Ada beberapa kepribadian kuat yang terdapat di ruang ganti Manchester United, dan tidak takut untuk menyuarakan pendapat. Hal itu membuat O’Farrell menganggapnya sebagai tugas yang berat. Di sisi lain, Manchester United harus terpaksa menyelesaikan musim 1970/1971 di posisi kedelapan klasemen.

Paruh kedua musim selanjutnya, musim 1971/1972 pun berakhir dengan mengecewakan. Hal itu berbuah pertanda, karena membuat musim 1972/1973 benar-benar menjadi bencana.

Bagi O’Farrell, kenyataan tersebut menjadi akhir masa jabatannya di Manchester United. Butuh sampai pertandingan pekan ke-10 di musim 1971/1972 untuk United dapat meraih kemenangan pertama di liga, dan dalam sembilan pertandingan sebelumnya, mereka hanya mengumpulkan empat poin. Old Trafford bukanlah tempat yang ‘menyenangkan’ bagi tuan rumanya sendiri kala itu.

Sepanjang semua ‘turbulensi’ yang terjadi di kubu The Red Devils, Martin Buchan tetap menjadi pemain yang low profile. Meski harus bermain di beberapa posisi berbeda, ia terus menurut dan melanjutkan pekerjaannya tersebut.

Pelatih baru akhirnya menggantikan posisi O’Farrell. Sebagai gantinya, pelatih asal Skotlandia, Tommy Docherty, didatangkan guna membawa kesegaran baru pada kubu Old Trafford, meski ia tahu betapa sulitnya pekerjaannya itu. Namun, hal yang semakin buruk justru terjadi setelah United berada di bawah asuhannya.

Musim 1973/1974 adalah “annus horibilis” atau tahun-tahun mengerikan bagi United. Docherty mencoba segala macam hal untuk membendung penurunan performa, dan berusaha menemukan basis yang solid di mana ia bisa membangun sebuah tim. Tapi sangat disayangkan jika di penghujung musim, Manchester United terdegradasi untuk pertama kalinya dalam 37 tahun terakhir. Itu adalah momen yang sangat menyedihkan, karena di musim berikutnya, United bermain di Divisi II.

Menjadi sosok kapten tim

Pada musim 1974/1975, para pemain berpengalaman seperti Stepney, Burns, Dunne, Sadler, Kidd, Charlton, Law, Aston, and Best  telah pergi dari Old Trafford, dan Martin Buchan saat itu dipandang sebagai salah satu pemain senior di ruang ganti United. Ia tentu saja memberikan banyak pengaruh di lapangan, dan saat tim mulai memenangkan beberapa pertandingan, kepercayaan mereka mulai.

Dalam 30 pertandingan pada pergantian tahun, United kalah hanya 4 kali. Pada 1975, United unggul empat poin dari posisi kedua klasemen Divisi II dan menjadi favorit untuk memenangkan gelar juara serta kembali berlaga di Divisi I Liga Inggris. Buchan pun lalu diplot menjadi kapten tim United di tahun yang sama.

Mungkin, satu-satunya downside dari usaha Manchester United dalam berjuang menemukan kejayaannya kembali adalah Jim Holton, ketika kakinya mengalami patah tulang dalam pertandingan melawan Sheffield Wednesday yang berakhir dengan  skor 4-4. Meskipun begitu, pada 26 April 1975, Manchester United berhasil mengalahkan Blackpool dengan skor 4-0 di Old Trafford. Dan dengan penuh sesak, Martin Buchan-lah yang menerima trofi Divisi II itu dan mengaraknya ke seluruh penjuru stadion dengan rekan setimnya. United akhirnya kembali berkompetisi di Divisi I Liga Inggris setelah hanya satu musim terdegradasi, dan Docherty beserta asistennya Tommy Cavanagh, merasa yakin bahwa tim muda mereka dapat memberi dampak besar pada musim berikutnya.

Pengaruh Martin Buchan di ruang ganti United perlahan berubah menjadi sangat besar. Ia memastikan semua pemain di tim saling terikat, dan setiap pemain yang bermain di lapangan harus saling bekerjasama penuh. Dalam banyak hal, ia sangat mirip dengan mendiang Roger Byrne. Buchan adalah jembatan baru bagi manajemen kepemimpinan tim.

Ia juga tidak pernah menjadi pria yang arogan, dan dalam beberapa kesempatan, Buchan justru membiarkan perasaannya diketahui oleh manajernya sendiri. Meski ia bisa berubah menjadi keras kepala, namun hal itu tidak pernah terlihat oleh satupun pemain.

Saat kembali berkmpetisi di Divisi I Liga Inggris, United bermain cemerlang, terbuka serta menyerang, dan pemain muda bermain tanpa rasa takut. The Red Devils memainkan permainan apiknya di papan atas klasemen dengan senyum di wajah para pemainnya untuk pertama kali dalam beberapa tahun.

