Beberapa waktu yang lalu, Jose Mourinho ikut serta dalam sebuah laga amal untuk mengenang para korban kebakaran apartemen Grenfell di London. Namun keikutsertaan The Special One pada laga tersebut bukanlah sebagai manajer. Ya, pria 54 tahun tersebut turun sebagai penjaga gawang dalam laga yang digelar di Loftus Road tersebut.

Pertandingan tersebut bisa dibilang sebagai momen untuk Mou mengatasi kerinduannya bermain sepakbola. Tidak banyak yang mengetahui bahwa pemilik tiga medali Premier League tersebut mengawali karirnya sebagai pemain di beberapa klub di Portugal. Sayangnya ketika itu karir seorang Mou tidak seperti Carlo Ancelotti ataupun Zinedine Zidane yang juga sukses di lapangan hijau.

Ketika masih muda, Mou berkarir sebagai bek tengah maupun gelandang bertahan. Ia dikenal memiliki kemampuan sprint yang cukup bagus. Salah satu contohnya bisa kita lihat ketika ia berlari di Old Trafford ataupun di Camp Nou ketika menjadi manajer FC Porto dan Inter Milan. Akan tetapi ia tidak bisa memanfaatkan kelebihannya tersebut ketika masih aktif bermain.

Rekan Mou semasa belajar di Sporting Institute of Physical Education, Jose Peseiro mengungkapkan bahwa Mou memang kurang memiliki minat ketika menjadi pemain sepakbola. Ia tidak banyak berlari dan seperti enggan merebut bola.

“Dia pemain berteknik dan memiliki skill tinggi, tetapi dia tidak pernah bertarung sepenuh hati dan enggan berlari. Ketika ia bermain di laga persahabatan menghadapi para pebisnis Israel dia begitu loyo. Bahkan pemain pengganti lebih banyak melakukan tekel dibanding dirinya,” ujar Peseiro.

Menjelang usia 20 tahun, Mou bergabung dengan Rio Ave. Di sana dia diasuh oleh sang Ayah, Felix, yang merupakan pelatih klub tersebut. Akan tetapi bersama Rio Ave dia hampir tidak pernah diturunkan. Salah satu penyebabnya adalah Presiden Klub, Jose Pinho, merasa bahwa Mou tidak layak untuk bermain mengisi tim utama.

“Suatu ketika, saat para pemain melakukan pemanasan, bek tengah kami, Figueiredo mengalami cedera. Felix kemudian menyiapkan anaknya sebagai pengganti. Saya kemudian ke ruang ganti dan melarang Felix melakukan hal tersebut. Saya tidak merasa dia meraih puncak karir sebagai bek tengah,” ujar Pinho.

Besar kemungkinan, kejadian di Rio Ave tersebut yang membuat Mou memilih berhenti menjadi pesepakbola. Ia kemudian memikirkan kembali karirnya dan merasa bahwa karir sepakbolanya tidak cocok untuk level tertinggi.

“Kejadian tersebut membuat saya menyadari bahwa saya tidak punya kemampuan menjadi pemain sepakbola professional. Permainan saya hanya cocok untuk level dua. Jadi saya memutuskan untuk mempelajari sisi teknik permainan ini,” ujar Mou kepada FourFourTwo tujuh tahun lalu.

Ia kemudian memfokuskan diri untuk belajar Sport Science di dua tempat yaitu Instituto Suprior de Educacao Fisica (ISEF) serta Technical University of Lisbon. Ketika berkuliah, Mou masih terlibat dalam permainan sepak bola lima lawan lima. Akan tetapi fokusnya saat itu adalah mempelajari ilmu olah raga dan taktik.

Ia juga mengikuti beberapa kuliah filosofi Manuel Sergio. Di sana ia diajari cara memainkan emosi orang. Salah satu kelebihan yang sering dia gunakan untuk mengganggu manajer lain. Mou juga cukup rajin menghadiri kursus kepelatihan di Inggris dan Skotlandia sebelum memulai karir manajerialnya dengan melatih tim muda Vitoria Setubal pada pertengahan 90an.

Penulis London Review of Books, David Runciman mengungkapkan bahwa karir sepak bola Mou yang hanya seumur jagung membantunya menjadikan dirinya sebagai manajer hebat.

“Keuntungan non pemain dibanding mantan pemain ketika menjadi pelatih adalah dia bisa dengan mudah percaya pada bukti-bukti nyata yang terjadi di atas lapangan tanpa terganggu dengan fantasi serta kenangan-kenangannya ketika masih bermain dulu,” ujarnya.

Selepas dari Vitoria, Mou sempat beberapa kali menjadi asisten manajer di beberapa klub sebelum ditarik oleh Sir Bobby Robson sebagai penerjemah di Sporting Lisbon. Ia kemudian dimentori oleh Louis Van Gaal di Barcelona sebelum akhirnya memulai karir sebagai manajer utama di Benfica pada September 2000.

Sumber: FourFourTwo