Kehilangan delapan anggota skuat utamanya membuat prestasi Manchester United berangsur-angsur menurun. Meski finis di posisi kedua semusim setelah tragedi Munich, berturut-turut United finis di posisi ketujuh dan posisi ke-15. Musim 1962/1963 menjadi yang paling parah di mana mereka mengakhiri kompetisi liga di urutan ke-19.

Jatuhnya prestasi United juga membuat permainan Foulkes menurun. Meski meraih Piala FA dan skuad United sedang dibangun ulang dengan kehadiran Best, Law dan Charlton, Foulkes tetap tidak bisa bermain layaknya musim-musim sebelumnya. Ia sempat mengaku stres karena menurunnya prestasi United.

“Saya kehilangan banyak sekali berat badan saya, saya tidak nafsu makan, tidak bisa tidur, saya kehilangan cukup banyak performa saya dan ketahanan tubuh saya,” ujarnya.

Pulihnya kembali Busby membuat sang manajer merombak kembali susunan skuadnya. Salah satunya dengan mencabut ban kapten milik Foulkes. Busby yang kerap memainkan Foulkes sebagai bek sayap kembali memindahkannya ke posisi favoritnya yaitu bek tengah.

Apa yang dilakukan Busby terbukti berhasil mengembalikan kepercayaan diri Foulkes. Ia berhasil tampil apik bersama dengan rekan barunya, Nobby Stiles. Pada musim 1964/1965, United kembali menjadi juara liga dengan Foulkes selalu tampil di seluruh pertandingan Setan Merah. Hal serupa kembali diulangi ketika memenangi Liga pada 1967.

Meski sudah meraih empat gelar juara liga domestik, namun Foulkes masih merasa karirnya belm lengkap tanpa gelar Piala Champions Eropa. Dua kali kesempatannya harus pupus di partai semifinal. Selain itu usianya saat itu sudah menginjak 35 tahun yang menandakan karir sepakbolanya sudah mendekati ujung.

Mimpi Foulkes kemudian tercapai pada musim 1968. Ia menjadi pahlawan dalam keberhasilan United melaju ke partai puncak Piala Champions di Wembley. Sepakan kerasnya ke gawang Real Madrid pada semifinal Leg kedua membawa United unggul agregat 4-3 atas wakil Spanyol tersebut.

Puncaknya terjadi di partai final. Di usianya yang sudah 36 tahun, ia mampu meredam agresifitas penyerang Benfica, Jose Torres. Ia bahkan membuat penyerang Portugal tersebut frustrasi karena selalu kalah berduel melawan Foulkes. United menang 4-1 dan menjadi tim Inggris pertama yang berhasil mengangkat Si Kuping Besar.

Setelah kesuksesan di Wembley, Foulkes kemudian jarang tampil reguler bareng United. Prestasi United kemudian menurun sepeninggalan Busby yang pensiun pasca menjadi juara Eropa. Dalam dua musim, ia hanya mencatatkan 23 penampilan hingga pada 1 Juni 1970, Foulkes resmi pensiun.

Selepas pensiun, Foulkes kemudian menjadi pelatih tim muda United hingga 1975. Setelah 25 tahun hanya berfokus untuk Manchester United, Foulkes kemudian menjadi manajer untuk beberapa klub di Amerika Serikat, Swedia, hingga Jepang.

Pengalamannya di Jepang tersebut membawa Foulkes kerap menjadi penerjemah untuk turis asal Jepang yang berkunjung ke Old Trafford. Ia juga menjadi saksi ketika United meraih gelar Liga Champions ketiga di Moscow pada 2008.

Pada 25 November 2013, di usia 81, Foulkes akhirnya mengembuskan napas terakhirnya setelah terkena penyakit Alzheimer. Meski jasanya jarang diingat banyak orang, namun Foulkes tetaplah seorang pemain yang berdedikasi, cerdas, dan terlahir sebagai pemenang. Rekan-rekan setimnya pun memujinya dengan amat tinggi.

“Yang Bill Foulkes lakukan untuk klub ini tidak bisa dihitung. Kami sama-sama berasal dari kelas pekerja. Kami sama-sama selamat dari tragedi Munich. Dia adalah orang pertama yang saya temui setelah mengalahkan Benfica. Dia pribadi yang tegas, namun terkadang dia bisa menjadi orang yang lembut. Saya bangga bisa bermain bersamanya,” ujar Sir Bobby Charlton.

Sementara John Doherty mengatakan, “Banya yang bilang kalau Foulkes tidak punya tekhnik atau kualitas sebagai pemain, namun saya bisa menyangkalnya dengan kalimat “Apakah Sir Matt Busby melakukan kesalahan sebanyak 688 kali? Tentu saja tidak.”

“Saya berutang banyak kepada Bill. Tanpa dirinya, karir saya di United tentu tidak akan secemerlang ini,” ujar Nobby Stiles.