Foto: Mirror.co.uk

Nama Bastian Schweinsteiger memang tidak terlalu bersinar di Manchester United. Namun, pemain asal Jerman itu meninggalkan satu pelajaran penting yang bisa dipelajari oleh para pemain United yang masih berada di klub saat ini yaitu pentingnya sikap profesional ketika membela sebuah kesebelasan.

***

Bursa transfer musim panas 2015 berlangsung lancar bagi Manchester United. Sepanjang bulan Juli, mereka sudah mendapat lima pemain untuk memperkuat skuad asuhan Louis van Gaal. Menariknya, dua dari lima pemain tersebut berposisi sebagai gelandang tengah yaitu Morgan Schneiderlin dan Bastian Schweinsteiger yang peresmiannya dilakukan lima menit setelah membeli Schneiderlin.

Spesial bagi Schweinsteiger, dia membuat sejarah menjadi pemain pertama asal Jerman yang bisa bermain untuk skuad utama Manchester United. Sebelumnya, United sempat memiliki Markus Neumayr dan Ron Robert Zieler namun keduanya tidak ada yang bisa bermain untuk tim utama Manchester United.

Masuknya Schweini saat itu dimaksudkan sebagai serep bagi seorang Michael Carrick. Pemain bernomor 16 United tersebut sudah memasuki fase akhir kariernya sehingga butuh seorang pemain penerus yang memiliki kualitas serupa. Schweinsteiger akhirnya menjadi pilihan mengingat kualitas dan jiwa kepemimpinannya sesuai dengan filosofi yang ingin dibangun LVG dan United.

Namun hasrat suami dari Ana Ivanovic ini untuk menjadi pemain terbaik United menemui jalan yang terjal. United bak tebing tinggi yang puncaknya begitu sulit untuk digapai pria yang juga mahir bermain ski tersebut. Manchester tidak bisa membuat Schweinsteiger benar-benar menjadi dewa seperti julukannya yaitu fussballgott.

Ia hanya bertahan kurang dari dua musim saja sejak dibeli dari Bayern. Hanya mencetak dua gol dan dua asis serta hanya mengumpulkan 35 penampilan bukan menjadi catatan yang bagus baginya. Apalagi pada musim keduanya, ia terlibat konflik dengan Jose Mourinho yang terang-terangan tidak menginginkan dirinya di dalam skuad.

Saat itu, Mourinho hanya menginginkan timnya memiliki 23 pemain di luar penjaga gawang. Itu termasuk beberapa pemain muda yang diorbitkan Van Gaal seperti Rashford, Tyler Blackett, hingga Paddy McNair. Sayangnya, nama Schweinsteiger tidak masuk dalam daftar pemain yang diinginkan hingga membuatnya terdampar di tim U-23.

Insiden ini sempat membuat banyak pihak ramai-ramai menyerang Mourinho. Orang-orang dekatnya di Bayern Munich seperti Louis van Gaal, Karl Heinz Rummenigge, dan Ottmar Hitzfeld menyebut Mourinho tidak menghormati Schweini. Bahkan anggota FIFPro Slovenia, Dejan Stefanovic, dan saudaranya, Tobias Schweinsteiger, juga ikut untuk buka suara.

Cedera bisa menjadi alasan yang kuat mengapa Mourinho tidak mau memakai jasa Schweini. Meski bermain 31 kali pada era Van Gaal, namun ia juga menghabiskan banyak waktu untuk pemulihan cederanya. Bolak-balik ruang perawatan membuat penampilannya menjadi tidak konsisten.

Selain itu, sikap tidak serius Schweini dianggap menjadi penyebab Mourinho tidak suka padanya. Alih-alih fokus dalam penyembuhan cedera, ia justru tertangkap kameran mendukung istrinya dalam sebuah pertandingan tenis. Ia juga dianggap hanya fokus untuk membela timnas Jerman alih-alih Manchester United. Namun kabar ini tidak menyurutkan serangan orang-orang kepada Mourinho.

“Bastian menghabiskan sebagian besar waktu dengan kondisi cedera. Musim ini, ia nyaris tidak bermain karena pemain ini sudah seharusnya tidak ada di klub. Mentalitasnya tidak terlalu baik dan saya tidak suka tipe pemain seperti ini,” ujar Mourinho.

Menerima dengan Lapang Dada

Bagi sebagian pemain, mendapat perlakukan seperti yang dialami Schweinsteiger akan terasa sangat menyakitkan. Tidak harus sampai bermain di tim U-23, dicadangkan saja terkadang sudah bisa membuat seorang pemain itu mencak-mencak dan protes. Apalagi yang dicadangkan oleh Mourinho ini baru saja mengangkat Piala Dunia dua tahun sebelumnya.

