Liga Primer Inggris mempunyai ciri khas akan gaya permainan sepakbolanya. Filosofi kick and rush menjadi identitas kualitas di kompetisinya dan apalagi sistem pertahanan di Liga Primer adalah salah satu yang menjadikan cerminan ketangguhan dari sebuah tim. Tak terkecuali barisan pertahanan Manchester United pada musim 1998/2001 yang salah satu ketangguhan pertahanannya dijaga penuh oleh Jaap Stam.

Bek asal Belanda itu didatangkan manajer Sir Alex Ferguson dari PSV Eindhoven pada musim panas 1998 dengan jumlah transfer sebesar 14 juta paun. Keberadaannya terbilang vital untuk lini belakang Setan Merah. Bagaimana tidak? kualitas dari cara bermain Jaap Stam tersebut yang menjadikan MU terus kokoh dalam bertahan. Hal ini yang membuat The Red Devil menjadi juara Liga Primer tiga kali berturut-turut di musim 1998/1999 sampai 2000/2001.

Setelah membantu Belanda finis di urutan keempat pada pagelaran Piala Dunia Prancis 1998, Stam tak kesulitan untuk menjadi andalan di lini belakang United, dengan diduetkan bersama Ronny Johnsen atau Wes Brown. Dan pada musim pertamanya di Old Trafford, Stam, yang waktu itu berusia 26 tahun, memainkan peran kunci di dalam lini pertahanan United untuk menjadikan MU memenangkan gelar Liga Primer, Piala FA dan Liga Champions.

Kisah manis pemain bertinggi 191 cm itu jelas terlihat saat The Red Devil menjuarai Liga Champions di tahun 1999. Kemenangan dramatis di salah satu final paling bersejarah itu menghiasi kubu Manchester United dengan banyak catatan rekor.

Sempat tertinggal 0-1 dari Bayern Munich, United membalikan keadaan di menit akhir pertandingan dengan 2 gol yang disumbangkan Teddy Sheringham dan Ole Guunar Solskjaer. Dibantu peran sentral Jaap Stam yang merapihkan barisan pertahanan United saat itu.

Ia banyak menggagalkan aksi pemain Bayern lewat sodoran kordinasi pertahanan yang dipimpinnya, salah satu yang teringat adalah saat Jaap Stam menghentikan aksi solo-run dari pemain Bayern Munich, Carsten Jancker, dengan jebakan offside yang dibuat sangat baik.

Setelah menjuarai Liga Champions, MU berada di puncak kejayaannya pada masa itu, ditambah lagi dengan jumlah kebobolan yang terbilang sedikit setelah pemain berkepala plontos itu berseragam United. Barisan belakang khususnya pada posisi Central Back berada dalam penguasaan Stam sepenuhnya. Hal itu terbukti setelah Setan Merah mengakhiri musim dengan Treble Winner di tahun 1998/1999, Jaap Stam juga terpilih sebagai Bek Terbaik Eropa di musim perdananya itu.

Dari 79 penampilan di Liga Primer, mantan pemain PSV Eindhoven ini menyumbang satu gol dan satu asis dan memperoleh 11 kartu kuning sepanjang karirnya di Setan Merah. Di ujung karirnya bersama pasukan Sir Alex, Stam sempat melewatkan sebagian besar kompetisi karena cedera Achilles saat MU memenangkan gelar Liga Primer untuk kali ketiga secara beruntun pada musim 2000/01. Dan hal ini yang menyebabkan di awal musim berikutnya pada tahun 2001 ia dijual ke Lazio oleh Sir Alex.

Namun jika membicarakan penjualan terpenting Manchester United di era Liga Primer Inggris, nama Jaap Stam menjadi salah satu transfer penjualan yang paling begitu disesali oleh Sir Alex Ferguson. Walau nama-nama lain yang muncul seperti David Beckham, Cristiano Ronaldo, dan Paul Pogba, lebih diingat karena penjualan ketiga pemain tersebut menghadirkan cerita menarik yang sulit dilupakan, tapi hal itu tidak cukup untuk menandingi penyesalan Fergie terhadap penjualan Stam.

“Salah satu penyesalan terbesar saya adalah jelas ketika menjual Jaap Stam, bagi saya itu adalah keputusan yang paling terburuk yang pernah saya buat,” kata Fergie kepada MUTV. “Waktu itu dia (Stam) baru saja pulih dari cedera Achilles dan kami mendapatkan tawaran dari Lazio yang sulit saya tolak, namun jika dilihat lagi itu adalah kesalahan,” imbuh Sir Alex.

Lebih lanjut, Ferguson menambahkan dalam autobiografinya, “Dengan transfer £16,5 juta, saya tidak bisa menolaknya. Dia sudah berusia 30 tahun. Saya berpikir bahwa kami bisa memainkan Laurent Blanc selama semusim, lantas mempromosikan pemain muda seperti Wes Brown dan John O’Shea. Namun keputusan itu saya ambil terlalu dini.”

Stam sendiri mengakui bahwa ia disuruh Fergie untuk cepat-cepat terbang ke Roma sebagaimana keputusan terakhir terjadi ketika keduanya bercakap-cakap di pom bensin. “Saya sepakat saat itu juga. Sebuah percakapan singkat di dalam mobil saya di pom bensin di Manchester ternyata sudah cukup bagi saya untuk meninggalkan klub yang begitu besar ini,” beber Stam kepada Daily Mail.

Seperti yang diprediksi, kepergian Stam menimbulkan efek negatif dan bahkan langsung terasa di musim 2001/02. United memang berhasil mendatangkan Blanc, namun lini belakang mereka tidak setangguh seperti saat Stam hadir di sana. The Red Devil pun harus puas duduk di posisi ketiga sekaligus mengakhiri musim tanpa gelar.

Pada akhirnya, United yang sedang panik terpaksa memecahkan rekor transfer Inggris di musim panas selanjutnya ketika mendatangkan Rio Ferdinand dari Leeds United senilai £29,1 juta sebelum bek muda Inggris itu berproses menjadi palang pintu tangguh bersama Nemanja Vidic beberapa tahun berikutnya.

Walau demikian, hubungan Ferguson dan Stam tetap harmonis seperti yang pernah dijelaskan manajer Skotlandia itu pada 2010. “Jaap dan saya tetap berhubungan baik. Saya sudah berbicara cukup lama kepadanya ketika saya berkunjung di Belanda dan segalanya baik-baik saja,” ungkap Ferguson.

Setelah Stam mengakhiri karirnya di Liga Primer, ia menghabiskan lima tahun setelahnya di Italia dengan tiga musim memperkuat Lazio dan dua musim bersama AC Milan. Kemudian kembali ke negara asalnya pada tahun 2006 untuk memperkuat Ajax dan pensiun dua tahun berselang. Sejak pensiun, Stam mulai beralih peran sebagai pelatih dengan menukangi Ajax U-21 dan tim akademi. Namun mulai musim 2016/17, ia kembali lagi ke Inggris dengan melatih Reading setelah dikontrak klub Liga Championship itu selama dua tahun.