Pada 1 Juli lalu, eks striker Manchester United, Ruud van Nistelrooy, merayakan ulang tahunnya yang ke-41. Pria asal Belanda ini terkenal dengan insting mencetak golnya di depan gawang, terutama saat membela The Red Devils.

Namanya menjadi salah satu striker yang diperhitungkan di Premier League kala itu, apalagi setelah dirinya berhasil mencetak gol solo yang brilian kala menghadapi Fulham pada tahun 2003. Setelah aksi tersebut, dirinya kian mematri namanya dengan indah di hati para penggemar United.

Alasannya adalah jelas, melihat secara sekilas sosok dari Van Nistelrooy tentu yang terbayang adalah dirinya sebagai striker tipe target man. Sehingga aksi solo dari tengah lapangan dengan dribble cepat tak sesuai dengan citra tersebut. Namun ketika diboyong dari PSV Eindhoven dengan banderol 19 juta paun, United telah melihat talenta lain Nistelrooy, selain tubuh besarnya.

Di Old Trafford, dirinya kian menjadi-jadi. Para pemain United mengharapkan penyelesaian akhir Nistelrooy untuk hampir setiap serangan. Hal ini dikarenakan kemampuannya untuk menjadi poacher laiknya Filippo Inzaghi, dan jua kemampuannya melewati lawan.

Lima musim berseragam United, Nistelrooy hijrah ke Real Madrid dengan total 150 gol dari 219 pertandingan yang ia jalani. Mencatatkan angka 0,68 gol per pertandingan dan satu gol tiap 129 menit di Premier League. Di 3 musim pertamanya untuk United, ia berhasil mencetak 36, 44, dan 30 gol, menjadikan Ruudtje sebagai top skorer United selama 4 musim di United.

Akhir Tak Mengenakkan di Manchester United

Meski mencatatkan rekor gol yang impresif, akhir karir Van Nistelrooy di United terbilang tidak “baik-baik”. Jika pembaca masih ingat, kejadian tersebut dipicu oleh hubungan yang buruk antara Nistelrooy dengan anak baru yang kini menjadi pemain terbaik dunia, Cristiano Ronaldo. Dimana menurut kabar dan sudah disahkan sendiri oleh Sir Alex Ferguson melalui autobiografinya, bahwa perlakuan buruknya ke Ronaldo yang membuat Nistelrooy pindah.

Dengan akhirnya, Sir Alex melego Nistelrooy ke Real Madrid pada tahun 2006 silam. Ditambah pula performa apik dari Louis Saha yang menutup sinar dari Nistelrooy.

“Ada beberapa isu yang tersebar mengenai musim terakhirnya (Van Nistelrooy) bersama kami, tapi paling umum adalah hubungan antara Nistelrooy dengan Ronaldo. Keseluruhan episode tersebut memang menyedihkan, saya tidak tahu apa yang membuat Ruud berubah.”

“Saya tidak bisa memastikan apakah itu cara dia untuk membuat dirinya dijual dari United. Sanag disayangkan karena performanya sangat brilian, hanya di musim terakhirnya dia menjadi anak yang sulit untuk diatur. Menurut saya dia menjadi tak populer akhirnya, isu-isu yang melingkari dirinya menjadi dramatis,” tutur Sir Alex dikutip dari autobiografinya yang dipublikasikan tahun 2013 lalu.

Memang benar apa yang dikatakan oleh Opa Fergie, bahwa akhir tak mengenakkan tersebut membuat namanya tercoreng di publik Old Trafford. Selain itu jua selama lima musim di United, Premier League kala itu masih didominasi oleh Arsenal dengan tim Invicibles miliknya. Lalu dominasi anak baru, Chelsea yang ditopang manajer Jose Mourinho. Sehingga bisa dikatakan aksi gemilang Nistelrooy tidak terlalu mendongkrak performa United.

Ke Real Madrid Bertemu Ronaldo Lagi

Maksud Nistelrooy untuk hijrah ke Real Madrid tentunya ingin meraih sukses lebih dibandingkan ketika di United. Namun meski mendapatkan 2 titel La Liga bersama Los Blancos, ia harus kembali merelakan dominasi La Liga kepada rival bebuyutan Madrid, Barcelona. Kemudian seperti peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga, Cristiano Ronaldo pada tahun 2009 hijrah juga ke Real Madrid.

Entah apa yang menjadi penyebabnya, padahal Nistelrooy masih saja bisa menunjukkan bahwa dirinya merupakan pemain yang berbeda dibandingkan Ronaldo. Namun kembali tertimpa nasib buruk, kini datanglah masalah cidera, yang tahun-tahun sebelumnya tak pernah menjadi masalah. Cedera di lutut tersebut membuat performa Nistelrooy meredup.

Setelahnya ia bergabung dengan klub Jerman, Hamburg SV, lalu semusim setelahnya mengakhiri karir bersama klub Spanyol, Malaga. Di mana ia berhasil membawa klub tersebut untuk pertama kalinya ikut kualifikasi Champions League.

“Saya merasa bahagia menjadi orang yang mengambil keputusan ini (gantung sepatu). Saya merasa tubuh ini sudah dalam tahap maksimalnya dan tak bisa lagi bermain di level teratas. Saya tetap bangga telah berhasil mengumpulkan beberapa titel untuk klub dan jua individual. Namun kepuasan terbesar yang saya miliki adalah bahwa saya mampu bekerja terus menerus dari hari ke hari, tahun ke tahun,” kata Van Nistelrooy saat memutuskan untuk gantung sepatu di usia 35 tahun tersebut.

Sumber : Goal and Express