Selepas membawa Red Star Belgrade meraih dua gelar pada musim 2003/2004, Nemanja Vidic memutuskan untuk hijrah ke Spartak Moscow. Tidak jelas berapa nilai transfer Vidic ke klub Rusia tersebut, namun beberapa pewarta saat itu menilai transfer tersebut menjadikan Vidic sebagai bek termahal sepanjang sejarah Liga Russia.

Hanya dua musim bagi Vidic untuk menjadikan dirinya sebagai pemain belakang elit di kompetisi Rusia. 41 penampilan yang diukir sudah cukup untuk membuat beberapa tim elit tertarik kepadanya. Salah satunya adalah Fiorentina. Ia bisa saja mendarat ke Firenze seandainya Fergie tidak menikung di saat-saat akhir.

Fergie merasa Vidic adalah sosok yang tepat untuk lini belakang Setan Merah. Dia diharapkan bisa membantu Rio Ferdinand untuk membentuk lini belakang solid. Dana 7,2 juta paun kemudian dikeluarkan manajemen United untuk pemain bertinggi 190 sentimeter.

Sayangnya kedatangan Vidic diwarnai beberapa protes dari berbagai pihak salah satunya adalah para penggemar United. Para fan merasa ada baiknya uang pembelian Vidic dialihakan untuk mencari penerus Roy Keane yang hijrah dari United. Kedatangan Vidic pun dibarengi dengan hadirnya Evra yang berposisi sebagai bek kiri.

Selain itu, sang pemain anyar datang dalam kondisi kebugaran yang jauh di bawah standar. Ia tidak pernah bertanding selama hampir tiga bulan karena kalender kompetisi Rusia yang berbeda dari beberapa liga di Eropa. Hal inilah yang membuat United pun tidak terlalu memberikan banyak kesempatan main untuk Vidic pada musim pertamanya.

Ia hanya bermain tiga menit pada debutnya ketika United bermain di semifinal Piala Liga 2006 melawan Blackburn. Ia juga hanya bermain tujuh menit dalam laga final melawan Wigan yang berhasil dimenangi United. Itulah kali pertama seorang Nemanja Vidic meraih medali bersama United.

Vidic mungkin terlihat garang dan mengerikan secara fisik, namun ia juga sangat rendah hati. Saat menerima medali, ia merasa dirinya tidak layak untuk mendapatkan medali tersebut. Ia sadar kontribusinya untuk klub belum terlalu signifikan. Medali kemudian ia berikan kepada Giuseppe Rossi, striker muda United yang ketika itu turun di awal-awal kompetisi Piala Liga.

“Saya hanya bermain beberapa menit di final dan mendapat medali, meski itu merupakan perasaan yang menyenangkan, saya memilih memberikan kepada Giuseppe Rossi. Saya merasa lebih baik memberikan medali bagi seseorang yang menit bermainnya lebih banyak dari saya. Dia (Rossi) pantas mendapatkannya,” ujarnya.

Layaknya pemain baru yang mesti beradaptasi, hal serupa juga dialami oleh Vidic di tahun-tahun pertamanya. Ketika mereka bertemu kembali dengan Blackburn Rovers di Liga Primer, Ia ikut andil dalam beberapa kesalahan yang membuat United takluk 3-4. Sedikit-demi sedikit Vidic sudah mulai merasakan tekanan –terutama dari fans- ketika berbaju United. Namun satu hal, Fergie tidak pernah merasa bahwa ia adalah pemain yang buruk.

Baca juga: Lindelof yang Bisa Belajar dar Debut Evra dan Vidic

Kepercayaan Fergie kemudian dibayar Vidic dengan penampilannya yang setiap musim semakin meningkat. Jumlah penampilannya juga terus bertambah. Hanya cedera dan akumulasi kartu saja yang membuat namanya tidak muncul di daftar susunan pemain. Hanya butuh dua musim baginya untuk mengukuhkan namanya menjadi partner sehati Rio Ferdinand.

Vidic juga tidak segan-segan untuk berduel fisik dengan pemain lain agar lini belakang United tetap aman. Bibirnya pernah berdarah dihantam Didier Drogba. Kaki Micah Richards bahkan pernah mendarat ke dadanya. Namun di sini mulai terlihat jiwa kepemimpinan seorang Vidic yang rela melakukan apa saja demi klubnya.

Gelar demi gelar berhasil diraih. Salah satunya yang paling fenomenal adalah ketika membawa Iblis Merah merajai Eropa pada 2008. Malam di Moscow dianggap sebagai malam terbaik sepanjang kariernya.

Empat kali pula namanya terpatri dalam susunan sebelas terbaik Premier League. Dua kali pula ia keluar menjadi pemain terbaik di Liga. Ia juga meraih penghargaan pemain terbaik klub pada musim 2008/2009. Pada Februari 2011 ia dijadikan kapten reguler United menggantikan Gary Neville yang pensiun.

7 Desember 2011 menjadi titik balik dalam karir seorang Nemanja Vidic. Dalam laga melawan Basel, lututnya mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga membuatnya absen tujuh bulan. Setelah ia sembuh, semua menjadi tidak sama lagi untuknya. Penampilannya berangsur-angsur menurun. Terutama jika berhadapan dengan tim-tim besar.

Musim panas 2014 menjadi akhir dari petualangan Vidic berbaju merah. 300 laga dan 21 gol menjadi catatannya di klub tersebut. 15 gelar tim dan 13 gelar individu menjadi prestasi apik bagi Ayah beranak dua ini. Dan meski keberadaannya sudah tidak ada di rumput hijau stadion Old Trafford, namun namanya masih tetap diagung-agungkan dalam chant yang sering dinyanyikan para penggemar setia Manchester United.

Tulisan ini adalah bagian kedua sekaligus terakhir untuk merayakan Ulang tahun Nemanja Vidic pada 21 Oktober kemarin. Pada bagian pertama penulis mengisahkan kisah Vidic ketika pertama kali berkarir di dunia Si Kulit Bundar.