Old Trafford sebenarnya sempat dibuat terkesan dengan penampilan memukau Manchester United yang sukses mencetak tiga gol dalam 41 menit pertama kala berhadapan dengan Bayern Munich pada 7 April 2010 lalu.

Anak asuh Sir Alex Ferguson membalikan keadaan dan membuat agregat menjadi 4-2. Namun gol Ivica Olic pada menit ke-43 memberi harapan bagi wakil Jerman. Petaka hadir pada pertengahan babak kedua ketika Arjen Robben membuat Bayern menyamakan agregat dan akhirnya United tersingkir karena aturan gol tandang.

Ferguson sendiri tentunya kecewa atas kekalahan itu. Tapi, manajer asal Skotlandia itu cukup terhibur dengan kemenangan yang ia raih di Liverpool hanya 18 jam setelahnya. Ferguson bukan membawa United memenangkan laga Nortwest Derby, melainkan ia menang pacuan kuda pada kompetisi Aintree yang digelar di Liverpool.

Kuda coklat yang bernama White A Friend itu berhasil menjadi yang terdepan dalam perlombaan itu. Tapi jangan membayangkan Ferguson sendiri yang menunggangi kuda itu dan memacunya secepat mungkin. Ia sudah berusia 69 tahun kala itu. Kuda tersebut milik Ferguson, namun What A Friend dinaiki oleh Ruby Walsh, seorang jockey.

Ferguson memang gemar menggeluti bidang balapan kuda, namun sekadar hobi. Semua orang tentu butuh hal lain selain profesinya. Sama halya dengan Ferguson. Ia butuh hal lain selain sepakbola. Selain politik dan wine, kuda juga menjadi salah satu hal yang dapat melepas penat Ferguson.

Semua itu bermula pada 1996. Pada suatu waktu, Ferguson pergi ke sebuah kota di Inggris, Cheltenham, untuk merayakan ulang tahun pernikahan ke-30 bersama istrinya, Cathy. Ferguson bertemu dengan John Mulhern, pelatih asal Irlandia. Mereka kemudian sempat bertemu di London untuk makan malam. Setelah itu, Ferguson bertanya pada Cathy. “Kamu setuju tidak kalau aku beli kuda? Aku pikir itu bisa jadi hobi yang bagus untukku.”

“Dari mana kamu dapat ide seperti itu? Alex, masalahnya, kamu nanti akan membeli segala macam kuda,” jawab Cathy.

Benar saja, dikutip dari otobiografinya, Ferguson pernah memiliki 60 hingga 70 kuda. Namun baginya, kuda memang bisa membuatnya lepas dari tekanan pekerjaan.

“Balap kuda memang memberi kelegaan bagi saya. Daripada suntuk di kantor atau menghabiskan waktu di telepon, saya bisa mengalihkan kepala saya ke Turf (arena balapan kuda). Balap kuda itu pelarian yang saya tunggu-tunggu dari sepakbola dan itulah mengapa saya habis-habisan mendalaminya, agar bisa lepas dari obsesi terhadap pekerjaan,” ujar Ferguson pada buku otobiografinya yang berjudul My Autobiography itu.

Ferguson memiliki beberapa kuda yang sangat ia sukai. Highclere Syndicate misalnya, kuda yang dijalankan oleh Harry Helbert, jockey yang memiliki kepribadian kuat. Ada juga kuda yang diberi nama seperti batu gamping terkenal di Inggris, Rock of Gibraltar.

Meski begitu, dunia balapan kuda tak hanya memberi kelegaan bagi Ferguson. Ia juga sempat terkena masalah terkait kepemilikan kuda.

Ferguson menganggap dirinya memegang separuh kepemilikan kuda Rock of Gibraltar bersama Susan Magnier, istri John Magnier yang memiliki ternak kuda terbesar di dunia. Namun meurut pihak Magnier, Ferguson hanya berhak atas separuh uang hadiah perlombaan. Permasalahan itu sempat membuat Ferguson harus menghabiskan waktu untuk menanganinya dan akhirnya kesalahpahaman tersebut diluruskan.

Ferguson memang benar-benar menggeluti dunia kuda. Ia bahkan pernah bertemu dengan seorang laki-laki yang menuntutnya untuk mengundurkan diri dari dunia sepakbola dan bergelut sepenuhnya dalam balapan kuda.

Namun Ferguson memiliki batas, balapan kuda hanya sebuah hobi dan tidak pernah membuatnya teralihkan dari tugasnya sebagai manajer United. Bagi Sir Alex Ferguson, kuda hanya sebagai pelarian saat jenuh dengan pekerjaan, dan terkadang juga bisa menjadi hiburan, seperti bagaimana What A Friend membuatnya senang kembali setelah kalah atas Bayern.

 

Editor: Frasetya Vady Aditya