LEICESTER V MAN UTD 18.3.2000 PIC DAVE PINEGAR JAAP STAM

Manchester United telah terpatri dalam benak dan hati Jaap Stam. Hanya di United, bek jangkung berkebangsaan Belanda ini mampu memenangi gelar liga, cup, serta kompetisi Eropa. Total, enam piala pernah diangkat Stam: tiga Liga Primer, sekali Piala FA, sekali Liga Champions, dan sekali Piala Interkontinental.

MU bukanlah kesebelasan pertama atau yang terakhri dalam karir Stam. Namun, justru di Manchester pria kelahiran 17 Juli 1972 ini mendapatkan banyak pelajaran dalam sepakbola, salah satunya soal kepelatihan. Sosok panutannya siapa lagi kalau bukan Sir Alex Ferguson.

Kini, Stam telah mendapatkan kontrak dua musim untuk menjadi manajer kesebelasan Divisi Championship, Reading. “Menyenangkan bisa kembali ke Inggris. Aku selalu menikmati waktuku sebagai pemain di sini,” ucap Stam dikutip dari The Guardian.

Tak Pernah Terpikir Menjadi Manajer

Bisa dibilang bahwa kesuksesan yang diraih Stam di Inggris amat fantastis. Ia mendapatkan treble di musim pertamanya setelah pindah dari PSV Eindhoven. Uniknya lagi, seperti dilansir The Guardian, Stam adalah pemain ke-31 di era kepelatihan Sir Alex Ferguson yang berkarier dalam manajerial tim. Selain itu, dulu, tidak pernah terpikir bahwa Stam akan melanjutkan kariernya sebagai manajer.

Stam punya pandangan yang jelas soal kepelatihan. Menurutnya, yang mesti dikembangkan oleh manajer adalah soal feeling. Pemain yang pensiun di Ajax Amsterdam ini memandang bahwa ada perbedaan yang besar saat dulu bermain bola dengan melatih.

“Saat Anda bermain bola untuk diri Anda sendiri, Anda bisa berpikir ingin menjadi manajer, tapi itu tak serta merta membuatmu menjadi manajer yang bagus,” tutur Stam. “Aku pernah menjadi pemain, setelah itu aku tak ingin melakukan sesuatu yang berhubungan dengan sepakbola selama setahun dan melihat apa yang sebenarnya ingin aku lakukan.”

Ucapan Stam memang tidak mengada-ada. Usai pensiun pada 29 Oktober 2007, Stam memilih untuk menikmati waktu bersama dengan keluarga. Ia melakukan perjalanan liburan keliling Eropa dan sesekali menjadi pundit di televisi. Ia malah tak pernah berpikir untuk berada di manajerial kesebelasan.

Lalu, perubahan itu terjadi setelah klub pertama yang ia bela, PEC Zwolle, mengundangnya untuk membantu latihan tim. Pada 2011, Stam ditunjuk menjadi asisten pelatih PEC Zwolle. Lalu, pada musim 2013/2014 ia diontrak Ajax sebagai asisten pelatih.

Soal rekan-rekannya yang turun ke dunia kepelathan seperti Roy Keane, Teddy Sheringham, dan Gary Neville, Stam mengaku terkejut. Karena meskipun bermain dengan mereka yang bernama besar, tapi Stam tak pernah berpikir mereka akan melatih. “(Kecuali) Ole Gunnar Solskjaer, karena dia selalu bicara soal sepakbola. Tapi aku tak punya feeling dengan pemain lain,” ucap Stam.

Pengaruh Manajer Lain

Setidaknya ada empat manajer yang menjadi panutan Stam, yang salah satunya adalah Guus Hiddink. Menurut bek setinggi 191 sentimeter ini, Hiddink berkesan karena kedekatannya dengan pemain. Hal ini membuat hadirnya atmosfer positif yang berpengaruh ke dalam performa skuat.

Lantas bagaimana dengan Sir Alex?

“Apa yang aku pelajari dari Ferguson adalah dari bagaimana caranya membangun sebuah kesebelasan. Sebagai manajer, Anda mesti punya visi sendiri dan apa yang ingin Anda lakukan dengan tim. Anda mesti punya sejumlah pemain dengan kualitas tertentu di tim untuk menciptakan gaya bermain dan aku pikir Fergie amat bagus soal itu,” kata Stam.