Didorong oleh kepemimpinan Martin Buchan, United menantang dan berambisi meraih gelar Divisi I. Pada awal 1976 akhirnya skuat asuhan Docherty berada di puncak klasemen di atas rival abadinya Liverpool dengan 33 poin.

Paruh kedua musim tersebut berjalan dengan baik setelah United berhasil mencapai final Piala FA untuk melawan Southampton. Meski pada akhirnya, The Reds Devil harus mengakui keunggulan Soton dengan skor akhir 1-0 lewat gol tunggal Bobby Stokes.

Buchan lalu mengomentari Final itu dengan mengatakan, “Saya menganggap jika terlalu banyak pemain kami yang mengira bahwa kami bisa menang, tapi pada nyatanya piala tersebut adalah milik mereka (Southampton). Pelajaran sekeras ini harus dipelajari.”

Namun, satu hal yang pasti adalah, bersama Docherty dan Tommy Cavanagh, menjadikan Manchester United menuju ke sebuah era baru yang lebih cerah sebagai penantang gelar. Manchester United juga kembali berkompetisi di Eropa dan lolos ke Piala UEFA.

Mereka memainkan permainan sepakbola yang belum pernah dilihat sejak tahun-tahun kejayaan pertengahan hingga akhir 1960-an. Buchan telah mengikat tim utama United ke dalam unit yang menarik, dan ia telah menjalin duet defensif dengan Brian Greenhoff.

Di musim selanjutnya, Piala FA sekali lagi menjadi jalan kemenangan mereka, dan tim berjuluk Setan Merah tersebut berhasil mencapai final Piala FA. Kala itu, mereka menjadi underdog karena lawan mereka adalah Liverpool yang bukan hanya juara Divisi I, tapi juga sebagai tim yang lolos mencapai final Piala Eropa.

Tidak ada pengulangan rasa puas diri yang pernah terjadi di final tahun sebelumnya. Pertandingan itu merupakan akhir kebuntuan gelar kompetisi teratas bagi United, karena mereka berhasil menang dengan skor akhir 2-1 atas Liverpool.

Martin Buchan menjadi pemain yang sangat bahagia karena ia berhasil memimpin dan membawa United di usianya yang masih muda. Ia pun menjadi orang Skotlandia pertama yang menjadi kapten tim pemenang Piala FA Skotlandia dan Inggris. Sayangnya, kegembiraan untuk kemenangan itu harus kandas setelah terjadi sebuah perselingkuhan antara sang pelatih Tommy Docherty dan seorang fisioterapis klub berusia 18 tahun.

Docherty pun pada akhirnya dipecat dari klub. Manchester United lalu membawa Dave Sexton sebagai gantinya, dan Tommy Cavanagh tetap bertahan sebagai asisten pelatih tim utama. Namun, semua itu tidak berpengaruh pada performa Buchan sebagai kapten tim.

Akhir karier Martin Buchan di Old Trafford

Pada musim 1979/1980, Martin Buchan sudah mendekati usia 32 tahun, dan di musim itu Manchester United sekali lagi membuat tantangan besar untuk gelar liga. Bentuk performa kandang mereka adalah platform penting setelah memenangkan 17 kemenangan dari 21 pertandingan liga mereka di Old Trafford. Meski pada akhirnya, The Red Devils harus kembali finis ketiga di bawah Liverpool.

CEO Manchester United, Martin Edwards, memutuskan untuk bertindak cepat dan memecat Sexton guna menunjuk Ron Atkinson sebagai gantinya. Bagi Buchan, waktunya di United terasa seperti mendekati kata ‘akhir’.

Meskipun ia sering bermain di musim pertama Atkinson, pada 1982/1983, Buchan kehilangan tempatnya dan bermain sebagai pemain cadangan. Usianya lah yang berbicara. Ketika United mencapai final dan memenangkan Piala FA setelah mengalahkan Brighton, Buchan sama sekali tidak berperan dalam pertandingan yang dihelat di Wembley tersebut.

Ia lalu beranggapan jika kariernya di Old Trafford telah berakhir dan memutuskan untuk meninggalkan United guna bergabung dengan Oldham Athletic. Buchan akhirnya pergi dengan torehan catatan 456 penampilan dan empat golnya untuk publik Old Trafford.

Martin Buchan, di atas semua perjalanan kariernya, menjadi pemain yang akan selalu diingat sebagai legenda dan kapten terbaik yang pernah bermain untuk Manchester United. Meski pada akhirnya, semua pengakuan atas dedikasi eks bintang Aberdeen FC itu, kurang begitu spektakuler selayaknya para legenda United lainnya.

 

Sumber : ManUtd.com, Joinmust.org