Kiss of Death, itulah yang dilakukan Wout Weghorst selepas menjalankan tugasnya sebagai penendang penalti keenam Manchester United melawan Brighton semalam. Ia mengambil bola lalu menciumnya sebelum diberikan kepada Solly March selaku penendang ketujuh Brighton. Manjur, seketika tendangan March melambung tinggi dan membuat United berada di atas angin.

Kegagalan yang kemudian tidak disia-siakan oleh Victor Lindelof. Setara dengan julukannya, The Iceman, kapten timnas Swedia itu menendang dengan dingin untuk membawa United menang dengan skor 7-6 sekaligus membawa United melaju ke final Piala FA untuk menghadapi Manchester City pada 3 Juni nanti.

Kemenangan ini menjadi kemenangan pertama United dalam drama adu penalti setelah terakhir kali terjadi pada tahun 2019. Saat itu, United menang dengan skor 6-5 pada babak ketiga Piala Liga melawan Rochdale. Ironisnya, saat itu yang menjadi penjaga gawang juga Robert Sanchez dan dia sama sekali tidak bisa menahan semua penendang United ketika itu.

Ketika laga berakhir dengan adu penalti, pesimisme sebenarnya timbul dari wajah penggemar United termasuk saya. Maklum saja, adu penalti itu adalah momok bagi United. Sejak 2009, United hanya satu kali menang dalam drama tos-tosan yaitu ketika melawan Rochdale. Sisanya, United selalu kalah. Bahkan sebelum melawan Brighton ini, United kalah melawan Middlesbrough dan Villarreal.

Namun kali ini, situasinya berbeda. Penendang United semuanya menjalankan tugasnya dengan mulus. Mental mereka tidak goyah. Ketujuh penendang menunjukkan kualitas mereka dengan baik. Eksekusi mantap, yakin, tenang, dan presisi sukses membawa United akhirnya bisa kembali ke final Piala FA sejak 2018.

“Tidak hanya kali ini, kami melatih penalti sepanjang musim ini. Itu adalah bagian dari latihan kami karena kami memainkan banyak sekali ajang piala. Sampai laga tadi, (penalti) itu tidak diperlukan karena kami memenangkan setiap laga,” kata Erik ten Hag setelah pertandingan.

Para eksekutor Brighton sebenarnya juga menjalankan tugasnya dengan baik. Berbeda dari tendangan para pemain United, tendangan para pemain Brighton hampir semuanya tidak bisa ditebak oleh De Gea. Padahal De Gea sudah mendapat kisi-kisi terlihat dari ekspresinya yang seperti memperhatikan sebuah catatan sebelum menjalankan tugasnya sebagai kiper.

Penyelesaian Akhir yang Tidak Klinis

Laga ini pantas diakhiri dengan adu penalti mengingat sepanjang 120 menit kedua kesebelasan mengalami problem yang sama yaitu minim kreasi di sepertiga akhir pertahanan lawan. Brighton bahkan punya peluang untuk menang yang jauh lebih besar mengingat mereka bermain sangat berani dan beberapa kali memenangkan duel di ruang-ruang sempit.

Bahkan ada satu peluang dari Mitoma yang berasal dari kombinasi dengan salah satu pemain Brighton. Sayangnya, Mitoma justru mencoba ingin melewati De Gea alih-alih mengeksekusinya langsung.

“Kami membuat beberapa kesalahan dalam operan terakhir di sekitar area gawang. Tapi saya snenang dengan penampilan pemain saya. Kami harus menutup pertandingan ini dan memikirkan laga berikutnya melawan Nottingham Forest demi bisa ke Eropa,” kata Roberto De Zerbi.

United sebenarnya membaik pada babak kedua terutama hingga menit ke-78. Namun, United selalu mengandalkan aksi individu untuk membuat peluang ketika sampai di sepertiga akhir lapangan. Inilah yang membuat beberapa kali momentum mereka hilang karena transisi Brighton dalam bertahan juga bagus.