Uniknya, Fergie tidak melihat pemain berdasarkan nama besarnya. Ferguson adalah tipe manajer yang lebih melihat kualitas yang ia butuhkan untuk posisi tertentu.

“Banyak manajer membeli pemain bernama besar karena mereka pikir pemain bernama besar akan menunjukkan penampilan yang bagus. Aku pikir, (filosofi Fergie) yang membuatnya membawa banyak trofi saat itu,” ungkap Stam.

Apa yang diungkapkan Stam tentu menjadi perhatian buat penggemar United. Bagaimana tidak? Selepas pensiunnya Fergie, United hanya mampu meraih satu trofi Piala FA. Belum lagi MU kini gagal lolos ke Liga Champions karena hanya menempati peringkat kelima musim lalu.

Dengan kualitas pemain yang tak jauh berbeda, tentu kita bisa melihat bahwa apa yang dilakukan Sir Alex di United adalah sesuatu yang luar biasa. Ia bisa menjadikan pemain yang belum punya nama, menjelma menjadi pemain penting.

“Setiap orang harus tahu bahwa itu (menyamai prestasi Sir Alex) amat, amat, sulit untuk diselesaikan,” kata Stam soal United yang minim prestasi.

“Kini Jose Mourinho masuk dan semua orang berharap banyak padanya. Mereka belanja lagi, mungkin dengan uang yang banyak untuk membawa masuk pemain berkualitas. Semoga saja para penggemar, Jose membawa hadiah dan trofi lagi.”

Soal skuat saat ini, Stam menyimpan perhatian pada Zlatan Ibrahimovic. Keduanya sama-sama baru pindah pada musim 2004/2005; Zlatan ke Juventus dari Ajax, sementara Stam dari Lazio ke AC Milan.

“Dulu, dia mungkin sangat tertarik menghadapiku karena aku lebih tua darinya. Sebagai pemain dia telah tumbuh dan tumbuh dengan statusnya. Semua orang tahu kualitasnya. Brandnya sebagai ‘Ibrahimovic’ dulu tidak sebesar sekarang. Namun, untuk diriku, sebagai bek, adalah hal yan bagus untuk bermain menghadapi tipe pemain seperti itu,” kata Stam.

Masa Depan di Reading

Stam saat ini menanggung beban berat untuk mengangkat Reading. Musim lalu, kesebelasan yang bermarkas di Madejski Stadium ini hanya menempati peringkat ke-17.

Tugas Stam dimudahkan dengan kehadiran sejumlah pemain baru seperti striker timnas U-21 Inggris, John Swift dari Chelsea, lalu ada Joseph Mendes (La Havre), Yakou Meite (Paris Saint-Germain), dan duo Belanda, Roy Eerens serta Joey van den Berg. Pemain timnas Wales dan Irlandia Utara di Euro 2016, Chris Gunter serta Oliver Norwood, diharapkan bisa mengangkat Reading di tangan Stam.

“Kami mesti jujur dengan diri kami sendiri,” ucap Stam. “Tidak ada yang berpikir musim depan Reading akan promosi atau ke play off. Aston Villa dan Newcastle, serta Norwich telah kembali ke sini.”

Namun, hal tersebut tak menyurutkan niat Stam bersama dengan Reading. “Sebagai pemain aku amat ingin memenangi banyak trofi, pun saat ketika menjadi manajer. Aku akan melakukannya bersama Reading dan saya sangat senang untuk melakukannya. Semoga kami dapat ke Premier League bersama Reading,” ucap Stam.

Di Reading, Stam tidak sendirian. Ia membawa serta rekannya sesama Belanda, Andries Ulderink dan Said Bakkati, yang dulu pernah bekerja sama di Ajax. Saat menjadi asisten, Stam yang fokus di latihan pertahanan ini berhasil membawa Ajax menjadi juara Eredivisie pada musim 2013/2014. Pengalaman ini bukan tidak mungkin akan menjadi inspirasi yang dibawa Stam ke dalam ruang ganti.

“Tidak selalu pemain yang mampu bicara di ruang ganti akan menjadi manajer yang bagus,” kata Stam yang menunjukkan bahwa bek yang tenang seperti dirinya pun bisa memberikan gebrakan di dalam ruang ganti.

Apakah Stam akan meneruskan kesuksesan Roy Keane yang mampu membuat gebrakan saat menjadi asisten pelatih timnas Irlandia di Piala Eropa silam? Mari kita nantikan.