Namun respons dari Schweini patut diacungi jempol. Alih-alih mangkir latihan atau menolak bermain, ia justru menjalani treatment tersebut dengan lapang dada. Di sinilah sisi profesionalitas seorang Schweinsteiger diuji dan dia mampu menjalaninya dengan baik. Ia memilih untuk setia dengan hukuman tersebut dan menjalankannya dengan harapan ada kesempatan kedua untuknya.

Lagipula, hal seperti ini juga pernah dialami ketika Bayern Munich dipegang oleh Pep Guardiola. Ia pernah melewatkan sembilan laga berturut-turut pada musim 2013/14, yang kemudian meningkat menjadi 13 pertandingan. Alasan kebugaran menjadi faktor utama dengan Pep menyebut kalau Schweini sudah tidak dalam kondisi bagus dalam tiga musim terakhirnya. Tanggapan si pemain pun sama yaitu tidak kecewa dan memilih untuk profesional menjalani keadaan tersebut.

“Memang sebagai pemain yang sudah tua, pemulihan untuk cedera bisa memakan waktu lebih lama dari pemain berusia 20 tahunan. Namun saya adalah pemain berpengalaman terutama pada pertandingan besar dan itu akan selalu menjadi keuntungan,” ujarnya.

Bersama MU pun demikian. Tanggapannya begitu santai. Disaat orang-orang menyerang Mourinho, ia justru menyebut sikap dingin sang manajer tersebut sebagai bagian dari ujian karakternya sebagai seorang pria. Diabaikan membuatnya justru semakin termotivasi.

“Saya tidak bisa ungkapkan apa yang dibicarakan Mourinho kepada saya. Namun, saya tidak akan meragukan kualitas saya. Saya bukan orang yang berpikiran negatif dan apa yang dia lakukan hanya sebagai ujian karakter saya. Bahkan ketika saya berlatih sendirian pun saya masih merasa senang.”

Hingga suatu ketika Mourinho memanggilnya kembali. Salut akan komitmen si pemain membuatnya mendapat kembali kesempatan tersebut pada laga Piala Liga melawan West Ham United. Dua bulan kemudian, ia dimainkan lagi melawan Wigan Athletic pada Piala FA dan mencetak satu gol dan satu asis. Pada akhir pertandingan, ia diganjar gelar Man of the Match oleh para penggemarnya.

“Dalam sesi taktik, saya harus memanggil beberapa pemain karena skuad kami menipis dan melihat cara berlatih Bastian, dia begitu profesional. Keputusan kami akhirnya membawanya kembali ke tim utama dan dia akan lebih baik untuk mempersiapkan diri, entah itu sebagai pemain kami atau ketika ia pindah ke tim lain,” tutur Mourinho.

***

Pada akhirnya, Schweinsteiger memilih pindah ke klub MLS, Chicago Fire. Perpisahan yang menurut saya berakhir dengan baik-baik. Dari kedua belah pihak tidak ada saling dendam dan justru saling respek satu sama lain. Schweini tidak pernah menyesal pernah membela MU, sedangkan Mourinho mengaku menyesal kalau dia menyingkirkannya ke tim U-23. Sebuah bukti kalau Mourinho menyukai pemain-pemain bermental baja dan tangguh. Bukan tidak mungkin dirinya menjadi pilar klub bersama The Special One seperti yang dialami Luke Shaw saat ini.

“Dia adalah pemain yang bisa membuat saya menyesal. Dia manusia yang sangat profesional. Sebelum dia pergi, saya berkata ‘saya pernah berbuat yang tidak baik kepada kamu dan sebelum kamu pergi, saya harus berbaikan dengan kamu’. Saya benar-benar menyesal tapi sekarang saya sudah lega karena saya sudah berbaikan dengan dia. Saya akan merindukan seorang pria yang baik, profesional, dan memiliki pengaruh seperti dia,” ujar Mourinho.

Berkat Schweinsteiger, kita diajak untuk belajar mengenai arti profesionalitas dan sikap saling menghargai keputusan satu sama lain. Khususnya kebijakan manajer dalam sebuah kesebelasan di sepakbola. Sikap ini yang akan selalu diingat meski dia tidak mempunyai jumlah penampilan atau bahkan gol dan asis yang bisa dibanggakan.

Tulisan ini dibuat sebagai persembahan kami kepada Bastian Schweinsteiger yang baru saja mengumumkan pensiun dari sepakbola beberapa waktu lalu.