Dwight Yorke

Tidak lengkap rasanya jika membicarakan Dwight Yorke tanpa membahas duetnya, Andy Cole. Begitu juga sebaliknya. Kedua insan ini mampu membuat United menjadi kesebelasan yang paling disegani berkat gol-golnya. Namanya pun selalu disejajarkan dengan duet-duet striker hebat lain di dunia macam Rush-Dalglish, Butragueno-Hugo Sanches, hingga Puskas-Di Stefano.

Entah karena kesamaan warna kulit atau selera humor mereka yang sama-sama tinggi, namun yang jelas dua pemain ini begitu klik satu sama lain. Cole sendiri bahkan pernah berkata bahwa bermain bersama Yorke layaknya seorang Pria yang jatuh cinta kepada seorang gadis.

Keduanya begitu menakutkan sampai ada ujar-ujar jika ingin mengalahkan United maka hentikan mereka berdua. Yorke sendiri mengaku sangat bahagia bisa bermain bersama Cole. Ia memuji striker Inggris tersebut sebagai orang yang selalu membuat dirinya merasa nyaman. Tidak hanya itu, keduanya pun kerap menjuluki hubungan mereka sebagai “Soul mates” karena sama-sama menggemari music Soul.

“Saya dan Coley (panggilan Andy Cole) punya hubungan yang sangat baik di dalam maupun di luar lapangan. Dia membantu saya masuk dalam kehidupan di Manchester serta ke dalam tim. Dia selalu memastikan bahwa saya merasa nyaman di klub ini.”

Kemitraan keduanya terpancar ketika United merengkuh trigelar hanya dalam semusim. Keduanya mencetak banyak gol untuk membuat Setan Merah meraih prestasi terbaik mereka sepanjang sejarah. 35 gol di Premier League, 13 di Liga Champions, dan lima gol di Piala FA adalah catatan yang mereka berdua ukir sepanjang 1998/1999. Total mereka membuat 129 gol dari 289 penampilan.

Setelah menambah beberapa piala di United, keduanya pun sama-sama menemukan ujung karirnya pada musim 2001/2002. Penyebab keduanya hijrah pun sama yaitu karena cedera dan kedatangan Ruud Van Nistelrooy yang lebih muda dan segar. Klub tujuan mereka pun juga sama, Blackburn Rovers.

“Masa saya sebagai pemain tidak semeyakinkan ketika masa-masa awal saya di United. Masuknya Ruud Van Nistelrooy menyulitkan saya. Dia adalah pemain hebat dan jatah main saya berkurang karenanya. Saya sebenarnya sangat siap bermain pada musim tersebut, namun manajer berpikir saya sudah habis dan sudah waktunya saya pindah. Saya mencoba bangkit tapi tidak mampu. Saya tidak menyesali apapun karena saya sudah memiliki empat tahun yang luar biasa bersama United.”

Setelah memperkuat Blackburn, Yorke kemudian hijrah ke Birmingham City pada 2004. Ia sempat melebarkan karirnya ke Liga Australia bersama Sydney FC sebelum kembali ke Premier League bersama Sunderland pada 2006.

Selama memperkuat klub-klub Premier League tersebut, Yorke mencetak 123 gol dan menjadikan dirinya sebagai pemain non Eropa dengan gol terbanyak sebelum disalip Sergio Aguero. Atas prestasinya tersebut, namanya dijadikan sebagai nama stadion di Bacolet, Tobago.

Selepas pensiun, Yorke sempat membangun sebuah perusahaan dengan nama Dwight Yorke Promotions pada 1997. Perusahaan ini berpusat pada bidang promosi klub atletik baik yang sudah professional maupun yang masih berstatus semi pro.

Akan tetapi perusahaan ini dinyatakan bangkrut pada pertengahan 2017 lalu setelah nilainya jatuh di angka 2 pounds. Sejak 2015 lalu, perusahaan ini memang kerap mengalami penurunan. Nilai mereka bahkan sampai turun hingga 73 persen di angka 6.094 pounds. Ia bahkan sampai harus mengeluarkan uang pribadi untuk menutupi segala utang-utangnya.

“Ketika Anda memikirkan betapa suksesnya Dwight Yorke sebagai pemain, sulit dipercaya bahwa hal seperti ini bisa terjadi,” ujar juru bicara Yorke beberapa bulan lalu.