kalah dibanding cerita tentang kegemarannya memakai celana dalam Mr Happy yang ia anggap membawa keberuntungan.

Sesaat setelah mengalahkan Newcastle United pada final Piala FA, Morgan buru-buru meminta istrinya, Debbie, untuk mencuci celana dalam Mr Happy yang ia kenakan agar bisa ia pakai lagi saat tim berangkat ke Barcelona. Ia menganggap celana tersebut membawa keberuntungan sehingga ingin ia pakai lagi ketika final Liga Champions.

“Celana dalam Mr Happy sudah saya pakai sejak semifinal melawan Arsenal. Ada takhayul yang saya percaya. Setelah final FA, saya langsung mencucinya agar mereka bisa berada di tas saya untuk berangkat ke Barcelona pada hari berikutnya.”

Namun siapa sangka kalau celana Mr Happy itu justru memberinya masalah ketika sampai di Barcelona. Mungkin karena terlalu fokus dengan celana bersejarahnya tersebut, Morgan sempat melakukan kesalahan fatal yaitu menghilangkan sarung tangan Peter Schmeichel.

Sudah menjadi kebiasaan Schmeichel untuk memakai sarung tangan yang berbeda ketika latihan dan hari pertandingan. Namun saat bersiap bertanding, sarung tangannya hilang. Hal ini yang membuat Morgan disemprot oleh kiper Denmark tersebut.

“Saya letakkan di samping para fotografer dan seketika sarung tangan sudah hilang. Itu adalah mimpi buruk bagi saya. Saya tahu dia bersikeras akan memakai sarung tangan itu. Kitman Barcelona sempat memberikan bantuan dan saya membujuk Schmeichel untuk memakainya. Namun dia justru berkata f*ck off kepada saya. Untungnya dia mau melunak dan menuruti permintaan saya.”

Entah ada hubungannya atau tidak namun Mr Happy membawa keberuntungan. United menang 2-1 dan membuat mereka meraih tiga gelar untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Entah sebagai permintaan maaf, Schmeichel kemudian memberikan jam mahal Rolex kepada Morgan. Jam yang kemudian selalu ia pakai meski Peter tidak lagi memperkuat United.

Karakter Morgan yang dapat dipercaya, membuat beberapa pemain tidak segan untuk menitipkan barang mahal yang mereka punya. Salah satu yang pasti dibawa para pemain setiap pertandingan adalah cincin kawin. Barang ini yang paling sering dipakai Morgan.

“Para pemain akan meminta saya memakai cincin kawin mereka. Terkadang satu laga saya bisa memakai empat cincin kawin. Seringkali saya keluar pada Sabtu malam dan saya menggenggam banyak cincin kawin karena mereka lupa memintanya. Paul Scholes adalah orang yang paling sering kehilangan cincin kawinnya.”

Piala di Ruang Cuci

Sudah menjadi tradisi bagi sebuah kesebelasan untuk melakukan arak-arakan dengan bus terbuka apabila mereka memenangi sebuah kejuaraan. Hal ini pula yang dilakukan United setelah meraih gelar treble. Rasa lelah sudah pasti mendera mereka dalam perayaan tersebut. Tanpa terkecuali Morgan.

Di saat yang lain sudah pulang ke rumah masing-masing, Morgan masih tetap tinggal di Old Trafford. Ia harus memilah beberapa perlengkapan yang harus ia cuci besok. Di sisi lain, ia juga kudu bertanggung jawab untuk menjaga tiga piala yang baru saja diarak keliling kota. Hal ini yang sempat membuatnya kebingungan.

“Saya harus kembali ke Old Trafford dan memilah cucian di Old Trafford. Hanya ada aku dan piala di ruang cuci satdion. Saya tergoda untuk membawa tiga piala ini pulang, tetapi saya tidak mau rumah saya jadi kebanjiran tamu yang mau melihat tiga piala ini. Bisa-bisa piala ini akan dicuri dari rumah saya. Jadi saya tinggalkan mereka di ruang cuci dan kembali keesokan harinya.”

Menangis di Tribun Kehormatan

14 tahun setelah kesuksesan meraih tiga gelar, Morgan mengikuti jejak Ferguson dan David Gill untuk mengundurkan diri selepas musim 2012/2013. Kecintaannya kepada Ferguson menjadi alasan ia memutuskan untuk pensiun. Ia merasa tidak bisa bekerja dengan baik tanpa sosok Ferguson di sampingnya.

“Itu waktu yang tepat bagi saya untuk pergi. Saya hanya ingin bekerja dengan Ferguson dan saya tidak ingin bekerja dengan manajer lain. Saya harus jujur, jika saya bekerja dengan orang lain, maka saya bisa dipecat.”

Atas loyalitasnya bersama Setan Merah, Morgan diangkat sebagai duta klub. Jabatannya kini setara dengan legenda klub seperti Sir Bobby Charlton dan Sir Alex Ferguson. Meski jabatannya kini sudah tinggi, namun Morgan sempat merasa sedih ketika menyaksikan pertandingan United untuk pertama kalinya dengan jabatan yang berbeda.

“Saya menangis ketika melihat pertandingan pertama saya di Old Trafford bukan sebagai kitman. Tapi sekarang saya adalah duta klub dan itu sesuatu yang sangat saya banggakan,” kata Morgan.